Rabu, 10 Desember 2014

“2 Kacang 2 Kulit”
by: Bella Nosevia Aswandi


Hujan kali ini benar-benar kejamnya. Petir bertubi-tubi menyambar. Seperti lampu disko di siang bolong. Suara menggelegar mulai terdengar gemanya. Menahan seorang gadis cantik di halte entah sedang menunggu siapa. Tik tok.. tik tok.. dia memainkan mulutnya mengusir kebosanan. Badan kurusnya sedikit basah terciprat air hujan yang menyentuh tanpa permisi. Akhirnya dia mengeluarkan ponsel dalam tasnya. “aku di Halte dekat taman”. Setelah itu dia segera menutup lagi ponselnya. Tak beberapa lama pajero putih menghampirinya, dia langsung masuk dan mobil itu melaju diantara buliran-buliran air hujan yang turun dengan anggunnya. Pemandangan berbeda terlihat. Seorang gadis yang sedari tadi memperhatikan gerak gerik gadis di halte itu. Memandang dengan sebuah mata berbinar seakan dia berkata , “maukah kau bertukar tempat denganku”. Dia masih saja terdiam ditempatnya. Dibalik pohon samping halte yang cukup rindang itu sambil membawa sepeda ontel dan keranjang gorengannya. Dia dikejutkan dengan petir yang membangunkan dari lamunannya. Petir itu cukup kerasnya. Sambaran cahaya pun begitu terangnya sehingga dia segera bangkit dan melihat kehidupan  nyatanya. Kehidupan yang sudah dijalani semenjak 16 tahun terakhir. Dia 3 bersaudara dan sebagai anak pertama dari orang tua tunggal dengan keterbatasan ekonomi yang menyulitkannya. Tinggal disebuah gang kumuh dekat sungai yang airnya begitu keruh. Tak bisa dibayangkan apabila hujan datang, seperti saat ini. luapan sungai dengan sampah-sampah yang mengambang sudah menjadi pemandangan yang tak asing baginya. Pemandangan yang tak pernah berubah sejak dulu, aroma menyengat yang tak pernah berganti sedikit wangi semenjak16 tahun yang lalu. Namun dia tetap menginginkan sedikit kehidupannya berubah entah hanya ingin melihat ibunya memasak daging untuknya dan kedua adiknya atau sekedar ingin melihat adik-adiknya memakai pakaian yang layak. Seenggaknya tanpa lubang dan berwarna terang. Namun itu hanya sebuah keinginan, keinginan yang tetap bertahan diantara himpitan ekonomi yang hampir mencekik keluarga sederhana itu.
Hari dimana dimulainya bekerja dan kebanyakan orang malas menemui hari ini. Hari yang bagi orang kantor inilah saatnya membuka buka lembaran kertas kerja mereka. Bagi siswa adalah hari dimana mereka harus berbaris dilapangan untuk melakukan upacara bendera. Di keluarga sederhana terlihat sudah bangun sejak sebelum adzan shubuh terdengar. Sesi membantu ibunya didapur mempersiapkan dagangannya untuk dijual disekolahannya. Dan membantu kedua adiknya untuk mandi dan memakai seragamnya, namun adiknya yang terakhir masih belum sekolah jadi bisa menemani ibunya berjualan berkeliling di sekitar komplek perumahan. Sesi sekolah di SMA terdekat diperkampungan di sekolah swasta yang begitu sederhana pula. Tak bertingkat dan bangunan tak layak pakai. Namun hanya sekolah itu yang mampu dijangkaunya. Meskipun dia memiliki otak yang cerdas namun tak cukup untuk menyekolahkannya di SMA favorit. Masih terlalu gelap pagi itu, Sesi sudah berjalan sambil membawa keranjangnya menuju sekolahan. Sedang jauh diseberang sana seorang putri baru saja terbangun dari tidur nyamannya, dipenuhi bantal dan guling yang empuk, AC yang begitu dingin, lampu tidur dengan cantik mewarnai suasana hangat di kerajaan kecil miliknya. Lila gadis beruntung yang selalu diperhatikan Sesi. Pukul 06.35 Lila segera menuju kamar mandi pribadi didalam kamarnya. Setelah itu memakai bedak yang dioleskan ke muka halusnya dan membuat wajah beningnya semakin merona. Lila sudah diperbolehkan membawa mobil sendiri oleh papanya. Honda Jazz putih menjadi kepemilikannya sebagai hadiah ulang tahun yang ke-16 bulan lalu.
“sayang sarapan dulu”, teriak mamanya dari meja makan. Setelah memasukkan buku-buku, dan gadget dia segera bergegas ke meja makan untuk sarapan bersama orang tuanya. Sarapan dan makan malam bersama selalu diusahakan bersama-sama oleh keluarga itu. Untuk tetap menjaga keharmonisan dan keawetan keluarga mereka. Diantara hiruk pikuk globalisasi yang terjadi di era genting seperti saat ini. 10 menit setelah usai sarapan segera dia berangkat ke sekolahnya. Dia masih dikelas pertama di SMA favorit kotanya. Namun sudah banyak yang mengenalnya karena dia anak pengusaha sukses ternama. Ulang tahunnya yang tak hanya mengundang teman-teman dekatnya saja, namun orang tuanya sengaja mendungang seluruh siswa disekolah SMA favotir itu agar  putrinya mendapat banyak teman dan tak mengalami kesulitan di masa-masa terindah itu. Lila melajukan mobilnya dengan kencang. Lila melewati juga sekolah di pinggir jalan namun gedung bangunannya dan tata letak ruangannya sungguh tak diperhitungkan. Sebentar saja dia menoleh dan melihatnya seketika dia kembali sibuk dengan setir mobilnya di jalanan yang tak begitu padat. Namun dua pasang mata diseberang sana yang tak hentinya memandang kemewahan yang mengitari gadis dibalik setir mobil mewah yang bahkan ia tak tahu merk apa mobil itu. Bel berbunyi membuat Sesi terpaksa meninggalkan pemandangan mewah sesaat itu dan kembali ke kehidupannya sendiri. 10 menit sudah keterlambatan Lila, namun gerbang terbuka tiba-tiba. Terlihat senyum ramah satpam sekolahnya sambil menyapa Lila dengan ramahnya. Selain bergaul dengan teman-teman sebayanya Lila juga baik kepada lainnya, bahkan seorang satpam sekolahnya. Menjalani hari-hari sempurna dan tak ada keinginannya yang tak terkabulkan satupun Lila merasa hidupnya biasa saja. Ketika dia sedang berada didalam kelasnya kepala sekolah memanggilnya dengan muka yang tak bahagia.
“Lila kamu harus tabah”
“ada apa bu?”
Setelah menjelaskan keadaan mengenai kecelakaan orang tuanya yang jasadnya masih belum ditemukan disungai saat berangkat menuju kantornya Lila menjadi lemas seakan Guntur terdahsyat didunia ini sedang menyambar tubuh kecilnya yang berarti ini. membuat kakinya lemas tak lagi mampu menopang badannya sendiri. Dan mata seakan memaksanya untuk tertutup dan dia pun tak sadarkan diri. Dengan guncangan yang begitu beratnya dia sampai pingsang 3 jam lamanya. Setelah matanya terbuka dia segera menyadari apa yang terjadi dan menagis sejadi-jadinya. Datang beberapa polisi menghampirinya di UKS sekolahnya. Mengabarkan bahwa jasad kedua orang tuanya tlah ditemukan, namun Lila dilarangnya untuk melihat.
