Jumat, 07 November 2014

Cerita Tentang Sahabatku

Tulisanku kali ini terilhami oleh cerita nyata kehidupan percintaan sahabatku sendiri, mereka yang kusebut cak dan bolu. Dua sosok manusia yang paling dekat dan kucintai dibumi metropolitan ini. let’s chek it out
*    Intro…
Aku duduk di kursi sambil melahap makananku yang kupesan beberapa saat lalu. Sambil mendengarkan cerita nya, sambil memberikan solusi dan sambil memberinya ketenangan. Setelah sendok terakhirku akan kemasukkan kedalam mulutku dia mulai mengisahkan kegelisahannya secara perdana padaku. Dengan suara yang murni, tatapan yang tulus, sambil terus dia mengutek hapeku yang sedari tadi dipegangnya. Aku panggil saja dia Ari. Manusia asal planet Madura yang mampu memukau sahabat dekatku sendiri, yang akan kusebut Dina dicerita ini. dan manusia aneh itulah asal muasal mereka para teman-teman memanggilku dengan sebutan ‘mama’. Aku sendiri Via, anak perantuan yang ngekos bersama dengan Dina. Si bolu kukus J
“aku masih berusaha ma, buat naro nama adek didalam hatiku. Dan tetap menjaganya sampai nanti. Dan jika aku sudah beristri nanti akan kutaro nama istriku disebelah nama adek. Dan jika dia suatu saat bertanya masihkah aku menyimpan namanya. Aku akan menjawab “iya”. Aku akan berusaha selalu menjaga adek didalam hatiku asal dia tidak berdusta padaku. Aku melihat adek, ia adalah sebuah keindahan surga, ketika melihatnya rasa marah akan segera sirnah begitu saja”, cak sambil tersenyum geli menceritakannya dan mengingat adeknya. Dengan aksen khas Maduranya dia terus bercerita padaku, namun beberapa saat ketika dia sedang bercerita padaku, aku menerima bbm. Aku membukanya ketika cak memberikan hp ku.
Sender : bolu
-momm bilang cak titip es miloo
Aku baca keras – keras sehingga tak perlu lagi memberitahukan pada cak. Unik sekali dalam seplastik es milo cak menyuruh ibu penjual untuk menuangkan 2 sachet milo sekaligus dengan air yang hampir penuh dan es segunung. Seger banget. Aku sudah bersiap satu sedotan satu lagi. Hahaha seger melihatnya membuatku tergiur juga. Aku dan cak selesai membayar dan kita berdua kembali ke kampus. Berjumpa dengan beberapa anak kelas yang duduk duduk didepan sekretariat. Sambil berbagi minuman yang aku dan cak bawa sambil bercanda gurau dan setelah itu melanjutkan lagi praktek kuliah yang harus kita rampungkan hari itu.

*    Let’s beginning
Awal Maret 2014, kita para mahasiswa mengikuti pembekalan 3 hari, dengan memakai baju bebas dan tak saling kenal kita berkumpul menjadi satu disebuah ruangan. Untuk memperkenalkan diri, dan untuk dikenal satu sama lain. Aku sedikit lupa bagaimana wajah-wajah polos saat pertama kali bertemu mereka, namun satu sosok yang paling kuingat ada sosok satu orang. Dia gadis tak berjilbab dengan rambut dikuncir kuda memakai jaket hitam tebal dengan juteknya. Masih teringat dibenakku saat itu, semua cewek saling bertukar nomor ponsel dan menanyakan menganai sekolah asal, namun tidak dengan gadis yang satu ini. membatku ilfeel pada awalnya. Akhirnya aku yang meminta duluan nomor ponselnya.
Dan… takdir yang mempertemukan kita, ketika Dina sedang mencari tempat kos dan aku yang sudah lebih dulu mendapatkan kos. Aku menawarkan untuk ngekos jadi satu dengannya. Juga bertemu dengan ayahnya, yang sangat ramah, berbeda dengan putrinya. Ayahnya setuju anaknya satu kos denganku. Dan awal cerita dimulai.
*    Inti Intro
Aku masih sendirian dikos siang itu, Dina dan ayahnya pulang. Untuk membawa barang-barang dan persiapan lainnya. Masih kuingat sms nya ketika itu. Aku mengirim sms dia duluan. Dalam benakku sebenarnya aku hanya takut. Takut Dina tidak nyaman denganku. Takut Dina sebenarnya tidak ingin satu kos denganku. Dan takut sebenarnya dia hanya dipaksa oleh ayahnya untuk satu kos denganku. Sehingga aku mencoba membaur dengannya melalu pesan singkat ini. kekhawatiranku mulai pupus ketika menerima balasan sms darinya yang aku pikir itu sedikit ramah. Walaupun hanya sedikit saja. Namun aku tetap senang J
Esoknya dia sambil membawa tas ransel pink dengan barang bawaan yang begitu sedikit dibandingkan denganku. Ditemani ayahnya yang begitu ramahnya dan tetap memberiku senyuman. Berbeda dengannya yang masih dengan wajah juteknya. Aku tidak berfikir sejauh ini. menjadi teman dekat bahkan menjadi saudara dengannya. Aku berfikir aku takkan cocok dengan makhluk satu ini.  Dan aku akan mencari teman dekat lainnya. Entahlah, selain Dina tentunya.

*    Keseharian di Kos pertama
Hari pertama, very simple and nothing. Pagi-pagi bangun untuk antri mandi. Dan bisa – bisa memakan waktu jam-jaman. Saking cepetnya. Fiuh dunia ini penuh dengan orang-orang yang begitu lama. Lama PDKT ujung-ujungnya gak jadi. Lama pacaran hingga tahunan akhirnya kandas juga. Realita dunia yang membosankan I think. Okey let’s back to the story again. Setelah antri panjang – panjangan kemudian ganti baju atau juga terkadang sholat kalau hati kita sedang plong. Berdandan dandan ria. Setelah itu membeli susu. Di depan kos terdapat toko yang menjual kebutuhan rumahan. Juga terdapat frezer tepat didepan kamar kita. Dan kita selalu dan selalu membeli minuman sebelum berangkat kuliah. Paling sering membeli susu. Kemudian berangkat berjalan kaki. Sambil menikmati sengatan matahari yang begitu menyilaukan pandangan. Sampai di kampus belajar dan mendengarkan. Pulang berjalan kaki lagi. Begitu seterusnya sampai beberapa bulan kedepan. Hingga waktu mempertemukan beberapa pasang hati. Pulang kuliah begitu awal. Teman-teman memutuskan untuk pergi kesebuah mall. Aku dan beberapa teman kelas gabung, namun ada beberapa juga yang tidak ikut dan langsung pulang. Sampai dimall kita langsung ke lantai paling atas, tepatnya di food court. Dua orang Madura itu baru datang. Salah satunya si Ari. Dia terlihat begitu mutung dan lesu. Entahlah apa yang difikirkannya. Namun semuanya masih standar. Tidak ada yang mengarahkan pandangan tanda suka, namun berbeda denganku. Aku sedikit melirik ke cowok yang kutaksir agar mendapat perhatiannya. Sedang Dina asik dengan bisik – bisik tetangganya dengan Gina temanku lainnya diujung sana. Aku duduk berseberangan dengan Dina. Tak memungkinkan kita untuk bercakap – cakap. Asik dengan kedua teman cowokku salah satunya yang kutaksir tadi, sebut saja Fico lelaki berkulit gelap dengan postur besar dan tinggi dan satu lagi bernama Didi kulit gelap dengan gigi yang begitu eksotis dan berkarya seni itu alias berliku- liku bak rel kereta api. Haha anyway I like it. So funny J
Sepiring nasi goreng dimakan bertiga. Aku Fico dan Didi mendapat seporsi piring untuk dihabiskan namun kita begitu jaim. So annoying. Padahal aku sangat lapar. Oh Godness. Si makhluk Madura itu mendapat sepiring, si Dina juga. Dan semuanya, dengan sistim bagi porsi. Entah kita begitu adilnya dengan membagi sama rata, atau … begitu tipisnya lembaran kertas di dompet kita. Entahlah. Hanya kita sendiri yang tau. Termasuk aku. Bercengkerama sambil menghabiskan nasi di piring kita terdengar suara begitu memecah telinga. Pyarrrrrr…..  Ari memecahkan gelas kaca itu ketika hendak mengambil minuman di pitcher. Semua orang memandangi group kita. It’s shame. Memalukan. Semua tertunduk malu, termasuk aku. Ari dan Tio teman se sukunya terdiam. Dan hanya memungut pecahan gelas yang berserakan. Situasi kembali mencair dengan binang –bincang santai. After that we back to the home. Senang rasanya, pulangnya aku dibonceng sama Fico. Fico dan Didi mampir di tempat kosku dan Dina. Awal pertemuanku dengan pacar pertamaku di kampus dimulai. Hujan begitu derasnya, seakan menahan mereka berdua untuk pulang dan sejenak menemani hari dingin kita. Aku begitu dekat di hari pertama bersama Fico. Sedang Dina yang masih kurasa cuek duduk disebelah sana. Sedikit jauh dariku. Aku hanya ngobrol dengan Fico, kubuka hapenya dan kubaca bbm nya dengan pacarnya. Bodohnya aku. Melihat kenyataan yang ada dan kucoba ingkarinya. Setelah hujan sudah mereda mereka berdua pulang. Dan hariku kini hanya berdua saja. Bersama orang yang masih asing dan sama sekali belum kusentuh hatinya. Dina.
Hari – hari berjalan sebagaimana biasanya. Aku, Dina, Fico, Didi, Ari, Tio. Sesekali teman sekelas datang ketika menunggu sesuatu. Misalnya menunggu saat table maner, casual, or anything else. Kami menghabiskan waktu bersama –sama di kamar berukuran kira- kira 4x5 meter itu. Berdesakan dan berhimpitan sudah biasa. Menceritakan dan membahas hal yang lucu dan menarik. Mencoba menarik kesimpulan perihal kepribadian kami satu sama lain. Dan saling menyatukan hati, meski secara tersirat. But it’s okey the time will showing the powerself. Just waiting. Waiting for the real show and the real thing.


*    Pacar Pertama ku dan Pertama kedekatan si bolu dan Cak
Lewati saja bagian aku jadian bersama Fico. Tapi kalau kalian ingin mendengarnya oke aku akan ceritakan sesuai versiku. Entah tokoh yang terlibat memberi ACC atau enggak. I really don’t care. Ketika itu aku sedang menginap dirumah Dina di daerah Malang. Malam menjelang aku masih belum memiliki bbm jadi tak bisa memantau gebetanku. Dan melalui perantara hapenya Dina aku bisa tahu segala macam yang terjadi. Specialy Fico. Foto profilnya, statusnya and many more. Aku diam sibuk dengan hapeku sendiri yang masih jadul. Dina tiba-tiba datang dan memberiku informasi. Fico memasang foto cewek dan status mengenai hubungannya dengan cewek itu. Dina menanyakan kebenaran menganai kedekatanku dengan Fico. And I explain. That’s true that I like him, and he likes me too. But I still can’t accept about that fact. Make me sad and sad. Galau menghinggap diriku seketika. Tak kubalas satupun pesan dari Fico. Membuat dirinya bingung, sedang diriku yang sudah lebih dulu bingung. Penjelasan dilontarkan Fico melalui bbm dengan Dina. Bodohnya untuk kedua kalinya aku tertipu daya. Kalian pasti tahu yang kumaksud kan. Yeah. Aku jadian sama Fico, Yiiippy… L
Balik lagi ke Surabaya menaiki bis. Sampai disurabaya langsung disambut dengan derasnya hujan. Mengharuskan aku dan Dina berlarian menuju kos agar tak terlalu basah. Keesokan paginya untung kita tak ada yang terkena flu atau demam akibat hujan-hujanan kemarin. Seperti biasa lah kehidupan pelajar. Just studying not different than before in senior high school. Ketika mereka para dosen mengajari untuk set up table. Mengajari cara memakai sumpit, serving spoon dan serving fork. Diriku sangat kesulitan sekali. Seumur – umur aku tak pernah melakukannya. Diriku lulusan SMK Accounting berbeda dengan Dina yang lulusan boga maka tak asing baginya. Mungkin dia sudah begitu kenyang dengan pelajaran model tadi. Semuanya maju satu persatu mempraktekkan yang telah diajarkan. Dan diantara teman-teman diriku sendiri yang paling lelet. Tak kutemukan semangat dari wajah Dina, teman kosku. Aku hanya mendengar teriakan Heru, pemimpin kelas yang begitu menyemangatiku. Namun aku sama sekali tak melihatnya. Dan di akhir cerita aku tahu bahwa dia menaruh hati padaku. Yah pelajaran hari itu selesai. Aku bersama Dina pulang ke kos. Tak lupa membeli makanan dulu, lapar menyerang dengan terangnya. Setelah makan mereka semua para cowok yang kusebutkan diatas datang. Selalu begini. Tiap pulang kuliah. Tiap hari. Aku sudah bermesraan dengan Fico, namun aku belum memberi tahu Dina perihal hubunganku. Kulihat Ari mendekati Dina, temanku. Aku tak menyukainya. Karena dia begitu banyak bicara. Semua orang tertawa axcept me. Aku sangat dekat dengan Fico sehingga tak memperhatikan Dina dan Ari. Kaget ketika aku menoleh kebelakang. Dina tidur dipangkuan Ari dan Ari membelainya. Aku pikir what the hell is that? Dina, cantik dan dia mau bersama oran gMadura itu. It’s oke lah, aku belum bisa berkata - kata. Melihat aku belum terlalu kenal dan dekat dengannya.
Malam menyapa. Mengusir sinar mentari untuk segera pergi. Dan bergantian cahaya bulan dan bintang yang menemani kami. Para budak duniawi. Aku sendirian di kos. Dina pergi keluar bersama Ari sampai menjelang pagi. Dan kuketahui setelah beberapa lama bahwa ternyata mereka pergi ke danau, Dina hanya berkata mereka saling bercerita perihal pengalaman hidup mereka. Aku hanya mendengarkan sambil terheran. Sorry Dina. Sungguh. Aku terheran.
