Cerita
Tentang Sahabatku
Tulisanku
kali ini terilhami oleh cerita nyata kehidupan percintaan sahabatku sendiri,
mereka yang kusebut cak dan bolu. Dua sosok manusia yang paling dekat dan
kucintai dibumi metropolitan ini. let’s chek it out

Aku duduk di
kursi sambil melahap makananku yang kupesan beberapa saat lalu. Sambil
mendengarkan cerita nya, sambil memberikan solusi dan sambil memberinya
ketenangan. Setelah sendok terakhirku akan kemasukkan kedalam mulutku dia mulai
mengisahkan kegelisahannya secara perdana padaku. Dengan suara yang murni,
tatapan yang tulus, sambil terus dia mengutek hapeku yang sedari tadi
dipegangnya. Aku panggil saja dia Ari. Manusia asal planet Madura yang mampu
memukau sahabat dekatku sendiri, yang akan kusebut Dina dicerita ini. dan
manusia aneh itulah asal muasal mereka para teman-teman memanggilku dengan
sebutan ‘mama’. Aku sendiri Via, anak
perantuan yang ngekos bersama dengan Dina. Si bolu kukus J
“aku masih
berusaha ma, buat naro nama adek didalam hatiku. Dan tetap menjaganya sampai
nanti. Dan jika aku sudah beristri nanti akan kutaro nama istriku disebelah
nama adek. Dan jika dia suatu saat bertanya masihkah aku menyimpan namanya. Aku
akan menjawab “iya”. Aku akan berusaha selalu menjaga adek didalam hatiku asal
dia tidak berdusta padaku. Aku melihat adek, ia adalah sebuah keindahan surga,
ketika melihatnya rasa marah akan segera sirnah begitu saja”, cak sambil
tersenyum geli menceritakannya dan mengingat adeknya. Dengan aksen khas
Maduranya dia terus bercerita padaku, namun beberapa saat ketika dia sedang
bercerita padaku, aku menerima bbm. Aku membukanya ketika cak memberikan hp ku.
Sender : bolu
-momm bilang cak titip es miloo
Aku baca
keras – keras sehingga tak perlu lagi memberitahukan pada cak. Unik sekali
dalam seplastik es milo cak menyuruh ibu penjual untuk menuangkan 2 sachet milo
sekaligus dengan air yang hampir penuh dan es segunung. Seger banget. Aku sudah
bersiap satu sedotan satu lagi. Hahaha seger melihatnya membuatku tergiur juga.
Aku dan cak selesai membayar dan kita berdua kembali ke kampus. Berjumpa dengan
beberapa anak kelas yang duduk duduk didepan sekretariat. Sambil berbagi
minuman yang aku dan cak bawa sambil bercanda gurau dan setelah itu melanjutkan
lagi praktek kuliah yang harus kita rampungkan hari itu.

Awal Maret
2014, kita para mahasiswa mengikuti pembekalan 3 hari, dengan memakai baju
bebas dan tak saling kenal kita berkumpul menjadi satu disebuah ruangan. Untuk
memperkenalkan diri, dan untuk dikenal satu sama lain. Aku sedikit lupa
bagaimana wajah-wajah polos saat pertama kali bertemu mereka, namun satu sosok
yang paling kuingat ada sosok satu orang. Dia gadis tak berjilbab dengan rambut
dikuncir kuda memakai jaket hitam tebal dengan juteknya. Masih teringat
dibenakku saat itu, semua cewek saling bertukar nomor ponsel dan menanyakan
menganai sekolah asal, namun tidak dengan gadis yang satu ini. membatku ilfeel
pada awalnya. Akhirnya aku yang meminta duluan nomor ponselnya.
Dan… takdir
yang mempertemukan kita, ketika Dina sedang mencari tempat kos dan aku yang
sudah lebih dulu mendapatkan kos. Aku menawarkan untuk ngekos jadi satu
dengannya. Juga bertemu dengan ayahnya, yang sangat ramah, berbeda dengan
putrinya. Ayahnya setuju anaknya satu kos denganku. Dan awal cerita dimulai.

Aku masih
sendirian dikos siang itu, Dina dan ayahnya pulang. Untuk membawa barang-barang
dan persiapan lainnya. Masih kuingat sms nya ketika itu. Aku mengirim sms dia
duluan. Dalam benakku sebenarnya aku hanya takut. Takut Dina tidak nyaman
denganku. Takut Dina sebenarnya tidak ingin satu kos denganku. Dan takut
sebenarnya dia hanya dipaksa oleh ayahnya untuk satu kos denganku. Sehingga aku
mencoba membaur dengannya melalu pesan singkat ini. kekhawatiranku mulai pupus
ketika menerima balasan sms darinya yang aku pikir itu sedikit ramah. Walaupun
hanya sedikit saja. Namun aku tetap senang J
Esoknya dia
sambil membawa tas ransel pink dengan barang bawaan yang begitu sedikit
dibandingkan denganku. Ditemani ayahnya yang begitu ramahnya dan tetap
memberiku senyuman. Berbeda dengannya yang masih dengan wajah juteknya. Aku
tidak berfikir sejauh ini. menjadi teman dekat bahkan menjadi saudara
dengannya. Aku berfikir aku takkan cocok dengan makhluk satu ini. Dan aku akan mencari teman dekat lainnya.
Entahlah, selain Dina tentunya.

Hari
pertama, very simple and nothing. Pagi-pagi bangun untuk antri mandi. Dan bisa
– bisa memakan waktu jam-jaman. Saking cepetnya. Fiuh dunia ini penuh dengan
orang-orang yang begitu lama. Lama PDKT ujung-ujungnya gak jadi. Lama pacaran
hingga tahunan akhirnya kandas juga. Realita dunia yang membosankan I think.
Okey let’s back to the story again. Setelah antri panjang – panjangan kemudian
ganti baju atau juga terkadang sholat kalau hati kita sedang plong. Berdandan
dandan ria. Setelah itu membeli susu. Di depan kos terdapat toko yang menjual
kebutuhan rumahan. Juga terdapat frezer tepat didepan kamar kita. Dan kita
selalu dan selalu membeli minuman sebelum berangkat kuliah. Paling sering
membeli susu. Kemudian berangkat berjalan kaki. Sambil menikmati sengatan
matahari yang begitu menyilaukan pandangan. Sampai di kampus belajar dan
mendengarkan. Pulang berjalan kaki lagi. Begitu seterusnya sampai beberapa bulan
kedepan. Hingga waktu mempertemukan beberapa pasang hati. Pulang kuliah begitu
awal. Teman-teman memutuskan untuk pergi kesebuah mall. Aku dan beberapa teman
kelas gabung, namun ada beberapa juga yang tidak ikut dan langsung pulang.
Sampai dimall kita langsung ke lantai paling atas, tepatnya di food court. Dua
orang Madura itu baru datang. Salah satunya si Ari. Dia terlihat begitu mutung
dan lesu. Entahlah apa yang difikirkannya. Namun semuanya masih standar. Tidak
ada yang mengarahkan pandangan tanda suka, namun berbeda denganku. Aku sedikit
melirik ke cowok yang kutaksir agar mendapat perhatiannya. Sedang Dina asik
dengan bisik – bisik tetangganya dengan Gina temanku lainnya diujung sana. Aku
duduk berseberangan dengan Dina. Tak memungkinkan kita untuk bercakap – cakap.
Asik dengan kedua teman cowokku salah satunya yang kutaksir tadi, sebut saja
Fico lelaki berkulit gelap dengan postur besar dan tinggi dan satu lagi bernama
Didi kulit gelap dengan gigi yang begitu eksotis dan berkarya seni itu alias berliku-
liku bak rel kereta api. Haha anyway I like it. So funny J
Sepiring
nasi goreng dimakan bertiga. Aku Fico dan Didi mendapat seporsi piring untuk
dihabiskan namun kita begitu jaim. So annoying. Padahal aku sangat lapar. Oh
Godness. Si makhluk Madura itu mendapat sepiring, si Dina juga. Dan semuanya,
dengan sistim bagi porsi. Entah kita begitu adilnya dengan membagi sama rata,
atau … begitu tipisnya lembaran kertas di dompet kita. Entahlah. Hanya kita
sendiri yang tau. Termasuk aku. Bercengkerama sambil menghabiskan nasi di
piring kita terdengar suara begitu memecah telinga. Pyarrrrrr….. Ari memecahkan gelas kaca itu ketika hendak
mengambil minuman di pitcher. Semua orang memandangi group kita. It’s shame.
Memalukan. Semua tertunduk malu, termasuk aku. Ari dan Tio teman se sukunya
terdiam. Dan hanya memungut pecahan gelas yang berserakan. Situasi kembali
mencair dengan binang –bincang santai. After that we back to the home. Senang
rasanya, pulangnya aku dibonceng sama Fico. Fico dan Didi mampir di tempat
kosku dan Dina. Awal pertemuanku dengan pacar pertamaku di kampus dimulai.
Hujan begitu derasnya, seakan menahan mereka berdua untuk pulang dan sejenak
menemani hari dingin kita. Aku begitu dekat di hari pertama bersama Fico.
Sedang Dina yang masih kurasa cuek duduk disebelah sana. Sedikit jauh dariku.
Aku hanya ngobrol dengan Fico, kubuka hapenya dan kubaca bbm nya dengan
pacarnya. Bodohnya aku. Melihat kenyataan yang ada dan kucoba ingkarinya.
Setelah hujan sudah mereda mereka berdua pulang. Dan hariku kini hanya berdua
saja. Bersama orang yang masih asing dan sama sekali belum kusentuh hatinya.
Dina.
Hari – hari
berjalan sebagaimana biasanya. Aku, Dina, Fico, Didi, Ari, Tio. Sesekali teman
sekelas datang ketika menunggu sesuatu. Misalnya menunggu saat table maner,
casual, or anything else. Kami menghabiskan waktu bersama –sama di kamar
berukuran kira- kira 4x5 meter itu. Berdesakan dan berhimpitan sudah biasa.
Menceritakan dan membahas hal yang lucu dan menarik. Mencoba menarik kesimpulan
perihal kepribadian kami satu sama lain. Dan saling menyatukan hati, meski
secara tersirat. But it’s okey the time will showing the powerself. Just
waiting. Waiting for the real show and the real thing.

Lewati saja
bagian aku jadian bersama Fico. Tapi kalau kalian ingin mendengarnya oke aku
akan ceritakan sesuai versiku. Entah tokoh yang terlibat memberi ACC atau
enggak. I really don’t care. Ketika itu aku sedang menginap dirumah Dina di
daerah Malang. Malam menjelang aku masih belum memiliki bbm jadi tak bisa
memantau gebetanku. Dan melalui perantara hapenya Dina aku bisa tahu segala macam
yang terjadi. Specialy Fico. Foto profilnya, statusnya and many more. Aku diam
sibuk dengan hapeku sendiri yang masih jadul. Dina tiba-tiba datang dan
memberiku informasi. Fico memasang foto cewek dan status mengenai hubungannya
dengan cewek itu. Dina menanyakan kebenaran menganai kedekatanku dengan Fico.
And I explain. That’s true that I like him, and he likes me too. But I still can’t
accept about that fact. Make me sad and sad. Galau menghinggap diriku seketika.
Tak kubalas satupun pesan dari Fico. Membuat dirinya bingung, sedang diriku
yang sudah lebih dulu bingung. Penjelasan dilontarkan Fico melalui bbm dengan
Dina. Bodohnya untuk kedua kalinya aku tertipu daya. Kalian pasti tahu yang
kumaksud kan. Yeah. Aku jadian sama Fico, Yiiippy… L
Balik lagi
ke Surabaya menaiki bis. Sampai disurabaya langsung disambut dengan derasnya
hujan. Mengharuskan aku dan Dina berlarian menuju kos agar tak terlalu basah.
Keesokan paginya untung kita tak ada yang terkena flu atau demam akibat
hujan-hujanan kemarin. Seperti biasa lah kehidupan pelajar. Just studying not
different than before in senior high school. Ketika mereka para dosen mengajari
untuk set up table. Mengajari cara memakai sumpit, serving spoon dan serving
fork. Diriku sangat kesulitan sekali. Seumur – umur aku tak pernah
melakukannya. Diriku lulusan SMK Accounting berbeda dengan Dina yang lulusan
boga maka tak asing baginya. Mungkin dia sudah begitu kenyang dengan pelajaran
model tadi. Semuanya maju satu persatu mempraktekkan yang telah diajarkan. Dan
diantara teman-teman diriku sendiri yang paling lelet. Tak kutemukan semangat
dari wajah Dina, teman kosku. Aku hanya mendengar teriakan Heru, pemimpin kelas
yang begitu menyemangatiku. Namun aku sama sekali tak melihatnya. Dan di akhir
cerita aku tahu bahwa dia menaruh hati padaku. Yah pelajaran hari itu selesai.
Aku bersama Dina pulang ke kos. Tak lupa membeli makanan dulu, lapar menyerang
dengan terangnya. Setelah makan mereka semua para cowok yang kusebutkan diatas datang.
Selalu begini. Tiap pulang kuliah. Tiap hari. Aku sudah bermesraan dengan Fico,
namun aku belum memberi tahu Dina perihal hubunganku. Kulihat Ari mendekati
Dina, temanku. Aku tak menyukainya. Karena dia begitu banyak bicara. Semua
orang tertawa axcept me. Aku sangat dekat dengan Fico sehingga tak
memperhatikan Dina dan Ari. Kaget ketika aku menoleh kebelakang. Dina tidur
dipangkuan Ari dan Ari membelainya. Aku pikir what the hell is that? Dina,
cantik dan dia mau bersama oran gMadura itu. It’s oke lah, aku belum bisa
berkata - kata. Melihat aku belum terlalu kenal dan dekat dengannya.
Malam
menyapa. Mengusir sinar mentari untuk segera pergi. Dan bergantian cahaya bulan
dan bintang yang menemani kami. Para budak duniawi. Aku sendirian di kos. Dina
pergi keluar bersama Ari sampai menjelang pagi. Dan kuketahui setelah beberapa
lama bahwa ternyata mereka pergi ke danau, Dina hanya berkata mereka saling
bercerita perihal pengalaman hidup mereka. Aku hanya mendengarkan sambil
terheran. Sorry Dina. Sungguh. Aku terheran.
Besok malam
kejadian berulang, mereka berdua kembali pergi ke danau. Atau hanya sekedar
duduk duduk didepan kamar kos. Aku mendengar gemersik suara mereka berdua.
Sungguh aku begitu pusing. Tidur tak pulas dan mimpi pun tak berhinggap. Sampai
menjelang pagi dan mentari sudah kembali dengan tugasnya. Dina masuk sambil
membawa bubur yang dibelinya didepan kos bersama Ari. Mereka berdua begitu
intim sekarang. Bahkan melebihi apapun didunia ini, sebagai teman. Hari
berlalu, sampai semuanya terungkap. Dina dan Ari telah jadian. Well akhirnya
kutanyakan pada Dina,
“Din kamu
kok gak bilang sih ke aku kalau udah jadian sama Ari”
“sama kan,
kamu dulu jadian sama Fico juga gak bilang-bilang. Malah aku denger dari Fico”
Well, emang sih. Asal kamu tahu Din,
entah aku juga begitu tak yakin kalau aku benar – benar jadian sama Fico. Kamu
tahu Din aku hanya sebagai kacungnya Fico. Di tempat lain bidadari udah menanti
Fico. Aku hanya sebatas dewi penggoda yang hanya mampir sekelebat saja
dikehiduan Fico.
Suara hatiku berkata. Andai Dina bisa mendengarnya. Andai saja…
Pulang
kuliah seperti biasa. Namun yang tak biasa kita sudah berada pada posisi
pasangan kita masing-masing. Aku dengan Fico dan Dina dengan Ari. Namun hadir
juga Didi yang kuketahui bahwa dia menaruh hati pada Dina. Namun. It’s too
late. Let see. Dina udah kecantol sama lelaki Madura itu. Bercanda dan tertawa.
Kita semuanya hanyut dalam kelembutan siang yang mencekam itu, dibumi
metropolitan. Melupakan beban kita sejenak, melupakan penat beberapa saat. Dan
sementara amnesia menganai tanggungan hidup masing-masing. Normal untuk
kumpulan muda mudi yang memadu kasih. Serasa semuanya tak penting dan tak ada.
Yang ada hanya kita. Aku,dia dan kemesraan saja. Orang Madura memanggil semua
teman lelaki dengan sebutan cak, itu awal kita memanggilnya dan melupakan
sejenak nama aslinya. Ari.
“eh
temen-temen gimana kalau kita panggil Via dengan sebutan mama dan Fico dengan sebutan
papa”, pinta Ari
Aku hanya
diam sedang yang lainnya mengiyakannya. Begitupun Fico hanya tersenyum simpul
saja mendengar ucapan Ari. Semenjak detik itu dan seterusnya sampai sekarang.
Diriku menjadi mama. Bagi mereka para anak-anak kelas, hahaha lucu rasanya J

Pertama
hanya berdekatan, sedikit menyentuh, bersentuhan, dan saling mengunci satu sama
lain. Ketika Fico hendak pulang ditahan oleh Ari. Dan benar saja. Dia tingal
lebih lama lagi. Bersamaku dan Ari bersama Dina. Entah setan apa yang menghasut
kami. Terang-terangan kami melakukannya. Entah apa hanya aku dan Fico saja.
Bibir saling berdekatan. Sedikit bersentuhan dan saling berbagi kehangatan.
Almost every day we do it, I know it’s wrong. So wrong but i can’t reject it.
For the gay who love me.
Sudah bisa
ditebak hubungan dengan awal seperti itu takkan bertahan lama. Bagi para
pembaca ini adalah sebuah pelajaran. Jangan terlalu Terlena dengan yang namanya
perasaan. Itu bisa mematikanmu guys. Berfikir dengan jernih dan lihat dengan
mata terbuka. Jangan coba tutup matamu dengan kebenaran, dengan kenyataan. Dan
berfikir akibat yang akan menderamu ketika kau sampai pada penghujung. Jadilah
dirimu dan fikirkanlah hatimu yang mencoba menjerit keras saat dirimu berbuat
salah. Hanya sekedar sharing saja, dari pacar pertamaku di bumi metropolitan
ini. aku dan Fico sudah kandas. Aku sendiri. Namun tak bertahan lama. Beberapa
cowok mulai mendekatiku, mulai dari teman sekelasku sendiri atau teman beda
jurusan. Arga dan Adi. Sedangkan hubungan Dina dan Ari masih berlanjut.
Dibanding
dengan aku, Dina lebih doyan begadang dan tidur malam, sampai pada suatu ketika
Ari menantang ku. Untuk terjaga hingga pukul 5 pagi. Dan jika aku menang akan
dibelikannya ice cream dan sebatang coklat. Aku menyanggupinya agar tak
dipanggil lagi beruang kutub. Enak saja. Mereka-mereka tidak melihat, aku jauh
lebih langsing dari semua beruang kutub yang pernah ada didunia. Kita masih
berempat, aku, Dina, Ari dan Tio. Sampai tengah malam, ditemani kopi yang
dibuatkan Tio untuk kami. Namun kemampuan mata Tio sudah diragukan sejak awal.
Dia pulang duluan ke kos untuk tidur. Tinggalah kami bertiga saja. Kopi habis
dan hanya senandung music yang menemaniku agar jangan sampai tertidur. Mereka
berdua curang. Ketika yang satu mengantuk dan hampir tertidur yang satunya
berusaha membangunkan.begitupun sebaliknya. Kubuat membaca baca buku namun yang
terjadi semakin memperparah ngantukku saja. Sudah hampir pagi. Aku memaksakan
mataku agar tetap terbuka. Namun sia-sia saja mataku tertutup dengan rapatnya.
Sampai jam alarm berbunyi menandakan pukul 5 pagi. Mereka berdua masih membuka
mata. Dan aku terjingkat sambil reflek berkata,
“aku menang, aku menang. Kamu kalah cak”.
Mereka
berdua terbahak, yasudahlah. Iya aku kalah. Fine L
Cak sudah kembali
ke kosnya kita berdua bersiap tidur. Dan bangun pukul 10. Dengan perutku yang
mulas. Kamar masih tertutup dan ketokan kamar mulai terdengar dari luar.
Ternyata cak datang dengan kresek ditangannya. Yang berisi 2 ice cream dan 2
coklat. Terbayar deh begadang semalaman. Dan juga perut mulesku. Xixi

Kami sering
keluar berempat. Aku, Dina, Ari dan Tio. Entah sekedar mencari makan atau hanya
pergi nongkrong. Kami semakin dekat. Persahabatan tanpa pamrih tanpa tuntutan
dan hanya menerima. Sungguh memang yang membuat dunia ini indah ialah indahnya
jalinan kasih persahabatan. Kami berencana berlibur ke Malang. Menginap disalah
satu rumah teman kami disana. Ana. sayangnya Tio nggak ikut. Dan aku dibonceng
Adi. Salah satu cowok yang mendekatiku saat itu. Sudah diastikan Dina bersama
Ari. Dan dua teman kita lagi Didi dan Gina. Dua teman kami lagi yang sudah
menunggu dimalang tentu saja si tuan rumah. Ana dan kekasihnya. Touring yang
lengkap. Kami menikmatinya. Namun bertubi – tubi cobaan mendera. Mulai dari
permasalahan aku sendiri, Gina,dan Dina yang dimarahi orang tuanya. Kami tetap
memutuskan untuk bermalam di Malang, tepatnya dirumah Ana. kami masih menikmati
liburan kali itu. Pergi ke air terjun, goa Cina, dan makan sarapan bersama.
Sejuk terasa. Jam 12 siang ketika matahari terbit disana hawanya begitu
dinginnya. Membuat keintiman diantara teman-teman begitu berasa. Sudah puas
dengan jalan-jalan kami. Akhirnya kami semua pulang. Namun sebelum itu kami
mampir dulu untuk makan. Dan lagi-lagi insiden berlanjut. Kunci motor cak
hilang. Tak beberapa lama akhirnya ditemukan juga, ternyata ditemukan oleh
penjaga parkir. Dan kami semua berkendara pulang. Mampir dirumah Gina yang
jauhnya sangat-sangat untuk membantu menjelaskannya kepada orang tuanya setelah
itu mampir juga kerumah Dina. Dengan maksud dan tujuan yang sama. Setelah
semuanya selesai dan tak ada lagi salah faham kami semua melanjutkan perjalanan
ke Surabaya. Ditemani malam dengan semilir angin yang sepoi. Aku bersama Adi,
Dina dengan Ari, dan Didi sendirian berkendara. Melaju dan terus melaju
memembus dinginnya malam yang menusuk. Dan menikmati tiap meter dan centi
jalanan malam.