“izinkan saya melihat mama papa saya pak. Untuk yang terakhir kalinya”. Suaranya payau tak jelas oleh isakanya
“aku mohon pak, saya akan kuat”. Dengan muka penuh harap akan melihat kedua malaikat yang senantiasa menjaganya dibumi ini. Lila meninggalkan sekolahnya dan mengantar jenazah orang tuanya kerumah duka. Sanak saudara dari jauh pun turut hadir dipemakaman kedua orang tuanya. Lila masih 16 tahun masih difikirkan dengan siapa dia akan ikut tinggal. Ketika dirumahnya begitu ramai 2 pasang mata itu lagi-lagi mengintainya. Dengan mata yang ia sadar tlah mengucurkan air mata pula. Kepindahan Lila menuju kota lain ikut dengan paman bibinya dan melanjutkan sekolah disana. Rumah yang penuh kenangan itupu ditinggalkan. Tak kuasa dia kembali lagi kerumah itu. Rumah yang biasanya ditinggalinya bersama orang tuanya. Sesi merasa getaran dalam hatinya. Dia merasa melihat perputaran roda kehidupan seseorang. Memandang dengan jelas segala kemewahan yang selama ini dia idam –idamkan berbalik menjadi kepergian orang-orang tercinta dan kepedihan. Dia menjalani kebiasaan rutinnya, bangun pagi, membantu ibunya dan berjualan gorengan disekolahnya. Beberapa bulan berlalu. Suatu siang yang terik dia melewati rumah. Rumah besar nan mewah yang tak berpenghuni. Rumah milik seorang gadis yang selama ini selalu dilihatnya dengan mata berbinar dan penuh kemewahan. Dia berdiri didepan rumah tersebut. Didepan gerbang yang terkunci dengan gembok besar yang menguncinya. Dia menaiki pagar tersebut dan mencoba masuk kedalam. Tak kuasa dia melihat betapa berantakannya suasana didalam, dia membersihkan debu yang berserakah dimeja, menyapu dan mengelap perabotan yang masih tinggal ditempatnya masing-masing. Dia begitu lega telah membuat rumah kumal itu menjadi cantik seperti sedia kala, seperti yang lalu ketika rumah itu masih berpenghuni. Akhirnya kebiasaan seperti itu selalu ia lakukan sepulang sekolah. setahun berlalu, sebuh taxi berhenti didepan ruamah kosong itu. Seorang wanita dengan rambut pendek berwarna pirang turun dari mobil sambil membawa 2 koper besar di kedua tangannya. Melepas kacamata hitamnya dan membuka gembok pagarnya. Memasuki rumah dengan perlahan sambil mebuka perlahan pintu utama rumah itu. Lila kaget melihat rumah itu bersih, sedang kenyataan berkata rumah itu sudah tak berpenghuni selama setahun lebih. Dia masih mendapati barang-barang dan foto-foto di dinding seperti sedia kala. Memegang dengan lembut foto dirinya dan kedua orang tuanya. Duduk disofa sambil membuka-buka album keluarganya. Dengan senyuman dia menanggapi kelucuan foto di album tersebut. Dan berubah menjadi tangis tipis tipis disela senyumnya. Siang hari ketika Sesi hendak membersihkan rumah kosong itu dia mendapati seorang wanita cantik duduk diteras rumah. Seorang yang begitu ia kenal. Mata dan kulit mulus yang dimilikinya. Yang selalu dipandangnya dengan perasaan kagum itu. Yah.. wanita itu tlah kembali lagi. Sudah siap lagi untuk meninggali rumah itu. Seminggu lamanya Lila sudah tinggal disitu, namun membuat Sesi heran. Harusnya dia sudah kembali kesekolah lamanya, karena dia seharusnya masih kelas 3 SMA sekarang. Dia tetap melewati rumah itu dengan sembunyi-sembunyi mengintai apa yang dilaukan Lila dirumah dan tak pernah keluar rumah itu. Dia mendapati Lila menanam mawar merah dihalaman rumahnya. Dan menyiraminya setiap pagi siang malam, seakan Lila mencoba menghabiskan waktunya dengan hal itu. Keesokan paginya Sesi melewati rumah iu lagi. Dia masih ingin mencari tahu sebab Lila melakukan itu selama beberapa hari ini dan tak melakukan hal lain. Dia mendapati muka Lila semakin pucat rona mulai memudar yang biasa terlihat di pipi halusnya. Siang hari Sesi kembali diam-diam mengawasi Lila dirumah. ‘ini waktunya dia menyirami bunga-bunganya, kenapa dia tidak juga muncul’ batin Sesi. Dia menunggu beberapa lama namun Lila tak kunjung keluar rumah. Akhirnya Sesi memberanikan diri untuk masuk rumah dengan gerbang yang tak digembok. Dia mencari-cari dimana kamar Lila. Tak terdengar suara apapun, hanya hembusan angin dijendela yang sengaja dibuka Lila agar udara segar masuk dan mengusir udara kotor didalam rumahnya. Dia mendapati Lila berbaring di kamarnya, Sesi mencium aroma harum ketika diujung pitu kamar Lila, dia melihat bunga-bunga tertata rapi didalam kamar Lila, bunga mawar yang beberapa hari ini Lila rawat dihalaman rumahnya di tatanya dan dirangkai begitu cantiknya untuk menghiasi kamarnya. Sesi mendekat kepada Lila. Lila kaget melihat seorang gadis tak dikenalnya  memasuki rumahnya tanpa izin.
“aku membawakanmu makanan, makanlah”, Sesi mengambil keresek hitam didalam tasnya. Gorengan jualannya sengaja ia sisakan untuk Lila. Namun dia masih ragu apakah Lila mau memakan makanan seperti itu. Namun diluar dugaannya. Dengan lahapnya Lila menghabiskan makanan itu, bukan karena dia lapar atau suka, namun dia rindu. Rindu atas makanan yang biasa mamanya siapkan di setiap sarapan dan makan malam. Hari-hari berjalan semakin berat bagi Lila, dia semakin pucat entah sakit apa yang dideritanya. Sesi yang melihat itupun tak sanggup lagi, walau dia tak berani bertanya bahwa penyakit apa sesungguhnya yang ia derita. Ketika sakitnya semakin parah Sesi memanggil tukang becak dekat rumahnya untuk membawa Lila kerumah sakit, seketika ia tahu bahwa kerusakan hati adalah sakit yang Lila derita selama ini, dan menjelaskan banyak hal. Itulah sebabnya Lila tak kembali kesekolahnya dan tak keluar rumah. Karena dia sedang sakit dan bersiap-siap untuk menghadap sang Ilahi, bertemu dengan orang tuanya. Bersama-sama kembali menghabiskan makan pagi bersama – sama di surga. 2 hari lamanya Lila berbaring ditempat tidur dirumah sakit. Bau menyengat obat segera menyadarkannya dari tidurnya. Ketika suster datang memeriksanya dia bertanya mengapa dia dirawat disni. Dan mengapa dia merasa tubuhnya semakin membaik dan pulih seperti sedia kala. Suster tak menjawabnya dan hanya memberikan sebuah surat kepadanya. Dia perlahan membukanya, dia berfikir apakah ini tagihan rumah sakit? Atau apapun itu.
Dear, gadis yang selalu kuintai
Sebelumnya perkenalkan, aku Sesi. Kau pasti heran dengan suratku ini kan
Ketika kau kehujanan di halte itulah saat pertama aku melihatmu, melihatmu sebagai seorang anak yang jauh lebih beruntung dibandingkan aku. Lalu semenjak itu,selalu kuintai kamu. Sampai suatu saat kecelakaan orang tuamu yang mengharuskan kau pergi dari kota ini. setahun kutak berjumpa denganmu. Kudatangi selalu rumahmu. Maaf sebelumnya, aku lancang masuk rumahmu. Namun jujur aku hanya ingin membersikannya saja. Agar saat kau kembali kau bisa istriahat dengan nayaman. Nyaman seperti dulu lagi. Ingat waktu itu. Saat hujan turun dengan lebatnya. Aku berdiri didepan sekolahku karena menunggu hujan reda. Kau turun dari mobilmu dan memberikan segera payang untukku. Kau berbasah-basahan mendatangiku hanya untuk sebuah payung. Tak sadarkah kau? Kau begitu baik padaku. Jika saja waktu itu aku tak segera pulang mungkin aku sudah kehilangan adikku. Adikku sedang sakit dan menungguku dirumah untuk kubawa ke rumah sakit. Dengan payungmu aku bisa segera pulang dan membawa adikku berobat. Syukurlah adikku tak terlambat diobati. Aku mau mengucapkan terima kasih banyak untukmu. Aku donorkan hatiku untukmu. Semoga bisa membalas jasamu padaku. Mulai hiduplah dengan baik lagi. Aku akan selalu mengintai kamu dimanapun kamu berada. Karena aku tak jauh darimu. Aku dihatimu

Sesi

Tidak ada komentar:

Posting Komentar