Kamis, 20 November 2014

Tulisanku, suara hatiku

Kamis,20 November 2014 20.49

Pernahkah kau merasa seakan kehilangan pijakan ditanah anarki ini. mendorongmu untuk segera lenyap dari pandangan duniawi. Merasa ingin melayang, terbang, lalu menghilang. Lenyap tanpa seberkas bukti, bahwa kau pun pernah meninggali bumi ini. aku dengan kenanganku. Kenangan terburukku. Kenangan yang sama sekali tak kuinginkan kehadirannya. Meski hanya dalam memori layangan semata.
Kumendarat, pada tanah yang rapuh
Ku memakan semua hal busuk didepanku
Dan kuminum setenggak air hina itu
Membuatku merasakan hal demikian
Hal jijik yang menempel erat pada tubuhku
Tetesan air hujan pun tak mampu hapuskan kehinaanku
Indah cahaya aurora sore tak mampu buatku sedikit indah dimatamu
Harus kuapakan dengan keseluruhan diriku?
Jua kuberharap besarnya mukjizat itu
Bahwa diriku direinkarnasi
Dalam bentuk lain yang tak akan mampu memiliki dosa
Sedikitpun, setetespun, setitikpun..
Sehingga kujadi manusia utuh dengan tanpa cela dosa
Seseorang berkata, “hadapilah nikmat dengan syukur, dan terimalah nasib dengan sabar”, syukur untuk nikmat yang bagaimana yang kupertanyakan. Dan syukur dengan aplikasi bagaimana yang harus kuperbuatkan? Nasib bagaimana yang bisa kuterima? Sabar tanpa ujungkah yang kau maksudkan untuk kalimat yang kau lontarkan? Bisakah dirimu sendiri melakukan? Mengapa tak kau terangkan berbagai jenis nikmat yang menghampiri setiap insan? Kenapa tak kau tuliskan pula bagaimana dan dengan cara bagaimana jenis nasib akan menghampirimu..

Suara hatiku mulai terdengar rintihannya. Mulailah berjalan dengan tanpa suara. Biarkan setitik pena menemanimu dan melihat segala perjuanganmu. Dan akhir tetap menjadi misteri.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar