Jumat, 07 November 2014

Love in my heart


§  Me and my life
“eh yang merah  itu, booking dong”
“yang mana sih Ta?”
“itu tuh sebelah pojok sendiri”, sambil menunjukan di kamera LSR milik Dio
“oh yang itu, lumayan sih. Brondong”
“hahaha brondong-brondong semua yah. Ga papa lah”, sambil terbahak menertawakan dirinya sendiri
“dari mana dia Flo?”
“universitas ABC (salah satu unversitas di Surabaya yang kurang popular dan baru saja menjadi universitas Negeri. Baru Saja..)
“oohh.. ga jadi deh”, urungnya setelah mendengar penuturan Florens
“oh dasar, eh tapi udah Negeri loh”
“enggak ah”
Terdengar derit langkah dari luar. Eva datang tiba-tiba.
“pada ngomongin apaan sih, seru banget?”
“ini Va brondong yang ditaksir sama Rita. Tapi urung” jelas Florens
“loh kenapa?”
“biasa lah..” seakan hal tersebut sudah biasa dikalangan muda. Lebih tepatnya Rita.
“oh..”, jawabnya super cuek.
Ketiganya adalah Florens, Rita dan Eva. Melanjutkan pendidikan di Universitas Negeri di kota Surabaya namun berbeda fakultas. Flo pada olahraga, Rita mengambil PGSD, Eva sendiri mengambil Psikolog. Namun untuk ukuran psikolog Eva bisa dikatakan minim bicara. Yang seharusnya bisa untuk memberi solusi dan pandai memberi saran dia hanya diam. Namun sesekali dia buka suara. Semuanya terlihat mendengarkan. Bukan karena bobot sarannya yang bagus namun karena hal tersebut jarang dilakukan. Jadi mendengar Eva berbicara panjang sangatlah langka.
Kebersamaan mereka sampai pada pukul 9 malam, sebelum akhirnya meninggalkan rumah Flo karena ngantuk. Eva dan Rita terlihat semobil bersama. Lalu Eva mengantarkan Rita sampai dirumahnya. Dan melaju kembali menuju rumahnya sekitar 20 menit plus macet.
“thank’s ya Va, aku balik dulu” sambil melambaikan tangan. Dibalas dengan lambaian tangan pula oleh Eva, namun tanpa bersuara.
Sesampainya dirumah hal biasa mulai terdengar dirumah Eva. Pecahan kaca di ruang makan dan teriakan yang memekakan telinga. Hal biasa dan sudah menjadi makanan pokok bagi Eva. Dia dua bersaudara. Bersama adik perempuannya yang masih berusia 10 tahun dan masih duduk dikelas 5 SD.
“ma, pa aku pulang”
Namun tak sekalipun mengalihkan perhatian pada Eva. Jam menunjukan pukul 10 malam, tak terlihat adiknya. Mungkin dia sudah tidur dikamarnya sambil menyalakan headphone keras-keras agar tak mendengar suara dibawah. Cara yang selalu diajarkan oleh Eva pada adiknya jikalau merasa terganggu dengan pertengkaran dua serigala tersebut. Perlahan Eva menaiki tangga dengan tanpa sapaan tanpa pertanyaan kenapa pulang selarut ini dan tanpa pelukan hangat.
§  My sister’s letter
Bangun pagi hari tanpa sedikitpun terlihat makanan ataupun minuman di meja makan. Setelah supir Ara, adik Eva sudah bersiap Ara menuruni tangga sambil membawa tas ranselnya. Eva baru saja membuka kamarnya ketika mendapati adiknya menuruni tangga dan bersiap untuk berangkat kesekolah. Dia memanggil adiknya. Sedikit mencoba memberi perhatian kecil pada adiknya.
“mau kakak buatin sarapan dulu dek?”