Bulan puasa
begitu beraroma, manis dan harum disetiap detiknya. Kami berempat pergi ke
Sampang. Tepatnya dirumah Ari. Bersama dengan Dina dan Tio. Berkendara dari
sore hari sampai malam tiba. Mampir ditempat makan bebek sinjay untuk berbuka puasa. Melanjutkan
perjalanan lagi di jalanan gulita tanpa penerangan. Sungguh romantic sekali. Untuk
persahabatan kita. Tiba juga di rumah Ari. Dan disuguhi ayam bakar. Kita
makan-makan lagi. Mandi dan beristirahat dikamar.keesokan harinya mobil
mengantar kami menuju pasar untuk membeli bahan-bahan makanan yang akan kita
masak untuk berbuka. Sungguh pulau itu begitu mnyengat dibulan yang penuh
berkat. Ketika terlalu capek dari pasar kita tidur di siang yang terik. Kita
terbangun di suatu sore yang mulai redup cahayanya. Tio masih dikamarnya sibuk
dengan ponselnya sendiri. Kita bertiga
sedang luluran. Saling meluluri badan satu sama lain, dina meluluri cak, cak
meluluriku, dan aku meluluri Dina. Berputar seperti roda tupai. Setelah sudah
untuk proses pemutihan dan pencerahan kulit kita membersihkan diri. Dan aku sangat
ingin sekali ke pantai sebelum berbuka. Padahal waktu sudah sedikit lagi akan
bedug. Cak menuruti ku dan kita berempat menghempas angin melaju menuju pantai.
Bagiku pantai adalah ketenangan, suara ombak bak melodi, dan dengan
ketenangannya itu mampu membawaku pada aroma surga. Melihat pantai, melihat
ombak, melihat pasir putih, dan melihat monyet liar. Kesederhanaan yang mampu
ciptakan kebahagiaan tersendiri bagi kami. Tentu takkan lengkap jika kita tak
mengabadikan momen special itu. Kita segera pulang ketika suara bedug maghrib
mulai terdengar. Pulang dengan cepat karena sudah tak sabar dengan buka yang
mengenyangkan.
Berbuka
bersama, dengan keluarga besar cak. Menikmati berbagai sajian yang lezat.
Setelah itu para cowok sholat, aku dan Dina hanya duduk saja. Maklumlah, para
wanita ngikut imam saja. Nitip maksudnya, hihi.
Malam
semakin larut. Aku sedang berada di line telfon dengan pacarku, yang di
Jakarta, Yudi. Cak bolak balik masuk kamar menemuiku dengan gelisah. Aku tak
terlalu memperhatikan karena sedang asik ngobrol dengan Yudi. Dia hanya berkata
sedang ada salah faham dengan Dina. Aku keluar. Dan benar saja emosi mereka
berdua semakin memuncak. Sampai pada Dina melemparkan hapenya didepan rumah
yang kesemuanya adalah batu-batuan kerikil kecil. Lalu dia segera masuk kamar. Tengkurap
dengan air mata melinang di pipinya. Aku langsung membuntutinya dan mencoba
menenangkannya. Cak masuk dan mencoba meminta maaf. Aku sendiri tak tahu menahu
apa yang terjadi sebenarnya. Mungkin begitu rasanya ketika sedang jatuh cinta.
Merasakan kenikmatan walaupun sedang berselisih paham. Namun salah faham tak
selamanya berlangsung. Cak ingin mengajakku beli bakmie. Namun aku masih telfon
dengan pacarku jadi terpaksa Dina yang menemaninya. Syukurlah pulang dari beli
bakmie keadaan mereka membaik J
Kita semua
beristirahat karena besok pagi - pagi sekali kami akan kembali ke Surabaya.
Kembali lagi di perjalanan panjang, dan kembali merasakan sengatan matahari
yang terik. Sampai di Surabaya kondisi cak drop. Dia ingin membatalkan puasanya
namun dia gengsi padaku. Akhirnya Dina menemaninya membeli makan dengan disuruh
tutup mulut terhadapku. Namun bangkai tetap bangkai cak, haha aku tahu
kebusukanmu. Kamu mokel puasa kan

Hari tak
seperti biasanya. Aku dan Dina saling acuh. Dan diam menyelimuti kami. Dengan
kejengkelan masing – masing yang terpendam dihati kami. Dia menangis dengan
caranya sendiri begitupun dengan aku. Entahlah rasanya dunia berbalik 180
derajat dari biasanya. Suasana kelas, suasana kamar, bahkan suasana di jalan.
Suasana semuanya. Dan semuanya menjadi asing tak terelakan dengan keegoisan
kami masing-masing. Aku yang ingin dimengerti tanpa bercerita lebih dulu takkan
bisa dilakukan oleh Dina. Dan sebaliknya.
Aku lupa
memberi selamat hari jadinya yang ke 20. Padahal aku teman dekatnya sekarang.
Membuatku semakin merasa bersalah. Dan masalahku yang kuderita. Aku hanya ingin
kamu menemaniku, hanya kamu tempat menampung ceritaku. Namun kau keluar bersama
dia. Semakin runyam. Hingga akhirnya keadaan semakin dibuat cak lebih runyam
lagi. Dengan mencoba mengadu domba kami satu sama lain karena ingin memberi
kejutan Dina. Sore - sore aku sudah berdandan dan bersiap untuk pergi. Aku
mendengar isakan Dina dan mencoba menutup telingaku. Agar tak sampai ikut
terharu. Segera dan secepatnya aku pergi. Menuju tempat kos cak bersama teman-teman
yang sudah bersiap disana dengan cake besar yang akan dipersembahkan untuk
kejutan Dina. Dina mengirimiku bbm. Dan semakin sulit aku menjawabnya.