Besok malam kejadian berulang, mereka berdua kembali pergi ke danau. Atau hanya sekedar duduk duduk didepan kamar kos. Aku mendengar gemersik suara mereka berdua. Sungguh aku begitu pusing. Tidur tak pulas dan mimpi pun tak berhinggap. Sampai menjelang pagi dan mentari sudah kembali dengan tugasnya. Dina masuk sambil membawa bubur yang dibelinya didepan kos bersama Ari. Mereka berdua begitu intim sekarang. Bahkan melebihi apapun didunia ini, sebagai teman. Hari berlalu, sampai semuanya terungkap. Dina dan Ari telah jadian. Well akhirnya kutanyakan pada Dina,
“Din kamu kok gak bilang sih ke aku kalau udah jadian sama Ari”
“sama kan, kamu dulu jadian sama Fico juga gak bilang-bilang. Malah aku denger dari Fico”
Well, emang sih. Asal kamu tahu Din, entah aku juga begitu tak yakin kalau aku benar – benar jadian sama Fico. Kamu tahu Din aku hanya sebagai kacungnya Fico. Di tempat lain bidadari udah menanti Fico. Aku hanya sebatas dewi penggoda yang hanya mampir sekelebat saja dikehiduan Fico. Suara hatiku berkata. Andai Dina bisa mendengarnya. Andai saja…
Pulang kuliah seperti biasa. Namun yang tak biasa kita sudah berada pada posisi pasangan kita masing-masing. Aku dengan Fico dan Dina dengan Ari. Namun hadir juga Didi yang kuketahui bahwa dia menaruh hati pada Dina. Namun. It’s too late. Let see. Dina udah kecantol sama lelaki Madura itu. Bercanda dan tertawa. Kita semuanya hanyut dalam kelembutan siang yang mencekam itu, dibumi metropolitan. Melupakan beban kita sejenak, melupakan penat beberapa saat. Dan sementara amnesia menganai tanggungan hidup masing-masing. Normal untuk kumpulan muda mudi yang memadu kasih. Serasa semuanya tak penting dan tak ada. Yang ada hanya kita. Aku,dia dan kemesraan saja. Orang Madura memanggil semua teman lelaki dengan sebutan cak, itu awal kita memanggilnya dan melupakan sejenak nama aslinya. Ari.
“eh temen-temen gimana kalau kita panggil Via dengan sebutan mama  dan Fico dengan sebutan papa”, pinta Ari
Aku hanya diam sedang yang lainnya mengiyakannya. Begitupun Fico hanya tersenyum simpul saja mendengar ucapan Ari. Semenjak detik itu dan seterusnya sampai sekarang. Diriku menjadi mama. Bagi mereka para anak-anak kelas, hahaha lucu rasanya J
*    Date unhealthy
Pertama hanya berdekatan, sedikit menyentuh, bersentuhan, dan saling mengunci satu sama lain. Ketika Fico hendak pulang ditahan oleh Ari. Dan benar saja. Dia tingal lebih lama lagi. Bersamaku dan Ari bersama Dina. Entah setan apa yang menghasut kami. Terang-terangan kami melakukannya. Entah apa hanya aku dan Fico saja. Bibir saling berdekatan. Sedikit bersentuhan dan saling berbagi kehangatan. Almost every day we do it, I know it’s wrong. So wrong but i can’t reject it. For the gay who love me.
Sudah bisa ditebak hubungan dengan awal seperti itu takkan bertahan lama. Bagi para pembaca ini adalah sebuah pelajaran. Jangan terlalu Terlena dengan yang namanya perasaan. Itu bisa mematikanmu guys. Berfikir dengan jernih dan lihat dengan mata terbuka. Jangan coba tutup matamu dengan kebenaran, dengan kenyataan. Dan berfikir akibat yang akan menderamu ketika kau sampai pada penghujung. Jadilah dirimu dan fikirkanlah hatimu yang mencoba menjerit keras saat dirimu berbuat salah. Hanya sekedar sharing saja, dari pacar pertamaku di bumi metropolitan ini. aku dan Fico sudah kandas. Aku sendiri. Namun tak bertahan lama. Beberapa cowok mulai mendekatiku, mulai dari teman sekelasku sendiri atau teman beda jurusan. Arga dan Adi. Sedangkan hubungan Dina dan Ari masih berlanjut.
Dibanding dengan aku, Dina lebih doyan begadang dan tidur malam, sampai pada suatu ketika Ari menantang ku. Untuk terjaga hingga  pukul 5 pagi. Dan jika aku menang akan dibelikannya ice cream dan sebatang coklat. Aku menyanggupinya agar tak dipanggil lagi beruang kutub. Enak saja. Mereka-mereka tidak melihat, aku jauh lebih langsing dari semua beruang kutub yang pernah ada didunia. Kita masih berempat, aku, Dina, Ari dan Tio. Sampai tengah malam, ditemani kopi yang dibuatkan Tio untuk kami. Namun kemampuan mata Tio sudah diragukan sejak awal. Dia pulang duluan ke kos untuk tidur. Tinggalah kami bertiga saja. Kopi habis dan hanya senandung music yang menemaniku agar jangan sampai tertidur. Mereka berdua curang. Ketika yang satu mengantuk dan hampir tertidur yang satunya berusaha membangunkan.begitupun sebaliknya. Kubuat membaca baca buku namun yang terjadi semakin memperparah ngantukku saja. Sudah hampir pagi. Aku memaksakan mataku agar tetap terbuka. Namun sia-sia saja mataku tertutup dengan rapatnya. Sampai jam alarm berbunyi menandakan pukul 5 pagi. Mereka berdua masih membuka mata. Dan aku terjingkat sambil reflek berkata,
 “aku menang, aku menang. Kamu kalah cak”.
Mereka berdua terbahak, yasudahlah. Iya aku kalah. Fine L
Cak sudah kembali ke kosnya kita berdua bersiap tidur. Dan bangun pukul 10. Dengan perutku yang mulas. Kamar masih tertutup dan ketokan kamar mulai terdengar dari luar. Ternyata cak datang dengan kresek ditangannya. Yang berisi 2 ice cream dan 2 coklat. Terbayar deh begadang semalaman. Dan juga perut mulesku. Xixi
*    Menjalin persahabatan
Kami sering keluar berempat. Aku, Dina, Ari dan Tio. Entah sekedar mencari makan atau hanya pergi nongkrong. Kami semakin dekat. Persahabatan tanpa pamrih tanpa tuntutan dan hanya menerima. Sungguh memang yang membuat dunia ini indah ialah indahnya jalinan kasih persahabatan. Kami berencana berlibur ke Malang. Menginap disalah satu rumah teman kami disana. Ana. sayangnya Tio nggak ikut. Dan aku dibonceng Adi. Salah satu cowok yang mendekatiku saat itu. Sudah diastikan Dina bersama Ari. Dan dua teman kita lagi Didi dan Gina. Dua teman kami lagi yang sudah menunggu dimalang tentu saja si tuan rumah. Ana dan kekasihnya. Touring yang lengkap. Kami menikmatinya. Namun bertubi – tubi cobaan mendera. Mulai dari permasalahan aku sendiri, Gina,dan Dina yang dimarahi orang tuanya. Kami tetap memutuskan untuk bermalam di Malang, tepatnya dirumah Ana. kami masih menikmati liburan kali itu. Pergi ke air terjun, goa Cina, dan makan sarapan bersama. Sejuk terasa. Jam 12 siang ketika matahari terbit disana hawanya begitu dinginnya. Membuat keintiman diantara teman-teman begitu berasa. Sudah puas dengan jalan-jalan kami. Akhirnya kami semua pulang. Namun sebelum itu kami mampir dulu untuk makan. Dan lagi-lagi insiden berlanjut. Kunci motor cak hilang. Tak beberapa lama akhirnya ditemukan juga, ternyata ditemukan oleh penjaga parkir. Dan kami semua berkendara pulang. Mampir dirumah Gina yang jauhnya sangat-sangat untuk membantu menjelaskannya kepada orang tuanya setelah itu mampir juga kerumah Dina. Dengan maksud dan tujuan yang sama. Setelah semuanya selesai dan tak ada lagi salah faham kami semua melanjutkan perjalanan ke Surabaya. Ditemani malam dengan semilir angin yang sepoi. Aku bersama Adi, Dina dengan Ari, dan Didi sendirian berkendara. Melaju dan terus melaju memembus dinginnya malam yang menusuk. Dan menikmati tiap meter dan centi jalanan malam.
*    Holiday in salt island
Bulan puasa begitu beraroma, manis dan harum disetiap detiknya. Kami berempat pergi ke Sampang. Tepatnya dirumah Ari. Bersama dengan Dina dan Tio. Berkendara dari sore hari sampai malam tiba. Mampir ditempat makan  bebek sinjay untuk berbuka puasa. Melanjutkan perjalanan lagi di jalanan gulita tanpa penerangan. Sungguh romantic sekali. Untuk persahabatan kita. Tiba juga di rumah Ari. Dan disuguhi ayam bakar. Kita makan-makan lagi. Mandi dan beristirahat dikamar.keesokan harinya mobil mengantar kami menuju pasar untuk membeli bahan-bahan makanan yang akan kita masak untuk berbuka. Sungguh pulau itu begitu mnyengat dibulan yang penuh berkat. Ketika terlalu capek dari pasar kita tidur di siang yang terik. Kita terbangun di suatu sore yang mulai redup cahayanya. Tio masih dikamarnya sibuk dengan  ponselnya sendiri. Kita bertiga sedang luluran. Saling meluluri badan satu sama lain, dina meluluri cak, cak meluluriku, dan aku meluluri Dina. Berputar seperti roda tupai. Setelah sudah untuk proses pemutihan dan pencerahan kulit kita membersihkan diri. Dan aku sangat ingin sekali ke pantai sebelum berbuka. Padahal waktu sudah sedikit lagi akan bedug. Cak menuruti ku dan kita berempat menghempas angin melaju menuju pantai. Bagiku pantai adalah ketenangan, suara ombak bak melodi, dan dengan ketenangannya itu mampu membawaku pada aroma surga. Melihat pantai, melihat ombak, melihat pasir putih, dan melihat monyet liar. Kesederhanaan yang mampu ciptakan kebahagiaan tersendiri bagi kami. Tentu takkan lengkap jika kita tak mengabadikan momen special itu. Kita segera pulang ketika suara bedug maghrib mulai terdengar. Pulang dengan cepat karena sudah tak sabar dengan buka yang mengenyangkan.
Berbuka bersama, dengan keluarga besar cak. Menikmati berbagai sajian yang lezat. Setelah itu para cowok sholat, aku dan Dina hanya duduk saja. Maklumlah, para wanita ngikut imam saja. Nitip maksudnya, hihi.
Malam semakin larut. Aku sedang berada di line telfon dengan pacarku, yang di Jakarta, Yudi. Cak bolak balik masuk kamar menemuiku dengan gelisah. Aku tak terlalu memperhatikan karena sedang asik ngobrol dengan Yudi. Dia hanya berkata sedang ada salah faham dengan Dina. Aku keluar. Dan benar saja emosi mereka berdua semakin memuncak. Sampai pada Dina melemparkan hapenya didepan rumah yang kesemuanya adalah batu-batuan kerikil kecil. Lalu dia segera masuk kamar. Tengkurap dengan air mata melinang di pipinya. Aku langsung membuntutinya dan mencoba menenangkannya. Cak masuk dan mencoba meminta maaf. Aku sendiri tak tahu menahu apa yang terjadi sebenarnya. Mungkin begitu rasanya ketika sedang jatuh cinta. Merasakan kenikmatan walaupun sedang berselisih paham. Namun salah faham tak selamanya berlangsung. Cak ingin mengajakku beli bakmie. Namun aku masih telfon dengan pacarku jadi terpaksa Dina yang menemaninya. Syukurlah pulang dari beli bakmie keadaan mereka membaik J
Kita semua beristirahat karena besok pagi - pagi sekali kami akan kembali ke Surabaya. Kembali lagi di perjalanan panjang, dan kembali merasakan sengatan matahari yang terik. Sampai di Surabaya kondisi cak drop. Dia ingin membatalkan puasanya namun dia gengsi padaku. Akhirnya Dina menemaninya membeli makan dengan disuruh tutup mulut terhadapku. Namun bangkai tetap bangkai cak, haha aku tahu kebusukanmu. Kamu mokel puasa kan

*    Dina’s birthday
Hari tak seperti biasanya. Aku dan Dina saling acuh. Dan diam menyelimuti kami. Dengan kejengkelan masing – masing yang terpendam dihati kami. Dia menangis dengan caranya sendiri begitupun dengan aku. Entahlah rasanya dunia berbalik 180 derajat dari biasanya. Suasana kelas, suasana kamar, bahkan suasana di jalan. Suasana semuanya. Dan semuanya menjadi asing tak terelakan dengan keegoisan kami masing-masing. Aku yang ingin dimengerti tanpa bercerita lebih dulu takkan bisa dilakukan oleh Dina. Dan sebaliknya.
Aku lupa memberi selamat hari jadinya yang ke 20. Padahal aku teman dekatnya sekarang. Membuatku semakin merasa bersalah. Dan masalahku yang kuderita. Aku hanya ingin kamu menemaniku, hanya kamu tempat menampung ceritaku. Namun kau keluar bersama dia. Semakin runyam. Hingga akhirnya keadaan semakin dibuat cak lebih runyam lagi. Dengan mencoba mengadu domba kami satu sama lain karena ingin memberi kejutan Dina. Sore - sore aku sudah berdandan dan bersiap untuk pergi. Aku mendengar isakan Dina dan mencoba menutup telingaku. Agar tak sampai ikut terharu. Segera dan secepatnya aku pergi. Menuju tempat kos cak bersama teman-teman yang sudah bersiap disana dengan cake besar yang akan dipersembahkan untuk kejutan Dina. Dina mengirimiku bbm. Dan semakin sulit aku menjawabnya. Terlinanga air mataku, juga cak. Dan membuat haru suasana dikos cak sore itu. Kita semakin bergegas untuk berjalan ke kos memberi surprise kepada Dina. Aku dan teman – teman lainnya menunggu dibawah sambil menyanyikan lagu ulang tahun agar Dina segera turun dan menerima kejutan dari kami. Suasana menjadi haru kala melihat Dina dengan kucuran air mata yang begitu derasnya. Kami berdua berpelukan. Seakan memberitahukan penyesalan kami. Dan kami berdua sama –sama menyesal. Atas ketidak pekaan kami. Bumi berkata ‘be happy for your friend, they’re make you strong and tough’. Acara ditutup dengan semua penjelasan cak atas keisengannya membuat kami saling tidak nyaman. Makanan dimeja pun siap disantap. Doa-doa mengalir dari setiap mulut kami untuk Dina. Semuanya yang terbaik untuk dina. Untuk sahabatku. Untuk teman sekamarku. Untuk saudara kembarku. Untuk si bolu kukusku. I love you <3


*    Tio’s birthday
Ulang tahun teman kami yang satu ini lebih extreme lagi. Yah memang so sweet sih. Kami membelikannya nasi dengan ikan bandeng. Ikan kesukaan Tio. Mencetak nasi dan menaro kepala bandeng diatasnya. Sambil diberi kejutan tiup lilin di kosnya. Kejam memang satu makhluk planet itu. Cak. Dia mengobok parit dan menyiramkannya kebadan Tio. Fiuh baunya. Sumpah. Gak nahan. Bauk abisss. Namun momen tetaplah special. Doa kami juga mengalir untukmu sahabat kami. Tio. Yang akan lebih dulu On Job Training. Yang akan lebih dulu meninggalkan kami. Yang baik hati siap mengantarku kemana-mana saat aku butuh. Dan sabar. Hope all the best for you<3
*    Team Work
#tugas Conversation, Via-Dina-Ari-Tio
Mewawancarai foreign secara langsung. Get the picture. Dan beberapa info yang harus kita dapatkan lainnya. Kita berempat menuju tempat yang diperkirakan tempat turis - turis itu berlibur. Akhirnya kita memutuskan untuk ke tugu pahlawan. Siang sampai sore kita menunggu. Namun si hidung mancung belum juga terjangkau oleh mata kita. Lama menunggu kita memutuskan pulang. Namun mata sipitku berhasil menangkap bayangan seorang berpostur tinggi, berbaju kotak-kotak, dan mancung itu. Segera kita mengejar dia. Dengan malu – malu kami membuntutinya. Susah memulainya. Karena kita malu untuk memulai percakapan dengan turis itu. Namun keharusan tugas yang membuat kita tebal muka. Setelah kami berhasil untuk menarik perhatian bule itu kita bercakap cakap panjang lebar. Dan setelah wawancara usai kita berfoto ria. Yesss. Have done. Kami bersiap pulang dengan puas diri.
#tugas kwu, Via-Dina-Ari-Tio-Gina-Nanda
Membuat proposal, dan mengaplikasikan. Susah susah gampang. Kami berenam satu group yang kompak. Setelah proposal kami rampungkan sekarang kita jualan. Kelompok kami membuat prosperity chili (Lombok Rejeki) atas usul Dina dengan bantuan ayahnya yang seorang koki hebat. Hari libur, subuh-subuh kami semua berkumpul untuk berbelanja keperluan bahan untuk membuat si prosperity chili. Sampai siang hari. Mulai memotong Lombok sebanyak 3 kilo. Sudah cukup membuat tangan kami semua terasa panas. Dengan bantuan ibunya Nanda kami mengerjakannya. Mengupas Lombok, membuat bumbu. Menggiling bumbu. Dan menggoreng kami lakukan semua dirumah Nanda. Setelah itu kami berlima pulang. Besoknya sepulang kuliah kami langsung menuju rumah nanda untuk yang kedua kalinya. Sekarang tugas kami adalah membungkus adonan ayam di tubuh Lombok yang sudah dibuang isinya itu. Dina dan cak kembali ke kos untuk mengambil bungkus yang tertinggal. Aku dan nanda membeli perlengkapan penghias di toko dekat rumahnya. Gina izin pulang duluan karea tuntutan pekerjaannya. It’s oke lah ya. Kita maklum. Karena kami manusia pemaklum. Sedang Tio sebagai mandor saja, dirumah Nanda dengan ibunya Nanda. Lapar menyerang. Ketika perjalanan pulang Cak dan Dina membelikan makanan untuk dimakan bersama. Kebersamaan mulai terasa hangatnya. Kerja keras membuahkan hasil. Semuanya selesai malam itu. Namun perjuangan masih berlanjut. Sekarang bagaimana kami dapat menjual habis dan mendapat keuntungan dari prosperity chili. Dan lagi – lagi kerja keras memperlihatkan kesungguhannya. Tak ada yang gagal ketika kita terus berjalan dan terus berusaha. Keep spirit. Remember we’re still young guys J
*    Putusnya duo teddy
Sulit memang. Dalam kondisi saling mencinta. Mereka berdua diharuskan berpisah karena alasan ingin membahagiakan orang tua. Namun kebenaran selalu berkata orang tua selalu ingin yang terbaik bagi anaknya. Dan tak ada yang namanya orang tua tega menjerumuskan anaknya. Karena ketidaksempurnaan tubuh itu membuat semuanya berakhir pilu. Air mata menggenangi lautan hati mereka. Tak kuasa lagi. Mungkin tak ada kata-kata yang mampu mewakili perasaan mereka. Selain hanya air mata kepedihan. Semuanya sudah berjalan sejauh ini, sudah sejauh 8 bulan ini mereka bersama. Bersama – sama menghabiskan waktu, dan saling bercanda bahagia. Sekarang semuanya berbalik arah.
#sebab
Sikap cak yang begitu istimewanya. Berbeda dari yang beda. Berwarna dari warna pelangi yang ada. Lebih berliku daripada liku rel kereta. Lebih ganas dari ombaknya lautan yang murka dan lebih sejuknya daripada embun pagi yang menyapa. Kesalah fahaman terjadi ketika cak menginap seminggu dirumah Dina. Belajar memasak bersama ayah Dina yang seorang koki pengalaman. Sikapnya yang tanpa saringan itu membuat semua orang yang melihatnya menelan ludah. Begitupun teman sekelas kami, begitupun jua aku sebagai teman terdekatnya. Sering kucoba berkata kepada Dina namun memang dasar tabiatnya cak yang tak bisa menerima masukan dari orang. Termasuk kami. Orang – orang terdekatnya sendiri. Mencoba mendengar kami saja enggan apalagi mengerti apa yang kita ingin beritahukan kepadanya. Hal itulah yang membuat orang tua Dina berfikir dua kali untuk merelakan anak wanita tercantiknya bila bersama – sama lelaki Madura itu.
*    Sungai harus mengalir
Apapun yang terjadi apapun yang menimpa kita, seberat apapun beban hidup kita life must go on, right? Begitupun pada mereka berdua. Namun tak mudah menjadikan situasi untuk kembali tenang. Untuk kembali nyaman. Dengan status yang berbeda. Dan bukan siapa-siapa. Hanya sekedar teman dekat atau bisa juga disebut teman special antara mereka berdua. Semenjak putusnya mereka, cak menjadi hilang akal, hilang senyuman dan hilang semangat. Entah aku dan Dina tak tahu apa yang coba dia lakukan untuk menutupi kesedihannya. Dina sudah mencoba tegar. Tak hanya cak yang sedih dan teriris. Begitupun dengan Dina. Dia sering menyendiri. Bertemu malam yang sepi, mendengar alunan lagu yang mencoba menjadi pelipur lara. Namun tak lama dia mencoba bangkit dari keterpurukannya. Dia dekat dengan beberapa lelaki. Yang niat awalnya hanya sebagai penghalau rindunya kepada sang teddy. Sampai detik ini cak masih menyimpan rasa pada Dina. Masih membuntuti Dina jika keluar dengan lelaki lain. Dan masih mengurusi Dina ketika sakit. Namun semua pada batas-batas yang sudah ditentukan. Tak lebih dan tak kurang. Seluas samudra cinta cak untuk Dina. Separuh lautan cinta Dina untuk Cak, seluas langit perhatian yang coba dikasihkan cak kepada Dina. Dan seharum aroma mewangi bunga – bunga yang tumbuh mekar di taman. Layaknya aroma mewangi kisah cinta mereka berdua. Sudah sejauh ini mereka berdua berhasil melaluinya. Sudah sekuat ini mereka berdua menjalani hari –hari. Mencoba membaur dengan kenyataan yang ada. Mencoba menikmati masa-masa yang pernah kelam. Mencoba saling memberi perhatian diambang batas-batas yang sudah ditentukan. Karena sungai tetap harus mengalir tidak perduli banyaknya bebatuan yang menghalau. Sungai tetap harus mengalir.
(28 Oktober 2014, Bella Nosevia A.)




Tidak ada komentar:

Posting Komentar