
Dia memainkan jemarinya sambil menunggu matahari
terbenar. 3..2..1…
Gelap sudah, mentari sudah sirna. Bergantilah
sinar terang dari sang bulan dan sang bintang yang menemaninya malam ini.
Sendirian, berkutat dengan fikirannya sendiri. Sekali lagi memainkan jemarinya
untuk yang kedua kali. Sambil menguik kuku berkilaunya. Dia berganti posisi
duduknya namun pada bagian bangku yang masih sama. Selebar 40 centi lebar
pantatnya. Tak bergeser sedikitpun. Entah dia nyaman ataukah dia menahan rasa
pegal karena terus saja menempel pada bangku yang begitu kerasnya. Sekarang
matanya menghadap kelangit. Memandangi pancaran yang begitu berkelap – kelip di
angkasa raya. Mengharapkan begitu pula kelak saat dia dewasa. Kembali dia
memandang kebawah.sekarang yang ia pandangi ialah bayangan dari cahaya yang
nyata. Memang agak kabur karena termakan riak air yang terkena angin sepoi
malam. Udara dingin yang begitu mencekamnya tak dihiraukannya. Dia yang memakai
gaun putih panjang beserta mahkota diatas kepalanyadan sepatu kaca miliknya
yang tak menempel ditanah. Melayang dan tak berpijak pada bumi pertiwi ini.
mengayun ayunkan dengan centil kaki mulusnya. Kulitnya yang begitu putih,
rambutnya yang begitu gelap. Bibir merah bagai buah cerry yang menggairahkan
setiap mata yang memandangnya. Dia adalah dia saat ini…
Wanita begitu cantik. Atas dasar apa kau
memberikan patokan istimewa terhadap seorang wanita. Bukankah ibumu juga
seorang wanita. Bagaimana jikalau seseorang memberikan patokan pula yang tak
mengenakan terhadap ibumu? Marahkah dikau? wanita memang perhiasan indah
didunia. Yang mampu menentramkan jiwa-jiwa yang gelisah. Membimbing yang
berbelok arah. Menuntun dengan kelembutan. Dan mampu menjadi sandaran. Masihkah
kau memberikan patokan istimewa dan patokan kecantikan terhadap seorang wanita.
Bukankah mereka makhluk yang luar biasa. Dibalik semua kelemahannya namun
mereka bahkan lebih kuat dibanding lelaki. Dibalik segala sikap manjanya
sebenarnya merekalah makhluk yang paling tegas dibumi ini. tak ingatkah engkau.
Seberapa besar perjuangan seorang wanita demi hanya melahirkan seorang anak
saja. Menahan beban berat selama sembilan bulan sepuluh hari. Menahan mual
berhari-hari. Setelah proses kelahiran itu datang perang sesungguhnya baru
terjadi. Tak berpikirkah engkau. Betapa ini sebuah penyiksaan yang nyata.
Melahirkan harus dengan mata terbuka dan tersadar. Agar seorang wanita
merasakan kepedihan saat pisau belah sampai pada vaginanya. Merobek demi jalan
keluar untuk bayi didalamnya. Dan dirogoh oleh tangan bidan untuk mengambil
jabang bayi didalamnya. Didorong sekuat tenaga. Tanpa putus asa tanpa putus
berdoa. Mengharapkan bahwa jika mereka berdua tak selamat maka tolong
izinkanlah anaknya yang mampu membuka matanya. Agar sang anak mampu menikmati
dunia ibunya.
Ceritanya it's amazing bell, mengingatkan diriku pada ummiku. ketika itu saat ibuku saat mengandungku, usia ku di kandungan di perut hampir mencapai 10 bulan, tua di dalam perut sampai air ketuban ibuku mau kering, sampek akhirnya stlh di pertimbangkan matang matang, mau di pilih jalan operasi... ( operasi waktu zaman dulu kan sangat mahal, jdi takut operasi krna biyayanya itu ) akan tetapi Allhamdulillah berkat kerja keras ibuku... akhirnya aku di lahirkan secara normal di Rumah sakit, dn ketika ibuku melahirkanku persis seperti ceritamu. menahan rasa sakit yang luar biasa bell, oleh karena itu ku akan selalu menjaganya dan melindunginya selalu bell... kapanpun dan dimanapun, begitu juga kmu ya Bella.... Kalian adalah perhiasaan paling beharga, yg tidak bisa di nilai dengan apapun... I will always pity and love mom and bell, Where and when, although I am death
BalasHapus