“enggak kak, Ara udah telat”, lalu Ara menarik tangan Eva dan menciumnya sambil berpamitan berangkat sekolah. setelah itu Ara berlarian menuruni tangga dan segera saja terdengar suara mesin mobil menyala dan kemudian terdengar samar, menjauh. Eva terpaku dan segera saja memasuki kamarnya. Tak kuasa menahan tangisnya. Memeluk bantal teddy nya dan menceritakan kesedihannya secara tersirat kepada pagi yang tenang. Lampu handphone nya menyala. Eva segera membuka hapenya. Ternyata pesan dari Flo
Pengirim: Florens
Kepada: Eva
Va kamu dimana? Entar siang temenin ke mall yuk
Aku mu beliin sesuatu buat gebetanku. Besok ultahnya Tio
Disela tangisnya dia menyempatkan untuk membalas pesan temannya itu.
Pengirim: Eva
Kepada: Florens
Ok
Eva segera menuju kamar mandi untuk bersiap pergi ke kuliahnya. Tak sampai 20 menit dia sudah keluar dari kamar mandi. Memakai jeans dan bajunya. Sedikit memakai make up tipis yang membalut muka cantiknya. Tak lama setelah itu terdengar klakson mobil didepan rumahnya. Eva mencoba mengintip siapa yang pagi-pagi datang bertamu kerumahnya. Setelah itu dia menerima panggilan dari Flo.
“Va aku udah didepan rumahmu, buruan keluar”
“oke”
Setelah menyiapkan buku-bukunya dia segera keluar menemui temannya.
“rajin banget pagi-pagi jemput?” ketika Eva sudah sampai didepan gerbang rumahnya
“iya nih lagi rajin ajah”
Florens langsung melajukan mobilnya dengan kencangnya. Disela-sela jalanan Surabaya yang begitu padatnya Florens termasuk pengemudi yang jago. Sehingga tak akan takut terlambat bila berkendara dengan Flo. Tak sampai setengah jam mereka sudah sampai di kampus.
“astaga lupa. Aku ada tes pak Fathur. Kamu tolong parkirin mobilku ditempat biasa ya Va. Plis”
“oke, buruan sana”
Flo berlarian menuju ruang kelasnya. Sedang Eva sibuk memarkirkan mobil Flo. Ketika hendak dia masuk tiba-tiba saja mobil putih itu menyerobot masuk, mendahului Eva, sehingga hampir saja mereka tabrakan.
“maaf mbak”. Kata pria yang duduk dibelakang kemudi mobil putih itu sambil mundur mempersilahkan mobil Eva yang parkir disitu. Eva hanya membalasnya dengan senyuman. Setelah memarkirkan mobilnya Flo ia bergegas masuk ruang kelasnya. Lelaki itu terus menatap Eva sampai tubuhnya hilang menjauh dari penglihatan. Ketika mata kuliah hari itu hampir usai Eva menerima pesan singkat dari Flo dan Rita
Pengirim:Flo
Kepada:Eva
Nanti kita tunggu dikanti yah, aku barengan sama Rita

Pengirim:Rita
Kepada:Eva
Va aku sama Flo tunggu di kantin. Buruan keluar
Kalo dosennya bikin ngantuk tinggalin ajah
Eva membalas keduanya secara bebarengan
Pengirim:Eva
Kepada:Flo dan Rita
Oke tunggu 5 menit lagi, mendarat
Mata kuliah terakhir itu adalah mengenai tipe kepribadian manusia. Ketika jenuh mulai menghinggapi Eva dia segera bergegas keluar. Dengan meminta izin dosennya karena ada keperluan mendesak. Tak beberapa lama Eva sudah menemukan dua temannya di kantin. Mereka bertiga bergegas menuju sebuah mall.
“mau cari apa Flo?” Tanya Eva
“ga tau nih masih bingung. Ada usul nggak?”
“gimana kalau kemeja, keliatan dewasa”
“jangan, underwear aja”, usul Rita
“ngaco aja kamu Ta. Bener juga kamu Va. Lagian dia dewasa banget pembawaannya”
Setelah memilah - milah beberapa kemeja yang dikira cocok untuk sang gebetan Flo pun membayar dan membungkusnya dengan kertas kado berwarna pink yang mencolok.
“guys mampir dulu yuk di pizza hut” ajak Rita
“ayo, aku juga laper dari tadi muter-muter” Flo mengiyakan
Eva terdiam, dia memikirkan adiknya. Ketika Ara pulang sekolah dan mendapati rumahnya kosong pasti akan terasa kesepian. Dia tak ingin adiknya merasakan hal serupa dengan yang dialaminya.
“eh Va ayo buruan”, ajak Flo
“kalian aja yah, aku harus pulang”
“pulangnya bareng aja pakek mobilnya Flo”
“aku naik taksi aja ga papa Ta. Aku duluan yah guys”
Eva segera cabut dari mall dan meninggalkan kedua temannya. Di dalam taksi dia terus memikirkan adiknya. Sudah pukul 2 siang. Apa adiknya sudah pulang dari tadi. Dia mencoba menghubungi supir adiknya. Namun tak ada jawaban. Karena dikeluarga mereka menerapkan aturan bila berkendara tak boleh bermain gadget, termasuk menerapkannya pada supirnya. Jalanan kota Surabaya siang itu begitu padatnya. Padahal sebentar lagi dia sudah sampai dirumahnya. Eva memutuskan untuk turun ditengah jalan dan memilih berjalan kaki. Karena bisa saja dia terjebak macet hingga jam-jaman. Dia menyusuri jalanan Surabaya dengan matahari yang begitu menyengatnya. Setelah berjalan sekitar 15 menitan sampailah dia dirumahnya. Tak terlihat mobilnya terparkir diluar, menandakan adiknya belum pulang. Eva tak berani menelfon adiknya takut mengganggu kegiatannya dikelas. Dia segera masuk kamarnya. Setelah meletakkan tasnya dan berganti pakaian santai dia iseng masuk kamar adiknya. Karena jarang sekali adiknya membolehkannya masuk kamarnya. Dia membuka gagang pintu kamar itu dengan perlahan dan memasuki istana kecil adiknya tersebut. Kamarnya begitu unik. Terheran dia melihat peletakkan barang - barang milik adiknya dikamar. Eva mendapati berbagai boneka yang tertata rapi diranjang kecil tempat tidur adiknya. Seakan kasur itu penuh dengan orang – orang yang menidurinya. Di tembok sebelah kiri terdapat papan lumayan besar, yang terdapat tulisan – tulisan kecil. Sepertinya sebuah doa atau pengharapan yang ditulis tangan dan ditempelkan oleh Ara. Buku – buku terlihat begitu banyak di meja belajarnya. Eva tak mengetahui hoby membaca adiknya. ‘oh Tuhan, sungguh kakak macam apa aku ini? kegemaran adikku saja tak kuketahui’ ucapnya dalam hati. Eva mencoba memberanikan dirinya untuk membuka laci adiknya. Yang bertuliskan. “Do Not Open”. Dia menemukan kertas paling atas sendiri. Dia mengambilnya dan mencoba membacanya
Kepada Ara- ku tercinta
Sayang kau tak sendirian menghadapi kehidupan ini. lihatlah masih banyak yang menganggapmu ada. Bunga-bunga masih tersenyum padamu, burung itu masih menyapamu. Dan ibu kantin yang selalu setia membuatkanmu sarapan dipagi hari ini dan pagi hari esok hari. Yang kau alami sekarang anggap saja kado. Kau tak mungkin melemparkan kado itu kan. Harus menghargai jika dikasih Ara. Jangan ditolak apalagi dibuang. Jika kau membuangnya maka tak akan lagi datang kado-kado selanjutnya. Yang artinya berakhirlah kehidupnmu didunia
Tertanda Ara untuk Ara-ku tercinta
Kertas itu terjatuh ke lantai, menghantam kerasnya lantai dikamar Ara. Tak kuasa menahan air mata. Eva menangis tersedu. Melihat betapa besarnya hal yang disembunyikan adiknya. Dan melihat betapa kuatnya adiknya menahan beban sendiri tanpa berbagi padanya dan kepada siapapun. Selain kepada tulisan-tulisan dan kamarnya.