Terlinanga air mataku, juga cak. Dan membuat haru suasana dikos cak sore itu.
Kita semakin bergegas untuk berjalan ke kos memberi surprise kepada Dina. Aku
dan teman – teman lainnya menunggu dibawah sambil menyanyikan lagu ulang tahun
agar Dina segera turun dan menerima kejutan dari kami. Suasana menjadi haru
kala melihat Dina dengan kucuran air mata yang begitu derasnya. Kami berdua
berpelukan. Seakan memberitahukan penyesalan kami. Dan kami berdua sama –sama
menyesal. Atas ketidak pekaan kami. Bumi berkata ‘be happy for your friend, they’re make you strong and tough’. Acara
ditutup dengan semua penjelasan cak atas keisengannya membuat kami saling tidak
nyaman. Makanan dimeja pun siap disantap. Doa-doa mengalir dari setiap mulut
kami untuk Dina. Semuanya yang terbaik untuk dina. Untuk sahabatku. Untuk teman
sekamarku. Untuk saudara kembarku. Untuk si bolu kukusku. I love you <3

Ulang tahun
teman kami yang satu ini lebih extreme lagi. Yah memang so sweet sih. Kami
membelikannya nasi dengan ikan bandeng. Ikan kesukaan Tio. Mencetak nasi dan
menaro kepala bandeng diatasnya. Sambil diberi kejutan tiup lilin di kosnya.
Kejam memang satu makhluk planet itu. Cak. Dia mengobok parit dan
menyiramkannya kebadan Tio. Fiuh baunya. Sumpah. Gak nahan. Bauk abisss. Namun
momen tetaplah special. Doa kami juga mengalir untukmu sahabat kami. Tio. Yang
akan lebih dulu On Job Training. Yang akan lebih dulu meninggalkan kami. Yang
baik hati siap mengantarku kemana-mana saat aku butuh. Dan sabar. Hope all the
best for you<3

#tugas
Conversation, Via-Dina-Ari-Tio
Mewawancarai
foreign secara langsung. Get the picture. Dan beberapa info yang harus kita
dapatkan lainnya. Kita berempat menuju tempat yang diperkirakan tempat turis - turis
itu berlibur. Akhirnya kita memutuskan untuk ke tugu pahlawan. Siang sampai
sore kita menunggu. Namun si hidung mancung belum juga terjangkau oleh mata
kita. Lama menunggu kita memutuskan pulang. Namun mata sipitku berhasil
menangkap bayangan seorang berpostur tinggi, berbaju kotak-kotak, dan mancung
itu. Segera kita mengejar dia. Dengan malu – malu kami membuntutinya. Susah
memulainya. Karena kita malu untuk memulai percakapan dengan turis itu. Namun
keharusan tugas yang membuat kita tebal muka. Setelah kami berhasil untuk
menarik perhatian bule itu kita bercakap cakap panjang lebar. Dan setelah
wawancara usai kita berfoto ria. Yesss. Have done. Kami bersiap pulang dengan
puas diri.
#tugas kwu,
Via-Dina-Ari-Tio-Gina-Nanda
Membuat
proposal, dan mengaplikasikan. Susah susah gampang. Kami berenam satu group
yang kompak. Setelah proposal kami rampungkan sekarang kita jualan. Kelompok
kami membuat prosperity chili (Lombok Rejeki) atas usul Dina dengan bantuan
ayahnya yang seorang koki hebat. Hari libur, subuh-subuh kami semua berkumpul
untuk berbelanja keperluan bahan untuk membuat si prosperity chili. Sampai
siang hari. Mulai memotong Lombok sebanyak 3 kilo. Sudah cukup membuat tangan
kami semua terasa panas. Dengan bantuan ibunya Nanda kami mengerjakannya.
Mengupas Lombok, membuat bumbu. Menggiling bumbu. Dan menggoreng kami lakukan
semua dirumah Nanda. Setelah itu kami berlima pulang. Besoknya sepulang kuliah
kami langsung menuju rumah nanda untuk yang kedua kalinya. Sekarang tugas kami
adalah membungkus adonan ayam di tubuh Lombok yang sudah dibuang isinya itu.