Dia segera meletakkan kembali kertas itu kedalam laci dan keluar dari kamar adiknya. Dia menanti kepulangan adiknya dengan menunggunya diruang keluarga sambil melihat tivi. Tak beberapa lama kemudian dia mendapati adiknya membuka pintu rumah. Dan hal yang semakin mengiris hatinya ialah adiknya melempar senyum padanya. Senyuman yang Eva tahu itu hanya kamuflase saja. Namun tak kuasa Eva berkata-kata. Selain membalas senyum manis adiknya.
§  Party
Pengirim: Flo
Kepada:Eva dan Rita
Guys jangan lupa besok malem pesta ultah gebetanku, Tio.
Pada dateng yah. Di hall hotel Mentari jam 7 malem.
Dandan yang cantik siapa tahu dapet pacar baru di sana entar.
Love you.muah

Pengirim:Eva
Kepada:Flo
Iya aku usahain
Setelah beberapa saat bunyi ketokan pintu. Eva yang sedang menonton tivi bersama adiknya lalu membukakan pintu rumahnya.
“kalian? Ayo masuk”
“kalian tumben malem-malem gini kesini?”
“kamu sih balesnya gitu” jawab Flo
“jawab apaan?”
“pesen kamu tadi, kamu mau gak dateng ke pesta gebetanku yah. Tega banget ga mau nemenin aku” rengek Flo
“kan aku bilang aku usahain Flo, santai aja. Aku dateng kok. Kemungkinannya sekitar 60%”
“tuh kan. Pokoknya harus dateng. Ini udah aku bawain kado. Nanti kamu bawa pas pesta. Oke”. Sambil menyerahkan kotak kado lumayan besar kepada Eva
“ihh maksa banget, hahaha”
“sekali – kali gitu Va keluar. Have fun bareng. Kamu selalu ngilang aja pas mau diajak keluar refreshing”. Tambah Rita
“lagian kamu belum pernah pacaran lagi semenjak putus dari Iko. Betah banget jomblo”kata Rita lagi
“bukan gitu sih Ta, pacar kan gak kayak nyari keong. Bisa dengan mudahnya”
Mereka bertiga menuju ruang keluarga, bergabung bersama Ara yang sedari tadi mantengin tivinya
“hai.. dek lagi liat apa?” sapa Rita
“liat acara nyanyi kak”
“eh ke kamarku aja yuk” ajak Eva karena tak ingin mengganggu adiknya
“dek undang aja temenmu main kesini ga papa. Asal jangan cowok-cowok” kata Eva kepada adiknya sebelum masuk kamarnya
“iya kak, besok temen-temen mau kesini, kerja kelompok bikin kerajinan tangan”
“kalau butuh apa-apa bilang kakak aja. Nanti kakak bantu siapin perlengapannya”
“iya kak, besok 5 anak kesini. Udah cukup buat nyelsaiin tugasku”
Malam sudah semakin larut, Florens dan Rita berpamitan pulang. Eva mendapati adiknya tertidur dengan tivi yang masih menyala. Terdengar suara mobil papanya datang sendiri tanpa mamanya
“pa mana mama?” Tanya Eva
“papa gak perduli. Sama selingkuhannya mungkin”
“kok bicara gitu pa”
Papanya tak menghiraukan perkataan Eva dan langsung menuju kamarnya
“pa bisa gendong Ara ke kamarnya”
“biarin aja disitu, kasih aja selimut biar gak kedinginan” lalu segera saja dia menutup pintu kamarnya. Eva mencoba menahan tangisnya. Dia berfikir ini sudah hal  biasa. Perlakuan yang diterima. Bukan sebagai anak ataupun keluarga. Namun sebagai seorang lain yang tak berhubungan darah. Meski berat dia mencoba menerimanya. Namun yang ia kesalkan adalah kepahitan yang dirasa oleh adiknya. Tak pantas seorang anak yang masih kecil merasa tak dihiraukan seperti itu. Bahkan malam-malam yang dingin dimana seorang yang seumuran dengannya mendapat pelukan dan kecupan hangat namun bagi Ara, sapaan hangat saja tak mampu ia dapatkan.
Mentari pagi menghangatkan jiwa-jiwa yang masih terlelap. Begitupun dengan Eva dia begitu enggan untuk beranjak dari kasurnya. Dan enggan meninggalkan gulingnya. Tapi alarm terus berbunyi. Mengharuskn Eva segera pergi dari dunia kantuknya dan bersiap menghadapi dunia nyata. Ia mengetuk pintu Ara namun ternyata Ara sudah bersiap untuk berangkat. Katanya akan mempersiapkan tugasnya bersama teman sekelompoknya sehingga dia berangkat pagi-pagi buta.
Hari sabtu begitu malas untuk berangkat kuliah meski hanya satu mata kuliah saja hari ini. sisanya mereka bertiga, Eva, Flo dan Rita akan mengantri di salon untuk bersiap ke pesta. Setengah tujuh malam mereka bertiga sudah selesai dengan riasannya. Atas desakan Flo mereka sudah mengantri sejak jam 2 siang tadi. Mereka segera meluncur ke hotel dimana diselenggarakan pesta untuk Tio oleh keluarganya. Namun yang datang hanya para muda atau anak teman rekan kerja orang tua Tio. Bersama DJ yang menghibur malam itu . namun bagi Eva ini adalah buang-buang waktu ditempat bising bersama prang-orang yang tanpa kepedulian itu. Bagi Eva datang ke pesta hanya untuk menghargai ajakan Flo saja, selebihnya  karena sudah diberi kado untuk diberikan kepada Tio. Mubazir, pikirnya. Mereka bertiga mendatangi Tio yang ditemani sepupu wanitanya didekat panggung kecil yang dibuat untuk penyanyi yang akan menghibur malam ini.
Flo tinggal disitu untuk membantu Tio menerima hadiah-hadian dari tamu undangan yang datang. Sedang Rita dan Eva tak mau menjadi kacung saja disitu mereka berdua mencari makanan dan minuman untuk memenuhi dahaga dan lapar mereka. Namun keduanya berpisah karena Rita sibuk dengan lelaki yang ditaksirnya yang datang juga ke pesta malam itu. Lelaki yang kuliah di perguruan tinggi popular di Surabaya yang pasti akan membuat Rita klepek-klepek. Entah fikiran macam apa dikepala Rita. Hanya kampus saja yang menjadi pertimbangan utamanya, selebihnya urusan Tuhan, katanya.
Eva hanya diam, mencoba mendengarkan suara disekelilingnya yang tak membuatnya nyaman. Dia duduk mencoba untuk menikmati makanan yang di bawanya. Sambil melahap makanannya dia mengirim pesan pada adiknya.
Pegirim:Eva
Kepada:dedek Ara
Gimana dek tugasmu, udah selesai belum? Pulang nanti mau kakak bawain apa?

Pengirim:Ara
Kepada:kak Eva
Baru aja temenku pulang kak, dijemput mamanya sendiri-sendiri. Kalau boleh aku nitip pensil aja kak,pensilku udah pendek semua.

Pengirim:Eva
Kepada:Ara
Oke :*
Eva masih duduk sendirian diantara berbagai macam orang yang datang ke pesta. Kesepian diantara keriuhan suasana dan merasa keheningan diantara alunan musik disko yang dimainkan oleh DJ professional. Seorang lelaki mendatanginya. Memakai baju dan jas hitam yang membuat tubuhnya semakin gagah. Dengan membawa note dan bulpen di tangan sebelah kanannya. Menyapa Eva dengan perlahan. Karena dia takut perihal pertemuan mereka yang saling serobot di parkiran. Ternyata diluar dugaan. Eva melempar senyum ramah tanda dia sudah melupakan kejadian di parkiran. Lelaki itu mengeluarkan sebuah lembar kertas di berikannya kepada Eva
boleh duduk disini?”, Eva membaca tulisan yang tertera di kertas tersebut. Lalu dia menganggukkan kepalanya. Mengizinkan lelaki itu duduk menemaninya di pesta yang membosankan bagi Eva. Pria itu mengeluarkan kertas lagi memperkenalkan diri
aku Fandy. Kamu?”
Eva mengambil note yang ada ditangan lelaki itu sekaligus bulpennya. Menuliskan beberapa kata
“aku Eva, kamu kenapa disini? Merasa bosan juga sepertiku?”
Fandy:
Enggak juga sih. Kamu yah yang bosan?”
Eva:
“iya lumayan juga”
Fandy:
“mau aku ajak jalan?”
Eva:
“kemana?”
Fandy:
“bakal seru kok dari pada disini, kalau kamu mau sih”
Eva tak lagi membalas surat kertas Fandy, dia langsung bergegas sambil menenteng tas di lengannya. Fandy segera faham dan mengikuti langkah Eva. Mereka berdua berjalan berdampingan tiba-tiba. Dan saling bertatap untuk beberapa saat. Sungguh Eva baru menyadari lelaki disampingnya itu begitu manis dengan lesung pipit yang bersembunyi di balik pipi kanannya. Mereka sudah sampai diluar hotel dan berjalan menuju parkiran. Eva membuka percakapan selanjutnya. Dengan kata-kata dan tak perlu note lagi. Karena diluar kebisingan sudah bisa diredam
“kamu punya cekungan surga?”
“cekungan surga? Apa itu?” tanya Fandy
Eva menunjuk pipinya, “coba kamu tersenyum, nanti muncul disini”
Fandy tersenyum menuruti Eva, dan tersenyum pula keduanya. Mereka berdua sudah didalam mobil dan menuju tempat yang ditujukan untuk Eva. Tak sampai setengah jam mobil itu berhenti. Fandy turun duluan dan membukakan pintu mobilnya untuk Eva. Eva segera turun dan mengikuti kemana Fandy membawanya. Mereka berhenti pada seorang penjual jagung bakar di pinggir jalan
“kamu gak keberatan dengan lesehan kan non?”
Eva menggelengkan kepalanya dan langsung duduk di tikar yang sudah digelar disamping penjual. Dekat dengan danau disekitar jalanan, dekat dengan jalan, dekat dengan bintang, dan dekat dengan malam yang mengagumkan. Fandy segera memesan 2 buah jagung. Dan duduk disamping Eva untuk menunggu jagung yang masih dibakar.
“kamu kenapa ngajak aku kesini ?”
“aku pengen ngenal kamu aja”, dengan senyum manisnya ditemani lesung pipit yang mengagumkan itu, semakin membuat berdebar tak menentu hati Eva.
Mereka berbincang begitu panjang. Namun Fandy yang lebih mendominasi percakapan malam itu, bukan karena Eva tak nyaman namun memang Eva tak gampang bercerita perihal kehidupannya bersama orang yang baru dikenal.
(perbincangan malam itu, bintang dan bulan)
waktu itu sudah begitu lama, tak terasa lagi berapa lama kita menghabiskan waktu bersama. Aku dan dia akan segera naik pelaminan. Diriku dan dirinya yang menjadi cinta pertama dan terbahagia. Tak terbesit dia meninggalkanku begitu cepatnya. Saat dia hendak fitting baju nikah kita, truk menyambar tubuhnya hingga hancur.”
Sampai situ cerita Fandy terhenti dan hanya linangan air matanya kini yang mewakili perasaanya. Malam itu malam pertama bagi Fandy membuka lembaran kepedihan itu. Bersama Eva, wanita yang baru dikenalnya, baru pertama keluar dengannya, dan wanita yang tak sengaja ditemuinya diparkiran hari kemarin. Eva tak memberikan perkataan lain-lain selain memegang pundak Fandy dan memberikan senyuman padanya.
Setelah habis sebatang jagung bakar yang lezat itu habis pula perbincangan mereka. Fandy mengantar pulang Eva.
§  Ku Tabah Ku Bahagia
‘melewati hari bak ditemani mekarnya bunga ditaman
Meski pahit melanda, diriku saat ini tak sendiri
Bersama lelakiku yang menjadi sandaran
Saat ini dan saat seterusnya
Ku menanti datangnya pelangi
Meski yang terlihat selalu bayang semu corak biru itu
Melingkar dijariku, cincin begitu eloknya
Bukan harga bukan keindahan yang terlihat
Namun siapa yang memasangkannya untukku
Menanti hari esok lagi dengan bersabar
Bersabar seperti menanti munculnya pelangi idaman’
Berjalan 6 bulan sudah kebersamaan Eva dan Fandy. Hingga Fandy memutuskan untuk melamar Eva tanpa pacaran. Dan Eva menerimanya. Butuh waktu sedemikian panjang agar Fandy mengetahui seluk beluk Eva. Apa yang difikirkannya, apa yang diinginkannya, dan apa yang menjadi cita-cita hidupnya. Ingat pada suatu malam ketika mereka makan malam disebuah warung dipinggir jalan ketika cincin coba dipasangkan dijari manis Eva.
“aku tak bermuluk dengan ingin menjadi ini.. itu..
Tak bermuluk juga ingin memiliki ini.. itu..
Yang kuingin hanyalah ketenangan
Bersama Ara, adikku dan pendamping hidupku”
Semenjak itu Fandy mencoba dewasa menghadapi segala sifat Eva. Mencoba melindungi Eva, dan mencoba dekat dengan adiknya. Berjalan di bulan ke tujuh saat orang tua Fandy ingin merayakan pertunangan mereka secara besar-besaran. Kedua orang tua Eva acuh tak acuhnya. Sekedar menyumbang beberapa rupiah untuk kelangsungan pesta itu. Namun datang hanya sebentar dan kemudian pergi lagi. Malam pesta itu datang semua teman dekat Eva dan Fandy dan orang terdekat namun tidak untuk orang tua Eva sendiri. Entah dimana letak hati mereka. Melihat anak perempuannya dilamar oleh lelaki sungguh tak terbesit bagi mereka untuk melihat, merasa bahkan turut hadir dalam momen bersejarah bagi anaknya sendiri. Tertahan air mata Eva malam itu, keriuhan yang menyamarkan kesedihan dilubuk Eva, namun tidak bagi Fandy yang memahami perkataan hati Eva. Fandy sejenak mengajak Eva masuk kedalam kamar. Dimana tak terlihat oleh para tamu undangan. Sejenak mendekap erat tubuh Eva, memberinya kehangatan dan mebiarkannya menagis tanpa jeda. Butuh sekitar sejam lamanya menanti dan mengeringkan air mata Eva. Tanpa bersua dan keluh kesah yang ada hanya deraian air mata. Yang turut serta membasahi hari bahagia mereka.
Tahun berikutnya. Semua sudah pada takdir masing-masingnya. Florens sudah menikah dengan lelaki pujaannya. Sedang Rita yang melanjutkan studynya di Malaysia, meninggalkan keluarga dan teman-temannya dibumi tercinta. Juga dengan kehidupan Eva dan adiknya beserta Fandy. Semakin memuncak segala persoalan diri yang mengharuskan mereka tinggal sendiri. Terpisah dari sang orang tua yang dingin tanpa curah kasih sayang. Akhirnya Fandy membawa Eva dan adiknya disuatu tempat yang jauh dari Surabaya. Meninggalkan kekelaman mereka, dan hidup sederhana yang diliputi kebahagiaan sebagai pegusaha daerah dikawasan perbukitan kota bunga.
(6 November 2014, Bella Nosevia. A)


Tidak ada komentar:

Posting Komentar