Dina dan cak kembali ke kos untuk mengambil bungkus yang tertinggal. Aku dan
nanda membeli perlengkapan penghias di toko dekat rumahnya. Gina izin pulang
duluan karea tuntutan pekerjaannya. It’s oke lah ya. Kita maklum. Karena kami
manusia pemaklum. Sedang Tio sebagai mandor saja, dirumah Nanda dengan ibunya
Nanda. Lapar menyerang. Ketika perjalanan pulang Cak dan Dina membelikan
makanan untuk dimakan bersama. Kebersamaan mulai terasa hangatnya. Kerja keras
membuahkan hasil. Semuanya selesai malam itu. Namun perjuangan masih berlanjut.
Sekarang bagaimana kami dapat menjual habis dan mendapat keuntungan dari
prosperity chili. Dan lagi – lagi kerja keras memperlihatkan kesungguhannya.
Tak ada yang gagal ketika kita terus berjalan dan terus berusaha. Keep spirit.
Remember we’re still young guys J

Sulit
memang. Dalam kondisi saling mencinta. Mereka berdua diharuskan berpisah karena
alasan ingin membahagiakan orang tua. Namun kebenaran selalu berkata orang tua
selalu ingin yang terbaik bagi anaknya. Dan tak ada yang namanya orang tua tega
menjerumuskan anaknya. Karena ketidaksempurnaan tubuh itu membuat semuanya
berakhir pilu. Air mata menggenangi lautan hati mereka. Tak kuasa lagi. Mungkin
tak ada kata-kata yang mampu mewakili perasaan mereka. Selain hanya air mata
kepedihan. Semuanya sudah berjalan sejauh ini, sudah sejauh 8 bulan ini mereka
bersama. Bersama – sama menghabiskan waktu, dan saling bercanda bahagia.
Sekarang semuanya berbalik arah.
#sebab
Sikap cak
yang begitu istimewanya. Berbeda dari yang beda. Berwarna dari warna pelangi
yang ada. Lebih berliku daripada liku rel kereta. Lebih ganas dari ombaknya
lautan yang murka dan lebih sejuknya daripada embun pagi yang menyapa. Kesalah
fahaman terjadi ketika cak menginap seminggu dirumah Dina. Belajar memasak
bersama ayah Dina yang seorang koki pengalaman. Sikapnya yang tanpa saringan
itu membuat semua orang yang melihatnya menelan ludah. Begitupun teman sekelas
kami, begitupun jua aku sebagai teman terdekatnya. Sering kucoba berkata kepada
Dina namun memang dasar tabiatnya cak yang tak bisa menerima masukan dari
orang. Termasuk kami. Orang – orang terdekatnya sendiri. Mencoba mendengar kami
saja enggan apalagi mengerti apa yang kita ingin beritahukan kepadanya. Hal
itulah yang membuat orang tua Dina berfikir dua kali untuk merelakan anak
wanita tercantiknya bila bersama – sama lelaki Madura itu.

Apapun yang
terjadi apapun yang menimpa kita, seberat apapun beban hidup kita life must go
on, right? Begitupun pada mereka berdua. Namun tak mudah menjadikan situasi
untuk kembali tenang. Untuk kembali nyaman. Dengan status yang berbeda. Dan
bukan siapa-siapa. Hanya sekedar teman dekat atau bisa juga disebut teman
special antara mereka berdua. Semenjak putusnya mereka, cak menjadi hilang
akal, hilang senyuman dan hilang semangat. Entah aku dan Dina tak tahu apa yang
coba dia lakukan untuk menutupi kesedihannya. Dina sudah mencoba tegar. Tak
hanya cak yang sedih dan teriris. Begitupun dengan Dina. Dia sering menyendiri.
Bertemu malam yang sepi, mendengar alunan lagu yang mencoba menjadi pelipur
lara. Namun tak lama dia mencoba bangkit dari keterpurukannya. Dia dekat dengan
beberapa lelaki. Yang niat awalnya hanya sebagai penghalau rindunya kepada sang
teddy. Sampai detik ini cak masih menyimpan rasa pada Dina. Masih membuntuti
Dina jika keluar dengan lelaki lain. Dan masih mengurusi Dina ketika sakit.
Namun semua pada batas-batas yang sudah ditentukan. Tak lebih dan tak kurang.
Seluas samudra cinta cak untuk Dina. Separuh lautan cinta Dina untuk Cak,
seluas langit perhatian yang coba dikasihkan cak kepada Dina. Dan seharum aroma
mewangi bunga – bunga yang tumbuh mekar di taman. Layaknya aroma mewangi kisah
cinta mereka berdua. Sudah sejauh ini mereka berdua berhasil melaluinya. Sudah
sekuat ini mereka berdua menjalani hari –hari. Mencoba membaur dengan kenyataan
yang ada. Mencoba menikmati masa-masa yang pernah kelam. Mencoba saling memberi
perhatian diambang batas-batas yang sudah ditentukan. Karena sungai tetap harus
mengalir tidak perduli banyaknya bebatuan yang menghalau. Sungai tetap harus
mengalir.
(28 Oktober
2014, Bella Nosevia A.)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar