Kamis, 20 November 2014

Tulisanku, suara hatiku

Kamis,20 November 2014 20.49

Pernahkah kau merasa seakan kehilangan pijakan ditanah anarki ini. mendorongmu untuk segera lenyap dari pandangan duniawi. Merasa ingin melayang, terbang, lalu menghilang. Lenyap tanpa seberkas bukti, bahwa kau pun pernah meninggali bumi ini. aku dengan kenanganku. Kenangan terburukku. Kenangan yang sama sekali tak kuinginkan kehadirannya. Meski hanya dalam memori layangan semata.
Kumendarat, pada tanah yang rapuh
Ku memakan semua hal busuk didepanku
Dan kuminum setenggak air hina itu
Membuatku merasakan hal demikian
Hal jijik yang menempel erat pada tubuhku
Tetesan air hujan pun tak mampu hapuskan kehinaanku
Indah cahaya aurora sore tak mampu buatku sedikit indah dimatamu
Harus kuapakan dengan keseluruhan diriku?
Jua kuberharap besarnya mukjizat itu
Bahwa diriku direinkarnasi
Dalam bentuk lain yang tak akan mampu memiliki dosa
Sedikitpun, setetespun, setitikpun..
Sehingga kujadi manusia utuh dengan tanpa cela dosa
Seseorang berkata, “hadapilah nikmat dengan syukur, dan terimalah nasib dengan sabar”, syukur untuk nikmat yang bagaimana yang kupertanyakan. Dan syukur dengan aplikasi bagaimana yang harus kuperbuatkan? Nasib bagaimana yang bisa kuterima? Sabar tanpa ujungkah yang kau maksudkan untuk kalimat yang kau lontarkan? Bisakah dirimu sendiri melakukan? Mengapa tak kau terangkan berbagai jenis nikmat yang menghampiri setiap insan? Kenapa tak kau tuliskan pula bagaimana dan dengan cara bagaimana jenis nasib akan menghampirimu..

Suara hatiku mulai terdengar rintihannya. Mulailah berjalan dengan tanpa suara. Biarkan setitik pena menemanimu dan melihat segala perjuanganmu. Dan akhir tetap menjadi misteri.

Sabtu, 15 November 2014

ARTICLE

Mengharapkan sesuatu yang belum kita dapatkan. Menyia-nyiakan hal-hal yang sudah kita miliki. Suatu kalimat enteng, yang mudah diucap dan diucapkan kepada orang lain. Namun apakah kita sendiri mampu mengaplikasikannya? I don’t think so

Let’s back to nature. Apakah kita ini? apa yang sesungguhnya kita miliki di bumi indah ini? apa yang mendasari kita dihidupkan didunia ini? diantara banyak meninggalnya bayi yang belum sempat lahir. Kita. Terpilih untuk lahir dan menikmati taman surgawi didunia ini. bukankah itu cukup. Cukup untuk melihat keindahan. Mencium aroma wangi. Merasakan kebahagiaan. Merasa juga kepedihan. Bukankah sudah cukup itu semua. Tak bosankah kalian mengejar, selalu mengejar hal yang tak kunjung habis. Buka mata kalian. Apa dan apa yang memang menjadi tujuan kalian. Bukankah jika tak memiliki suatu hal mewah juga tak apa. Toh kalian jua masih memiliki berbagai keindahan lainnya yang mampu kalian syukuri. Buang standar yang dipatok oleh orang lain. Buatlah standar kehidupan kalian sendiri mulai sekarang!! Jangan berfikir ini dan itu adalah salah dan benar. Salah benar itu tak ada dikarenakan uniknya sifat dan karakter manusia. Yang berbeda satu dan yang lainnya. Buang keresahan dan kepedihan kalian yang menghambat rasa kebersyukuran kalian. Buang itu semua. Hiduplah dengan damai. Menjalankan ibadah dengan ikhlas, melakukan hal yang baik, memiliki pengharapan realistis sebagai makhluk yang berakal dan mampu mewujudkan mimpi terbesar dan mimpi terakhir kalian sebagai makhluk yang terputus oleh usia. 

Jumat, 07 November 2014

Love in my heart


§  Me and my life
“eh yang merah  itu, booking dong”
“yang mana sih Ta?”
“itu tuh sebelah pojok sendiri”, sambil menunjukan di kamera LSR milik Dio
“oh yang itu, lumayan sih. Brondong”
“hahaha brondong-brondong semua yah. Ga papa lah”, sambil terbahak menertawakan dirinya sendiri
“dari mana dia Flo?”
“universitas ABC (salah satu unversitas di Surabaya yang kurang popular dan baru saja menjadi universitas Negeri. Baru Saja..)
“oohh.. ga jadi deh”, urungnya setelah mendengar penuturan Florens
“oh dasar, eh tapi udah Negeri loh”
“enggak ah”
Terdengar derit langkah dari luar. Eva datang tiba-tiba.
“pada ngomongin apaan sih, seru banget?”
“ini Va brondong yang ditaksir sama Rita. Tapi urung” jelas Florens
“loh kenapa?”
“biasa lah..” seakan hal tersebut sudah biasa dikalangan muda. Lebih tepatnya Rita.
“oh..”, jawabnya super cuek.
Ketiganya adalah Florens, Rita dan Eva. Melanjutkan pendidikan di Universitas Negeri di kota Surabaya namun berbeda fakultas. Flo pada olahraga, Rita mengambil PGSD, Eva sendiri mengambil Psikolog. Namun untuk ukuran psikolog Eva bisa dikatakan minim bicara. Yang seharusnya bisa untuk memberi solusi dan pandai memberi saran dia hanya diam. Namun sesekali dia buka suara. Semuanya terlihat mendengarkan. Bukan karena bobot sarannya yang bagus namun karena hal tersebut jarang dilakukan. Jadi mendengar Eva berbicara panjang sangatlah langka.
Kebersamaan mereka sampai pada pukul 9 malam, sebelum akhirnya meninggalkan rumah Flo karena ngantuk. Eva dan Rita terlihat semobil bersama. Lalu Eva mengantarkan Rita sampai dirumahnya. Dan melaju kembali menuju rumahnya sekitar 20 menit plus macet.
“thank’s ya Va, aku balik dulu” sambil melambaikan tangan. Dibalas dengan lambaian tangan pula oleh Eva, namun tanpa bersuara.
Sesampainya dirumah hal biasa mulai terdengar dirumah Eva. Pecahan kaca di ruang makan dan teriakan yang memekakan telinga. Hal biasa dan sudah menjadi makanan pokok bagi Eva. Dia dua bersaudara. Bersama adik perempuannya yang masih berusia 10 tahun dan masih duduk dikelas 5 SD.
“ma, pa aku pulang”
Namun tak sekalipun mengalihkan perhatian pada Eva. Jam menunjukan pukul 10 malam, tak terlihat adiknya. Mungkin dia sudah tidur dikamarnya sambil menyalakan headphone keras-keras agar tak mendengar suara dibawah. Cara yang selalu diajarkan oleh Eva pada adiknya jikalau merasa terganggu dengan pertengkaran dua serigala tersebut. Perlahan Eva menaiki tangga dengan tanpa sapaan tanpa pertanyaan kenapa pulang selarut ini dan tanpa pelukan hangat.
§  My sister’s letter
Bangun pagi hari tanpa sedikitpun terlihat makanan ataupun minuman di meja makan. Setelah supir Ara, adik Eva sudah bersiap Ara menuruni tangga sambil membawa tas ranselnya. Eva baru saja membuka kamarnya ketika mendapati adiknya menuruni tangga dan bersiap untuk berangkat kesekolah. Dia memanggil adiknya. Sedikit mencoba memberi perhatian kecil pada adiknya.
“mau kakak buatin sarapan dulu dek?”
“enggak kak, Ara udah telat”, lalu Ara menarik tangan Eva dan menciumnya sambil berpamitan berangkat sekolah. setelah itu Ara berlarian menuruni tangga dan segera saja terdengar suara mesin mobil menyala dan kemudian terdengar samar, menjauh. Eva terpaku dan segera saja memasuki kamarnya. Tak kuasa menahan tangisnya. Memeluk bantal teddy nya dan menceritakan kesedihannya secara tersirat kepada pagi yang tenang. Lampu handphone nya menyala. Eva segera membuka hapenya. Ternyata pesan dari Flo
Pengirim: Florens
Kepada: Eva
Va kamu dimana? Entar siang temenin ke mall yuk
Aku mu beliin sesuatu buat gebetanku. Besok ultahnya Tio
Disela tangisnya dia menyempatkan untuk membalas pesan temannya itu.
Pengirim: Eva
Kepada: Florens
Ok
Eva segera menuju kamar mandi untuk bersiap pergi ke kuliahnya. Tak sampai 20 menit dia sudah keluar dari kamar mandi. Memakai jeans dan bajunya. Sedikit memakai make up tipis yang membalut muka cantiknya. Tak lama setelah itu terdengar klakson mobil didepan rumahnya. Eva mencoba mengintip siapa yang pagi-pagi datang bertamu kerumahnya. Setelah itu dia menerima panggilan dari Flo.
“Va aku udah didepan rumahmu, buruan keluar”
“oke”
Setelah menyiapkan buku-bukunya dia segera keluar menemui temannya.
“rajin banget pagi-pagi jemput?” ketika Eva sudah sampai didepan gerbang rumahnya
“iya nih lagi rajin ajah”
Florens langsung melajukan mobilnya dengan kencangnya. Disela-sela jalanan Surabaya yang begitu padatnya Florens termasuk pengemudi yang jago. Sehingga tak akan takut terlambat bila berkendara dengan Flo. Tak sampai setengah jam mereka sudah sampai di kampus.
“astaga lupa. Aku ada tes pak Fathur. Kamu tolong parkirin mobilku ditempat biasa ya Va. Plis”
“oke, buruan sana”
Flo berlarian menuju ruang kelasnya. Sedang Eva sibuk memarkirkan mobil Flo. Ketika hendak dia masuk tiba-tiba saja mobil putih itu menyerobot masuk, mendahului Eva, sehingga hampir saja mereka tabrakan.
“maaf mbak”. Kata pria yang duduk dibelakang kemudi mobil putih itu sambil mundur mempersilahkan mobil Eva yang parkir disitu. Eva hanya membalasnya dengan senyuman. Setelah memarkirkan mobilnya Flo ia bergegas masuk ruang kelasnya. Lelaki itu terus menatap Eva sampai tubuhnya hilang menjauh dari penglihatan. Ketika mata kuliah hari itu hampir usai Eva menerima pesan singkat dari Flo dan Rita
Pengirim:Flo
Kepada:Eva
Nanti kita tunggu dikanti yah, aku barengan sama Rita

Pengirim:Rita
Kepada:Eva
Va aku sama Flo tunggu di kantin. Buruan keluar
Kalo dosennya bikin ngantuk tinggalin ajah
Eva membalas keduanya secara bebarengan
Pengirim:Eva
Kepada:Flo dan Rita
Oke tunggu 5 menit lagi, mendarat
Mata kuliah terakhir itu adalah mengenai tipe kepribadian manusia. Ketika jenuh mulai menghinggapi Eva dia segera bergegas keluar. Dengan meminta izin dosennya karena ada keperluan mendesak. Tak beberapa lama Eva sudah menemukan dua temannya di kantin. Mereka bertiga bergegas menuju sebuah mall.
“mau cari apa Flo?” Tanya Eva
“ga tau nih masih bingung. Ada usul nggak?”
“gimana kalau kemeja, keliatan dewasa”
“jangan, underwear aja”, usul Rita
“ngaco aja kamu Ta. Bener juga kamu Va. Lagian dia dewasa banget pembawaannya”
Setelah memilah - milah beberapa kemeja yang dikira cocok untuk sang gebetan Flo pun membayar dan membungkusnya dengan kertas kado berwarna pink yang mencolok.
“guys mampir dulu yuk di pizza hut” ajak Rita
“ayo, aku juga laper dari tadi muter-muter” Flo mengiyakan
Eva terdiam, dia memikirkan adiknya. Ketika Ara pulang sekolah dan mendapati rumahnya kosong pasti akan terasa kesepian. Dia tak ingin adiknya merasakan hal serupa dengan yang dialaminya.
“eh Va ayo buruan”, ajak Flo
“kalian aja yah, aku harus pulang”
“pulangnya bareng aja pakek mobilnya Flo”
“aku naik taksi aja ga papa Ta. Aku duluan yah guys”
Eva segera cabut dari mall dan meninggalkan kedua temannya. Di dalam taksi dia terus memikirkan adiknya. Sudah pukul 2 siang. Apa adiknya sudah pulang dari tadi. Dia mencoba menghubungi supir adiknya. Namun tak ada jawaban. Karena dikeluarga mereka menerapkan aturan bila berkendara tak boleh bermain gadget, termasuk menerapkannya pada supirnya. Jalanan kota Surabaya siang itu begitu padatnya. Padahal sebentar lagi dia sudah sampai dirumahnya. Eva memutuskan untuk turun ditengah jalan dan memilih berjalan kaki. Karena bisa saja dia terjebak macet hingga jam-jaman. Dia menyusuri jalanan Surabaya dengan matahari yang begitu menyengatnya. Setelah berjalan sekitar 15 menitan sampailah dia dirumahnya. Tak terlihat mobilnya terparkir diluar, menandakan adiknya belum pulang. Eva tak berani menelfon adiknya takut mengganggu kegiatannya dikelas. Dia segera masuk kamarnya. Setelah meletakkan tasnya dan berganti pakaian santai dia iseng masuk kamar adiknya. Karena jarang sekali adiknya membolehkannya masuk kamarnya. Dia membuka gagang pintu kamar itu dengan perlahan dan memasuki istana kecil adiknya tersebut. Kamarnya begitu unik. Terheran dia melihat peletakkan barang - barang milik adiknya dikamar. Eva mendapati berbagai boneka yang tertata rapi diranjang kecil tempat tidur adiknya. Seakan kasur itu penuh dengan orang – orang yang menidurinya. Di tembok sebelah kiri terdapat papan lumayan besar, yang terdapat tulisan – tulisan kecil. Sepertinya sebuah doa atau pengharapan yang ditulis tangan dan ditempelkan oleh Ara. Buku – buku terlihat begitu banyak di meja belajarnya. Eva tak mengetahui hoby membaca adiknya. ‘oh Tuhan, sungguh kakak macam apa aku ini? kegemaran adikku saja tak kuketahui’ ucapnya dalam hati. Eva mencoba memberanikan dirinya untuk membuka laci adiknya. Yang bertuliskan. “Do Not Open”. Dia menemukan kertas paling atas sendiri. Dia mengambilnya dan mencoba membacanya
Kepada Ara- ku tercinta
Sayang kau tak sendirian menghadapi kehidupan ini. lihatlah masih banyak yang menganggapmu ada. Bunga-bunga masih tersenyum padamu, burung itu masih menyapamu. Dan ibu kantin yang selalu setia membuatkanmu sarapan dipagi hari ini dan pagi hari esok hari. Yang kau alami sekarang anggap saja kado. Kau tak mungkin melemparkan kado itu kan. Harus menghargai jika dikasih Ara. Jangan ditolak apalagi dibuang. Jika kau membuangnya maka tak akan lagi datang kado-kado selanjutnya. Yang artinya berakhirlah kehidupnmu didunia
Tertanda Ara untuk Ara-ku tercinta
Kertas itu terjatuh ke lantai, menghantam kerasnya lantai dikamar Ara. Tak kuasa menahan air mata. Eva menangis tersedu. Melihat betapa besarnya hal yang disembunyikan adiknya. Dan melihat betapa kuatnya adiknya menahan beban sendiri tanpa berbagi padanya dan kepada siapapun. Selain kepada tulisan-tulisan dan kamarnya.
Dia segera meletakkan kembali kertas itu kedalam laci dan keluar dari kamar adiknya. Dia menanti kepulangan adiknya dengan menunggunya diruang keluarga sambil melihat tivi. Tak beberapa lama kemudian dia mendapati adiknya membuka pintu rumah. Dan hal yang semakin mengiris hatinya ialah adiknya melempar senyum padanya. Senyuman yang Eva tahu itu hanya kamuflase saja. Namun tak kuasa Eva berkata-kata. Selain membalas senyum manis adiknya.
§  Party
Pengirim: Flo
Kepada:Eva dan Rita
Guys jangan lupa besok malem pesta ultah gebetanku, Tio.
Pada dateng yah. Di hall hotel Mentari jam 7 malem.
Dandan yang cantik siapa tahu dapet pacar baru di sana entar.
Love you.muah

Pengirim:Eva
Kepada:Flo
Iya aku usahain
Setelah beberapa saat bunyi ketokan pintu. Eva yang sedang menonton tivi bersama adiknya lalu membukakan pintu rumahnya.
“kalian? Ayo masuk”
“kalian tumben malem-malem gini kesini?”
“kamu sih balesnya gitu” jawab Flo
“jawab apaan?”
“pesen kamu tadi, kamu mau gak dateng ke pesta gebetanku yah. Tega banget ga mau nemenin aku” rengek Flo
“kan aku bilang aku usahain Flo, santai aja. Aku dateng kok. Kemungkinannya sekitar 60%”
“tuh kan. Pokoknya harus dateng. Ini udah aku bawain kado. Nanti kamu bawa pas pesta. Oke”. Sambil menyerahkan kotak kado lumayan besar kepada Eva
“ihh maksa banget, hahaha”
“sekali – kali gitu Va keluar. Have fun bareng. Kamu selalu ngilang aja pas mau diajak keluar refreshing”. Tambah Rita
“lagian kamu belum pernah pacaran lagi semenjak putus dari Iko. Betah banget jomblo”kata Rita lagi
“bukan gitu sih Ta, pacar kan gak kayak nyari keong. Bisa dengan mudahnya”
Mereka bertiga menuju ruang keluarga, bergabung bersama Ara yang sedari tadi mantengin tivinya
“hai.. dek lagi liat apa?” sapa Rita
“liat acara nyanyi kak”
“eh ke kamarku aja yuk” ajak Eva karena tak ingin mengganggu adiknya
“dek undang aja temenmu main kesini ga papa. Asal jangan cowok-cowok” kata Eva kepada adiknya sebelum masuk kamarnya
“iya kak, besok temen-temen mau kesini, kerja kelompok bikin kerajinan tangan”
“kalau butuh apa-apa bilang kakak aja. Nanti kakak bantu siapin perlengapannya”
“iya kak, besok 5 anak kesini. Udah cukup buat nyelsaiin tugasku”
Malam sudah semakin larut, Florens dan Rita berpamitan pulang. Eva mendapati adiknya tertidur dengan tivi yang masih menyala. Terdengar suara mobil papanya datang sendiri tanpa mamanya
“pa mana mama?” Tanya Eva
“papa gak perduli. Sama selingkuhannya mungkin”
“kok bicara gitu pa”
Papanya tak menghiraukan perkataan Eva dan langsung menuju kamarnya
“pa bisa gendong Ara ke kamarnya”
“biarin aja disitu, kasih aja selimut biar gak kedinginan” lalu segera saja dia menutup pintu kamarnya. Eva mencoba menahan tangisnya. Dia berfikir ini sudah hal  biasa. Perlakuan yang diterima. Bukan sebagai anak ataupun keluarga. Namun sebagai seorang lain yang tak berhubungan darah. Meski berat dia mencoba menerimanya. Namun yang ia kesalkan adalah kepahitan yang dirasa oleh adiknya. Tak pantas seorang anak yang masih kecil merasa tak dihiraukan seperti itu. Bahkan malam-malam yang dingin dimana seorang yang seumuran dengannya mendapat pelukan dan kecupan hangat namun bagi Ara, sapaan hangat saja tak mampu ia dapatkan.
Mentari pagi menghangatkan jiwa-jiwa yang masih terlelap. Begitupun dengan Eva dia begitu enggan untuk beranjak dari kasurnya. Dan enggan meninggalkan gulingnya. Tapi alarm terus berbunyi. Mengharuskn Eva segera pergi dari dunia kantuknya dan bersiap menghadapi dunia nyata. Ia mengetuk pintu Ara namun ternyata Ara sudah bersiap untuk berangkat. Katanya akan mempersiapkan tugasnya bersama teman sekelompoknya sehingga dia berangkat pagi-pagi buta.
Hari sabtu begitu malas untuk berangkat kuliah meski hanya satu mata kuliah saja hari ini. sisanya mereka bertiga, Eva, Flo dan Rita akan mengantri di salon untuk bersiap ke pesta. Setengah tujuh malam mereka bertiga sudah selesai dengan riasannya. Atas desakan Flo mereka sudah mengantri sejak jam 2 siang tadi. Mereka segera meluncur ke hotel dimana diselenggarakan pesta untuk Tio oleh keluarganya. Namun yang datang hanya para muda atau anak teman rekan kerja orang tua Tio. Bersama DJ yang menghibur malam itu . namun bagi Eva ini adalah buang-buang waktu ditempat bising bersama prang-orang yang tanpa kepedulian itu. Bagi Eva datang ke pesta hanya untuk menghargai ajakan Flo saja, selebihnya  karena sudah diberi kado untuk diberikan kepada Tio. Mubazir, pikirnya. Mereka bertiga mendatangi Tio yang ditemani sepupu wanitanya didekat panggung kecil yang dibuat untuk penyanyi yang akan menghibur malam ini.
Flo tinggal disitu untuk membantu Tio menerima hadiah-hadian dari tamu undangan yang datang. Sedang Rita dan Eva tak mau menjadi kacung saja disitu mereka berdua mencari makanan dan minuman untuk memenuhi dahaga dan lapar mereka. Namun keduanya berpisah karena Rita sibuk dengan lelaki yang ditaksirnya yang datang juga ke pesta malam itu. Lelaki yang kuliah di perguruan tinggi popular di Surabaya yang pasti akan membuat Rita klepek-klepek. Entah fikiran macam apa dikepala Rita. Hanya kampus saja yang menjadi pertimbangan utamanya, selebihnya urusan Tuhan, katanya.
Eva hanya diam, mencoba mendengarkan suara disekelilingnya yang tak membuatnya nyaman. Dia duduk mencoba untuk menikmati makanan yang di bawanya. Sambil melahap makanannya dia mengirim pesan pada adiknya.
Pegirim:Eva
Kepada:dedek Ara
Gimana dek tugasmu, udah selesai belum? Pulang nanti mau kakak bawain apa?

Pengirim:Ara
Kepada:kak Eva
Baru aja temenku pulang kak, dijemput mamanya sendiri-sendiri. Kalau boleh aku nitip pensil aja kak,pensilku udah pendek semua.

Pengirim:Eva
Kepada:Ara
Oke :*
Eva masih duduk sendirian diantara berbagai macam orang yang datang ke pesta. Kesepian diantara keriuhan suasana dan merasa keheningan diantara alunan musik disko yang dimainkan oleh DJ professional. Seorang lelaki mendatanginya. Memakai baju dan jas hitam yang membuat tubuhnya semakin gagah. Dengan membawa note dan bulpen di tangan sebelah kanannya. Menyapa Eva dengan perlahan. Karena dia takut perihal pertemuan mereka yang saling serobot di parkiran. Ternyata diluar dugaan. Eva melempar senyum ramah tanda dia sudah melupakan kejadian di parkiran. Lelaki itu mengeluarkan sebuah lembar kertas di berikannya kepada Eva
boleh duduk disini?”, Eva membaca tulisan yang tertera di kertas tersebut. Lalu dia menganggukkan kepalanya. Mengizinkan lelaki itu duduk menemaninya di pesta yang membosankan bagi Eva. Pria itu mengeluarkan kertas lagi memperkenalkan diri
aku Fandy. Kamu?”
Eva mengambil note yang ada ditangan lelaki itu sekaligus bulpennya. Menuliskan beberapa kata
“aku Eva, kamu kenapa disini? Merasa bosan juga sepertiku?”
Fandy:
Enggak juga sih. Kamu yah yang bosan?”
Eva:
“iya lumayan juga”
Fandy:
“mau aku ajak jalan?”
Eva:
“kemana?”
Fandy:
“bakal seru kok dari pada disini, kalau kamu mau sih”
Eva tak lagi membalas surat kertas Fandy, dia langsung bergegas sambil menenteng tas di lengannya. Fandy segera faham dan mengikuti langkah Eva. Mereka berdua berjalan berdampingan tiba-tiba. Dan saling bertatap untuk beberapa saat. Sungguh Eva baru menyadari lelaki disampingnya itu begitu manis dengan lesung pipit yang bersembunyi di balik pipi kanannya. Mereka sudah sampai diluar hotel dan berjalan menuju parkiran. Eva membuka percakapan selanjutnya. Dengan kata-kata dan tak perlu note lagi. Karena diluar kebisingan sudah bisa diredam
“kamu punya cekungan surga?”
“cekungan surga? Apa itu?” tanya Fandy
Eva menunjuk pipinya, “coba kamu tersenyum, nanti muncul disini”
Fandy tersenyum menuruti Eva, dan tersenyum pula keduanya. Mereka berdua sudah didalam mobil dan menuju tempat yang ditujukan untuk Eva. Tak sampai setengah jam mobil itu berhenti. Fandy turun duluan dan membukakan pintu mobilnya untuk Eva. Eva segera turun dan mengikuti kemana Fandy membawanya. Mereka berhenti pada seorang penjual jagung bakar di pinggir jalan
“kamu gak keberatan dengan lesehan kan non?”
Eva menggelengkan kepalanya dan langsung duduk di tikar yang sudah digelar disamping penjual. Dekat dengan danau disekitar jalanan, dekat dengan jalan, dekat dengan bintang, dan dekat dengan malam yang mengagumkan. Fandy segera memesan 2 buah jagung. Dan duduk disamping Eva untuk menunggu jagung yang masih dibakar.
“kamu kenapa ngajak aku kesini ?”
“aku pengen ngenal kamu aja”, dengan senyum manisnya ditemani lesung pipit yang mengagumkan itu, semakin membuat berdebar tak menentu hati Eva.
Mereka berbincang begitu panjang. Namun Fandy yang lebih mendominasi percakapan malam itu, bukan karena Eva tak nyaman namun memang Eva tak gampang bercerita perihal kehidupannya bersama orang yang baru dikenal.
(perbincangan malam itu, bintang dan bulan)
waktu itu sudah begitu lama, tak terasa lagi berapa lama kita menghabiskan waktu bersama. Aku dan dia akan segera naik pelaminan. Diriku dan dirinya yang menjadi cinta pertama dan terbahagia. Tak terbesit dia meninggalkanku begitu cepatnya. Saat dia hendak fitting baju nikah kita, truk menyambar tubuhnya hingga hancur.”
Sampai situ cerita Fandy terhenti dan hanya linangan air matanya kini yang mewakili perasaanya. Malam itu malam pertama bagi Fandy membuka lembaran kepedihan itu. Bersama Eva, wanita yang baru dikenalnya, baru pertama keluar dengannya, dan wanita yang tak sengaja ditemuinya diparkiran hari kemarin. Eva tak memberikan perkataan lain-lain selain memegang pundak Fandy dan memberikan senyuman padanya.
Setelah habis sebatang jagung bakar yang lezat itu habis pula perbincangan mereka. Fandy mengantar pulang Eva.
§  Ku Tabah Ku Bahagia
‘melewati hari bak ditemani mekarnya bunga ditaman
Meski pahit melanda, diriku saat ini tak sendiri
Bersama lelakiku yang menjadi sandaran
Saat ini dan saat seterusnya
Ku menanti datangnya pelangi
Meski yang terlihat selalu bayang semu corak biru itu
Melingkar dijariku, cincin begitu eloknya
Bukan harga bukan keindahan yang terlihat
Namun siapa yang memasangkannya untukku
Menanti hari esok lagi dengan bersabar
Bersabar seperti menanti munculnya pelangi idaman’
Berjalan 6 bulan sudah kebersamaan Eva dan Fandy. Hingga Fandy memutuskan untuk melamar Eva tanpa pacaran. Dan Eva menerimanya. Butuh waktu sedemikian panjang agar Fandy mengetahui seluk beluk Eva. Apa yang difikirkannya, apa yang diinginkannya, dan apa yang menjadi cita-cita hidupnya. Ingat pada suatu malam ketika mereka makan malam disebuah warung dipinggir jalan ketika cincin coba dipasangkan dijari manis Eva.
“aku tak bermuluk dengan ingin menjadi ini.. itu..
Tak bermuluk juga ingin memiliki ini.. itu..
Yang kuingin hanyalah ketenangan
Bersama Ara, adikku dan pendamping hidupku”
Semenjak itu Fandy mencoba dewasa menghadapi segala sifat Eva. Mencoba melindungi Eva, dan mencoba dekat dengan adiknya. Berjalan di bulan ke tujuh saat orang tua Fandy ingin merayakan pertunangan mereka secara besar-besaran. Kedua orang tua Eva acuh tak acuhnya. Sekedar menyumbang beberapa rupiah untuk kelangsungan pesta itu. Namun datang hanya sebentar dan kemudian pergi lagi. Malam pesta itu datang semua teman dekat Eva dan Fandy dan orang terdekat namun tidak untuk orang tua Eva sendiri. Entah dimana letak hati mereka. Melihat anak perempuannya dilamar oleh lelaki sungguh tak terbesit bagi mereka untuk melihat, merasa bahkan turut hadir dalam momen bersejarah bagi anaknya sendiri. Tertahan air mata Eva malam itu, keriuhan yang menyamarkan kesedihan dilubuk Eva, namun tidak bagi Fandy yang memahami perkataan hati Eva. Fandy sejenak mengajak Eva masuk kedalam kamar. Dimana tak terlihat oleh para tamu undangan. Sejenak mendekap erat tubuh Eva, memberinya kehangatan dan mebiarkannya menagis tanpa jeda. Butuh sekitar sejam lamanya menanti dan mengeringkan air mata Eva. Tanpa bersua dan keluh kesah yang ada hanya deraian air mata. Yang turut serta membasahi hari bahagia mereka.
Tahun berikutnya. Semua sudah pada takdir masing-masingnya. Florens sudah menikah dengan lelaki pujaannya. Sedang Rita yang melanjutkan studynya di Malaysia, meninggalkan keluarga dan teman-temannya dibumi tercinta. Juga dengan kehidupan Eva dan adiknya beserta Fandy. Semakin memuncak segala persoalan diri yang mengharuskan mereka tinggal sendiri. Terpisah dari sang orang tua yang dingin tanpa curah kasih sayang. Akhirnya Fandy membawa Eva dan adiknya disuatu tempat yang jauh dari Surabaya. Meninggalkan kekelaman mereka, dan hidup sederhana yang diliputi kebahagiaan sebagai pegusaha daerah dikawasan perbukitan kota bunga.
(6 November 2014, Bella Nosevia. A)


Cerita Tentang Sahabatku

Tulisanku kali ini terilhami oleh cerita nyata kehidupan percintaan sahabatku sendiri, mereka yang kusebut cak dan bolu. Dua sosok manusia yang paling dekat dan kucintai dibumi metropolitan ini. let’s chek it out
*    Intro…
Aku duduk di kursi sambil melahap makananku yang kupesan beberapa saat lalu. Sambil mendengarkan cerita nya, sambil memberikan solusi dan sambil memberinya ketenangan. Setelah sendok terakhirku akan kemasukkan kedalam mulutku dia mulai mengisahkan kegelisahannya secara perdana padaku. Dengan suara yang murni, tatapan yang tulus, sambil terus dia mengutek hapeku yang sedari tadi dipegangnya. Aku panggil saja dia Ari. Manusia asal planet Madura yang mampu memukau sahabat dekatku sendiri, yang akan kusebut Dina dicerita ini. dan manusia aneh itulah asal muasal mereka para teman-teman memanggilku dengan sebutan ‘mama’. Aku sendiri Via, anak perantuan yang ngekos bersama dengan Dina. Si bolu kukus J
“aku masih berusaha ma, buat naro nama adek didalam hatiku. Dan tetap menjaganya sampai nanti. Dan jika aku sudah beristri nanti akan kutaro nama istriku disebelah nama adek. Dan jika dia suatu saat bertanya masihkah aku menyimpan namanya. Aku akan menjawab “iya”. Aku akan berusaha selalu menjaga adek didalam hatiku asal dia tidak berdusta padaku. Aku melihat adek, ia adalah sebuah keindahan surga, ketika melihatnya rasa marah akan segera sirnah begitu saja”, cak sambil tersenyum geli menceritakannya dan mengingat adeknya. Dengan aksen khas Maduranya dia terus bercerita padaku, namun beberapa saat ketika dia sedang bercerita padaku, aku menerima bbm. Aku membukanya ketika cak memberikan hp ku.
Sender : bolu
-momm bilang cak titip es miloo
Aku baca keras – keras sehingga tak perlu lagi memberitahukan pada cak. Unik sekali dalam seplastik es milo cak menyuruh ibu penjual untuk menuangkan 2 sachet milo sekaligus dengan air yang hampir penuh dan es segunung. Seger banget. Aku sudah bersiap satu sedotan satu lagi. Hahaha seger melihatnya membuatku tergiur juga. Aku dan cak selesai membayar dan kita berdua kembali ke kampus. Berjumpa dengan beberapa anak kelas yang duduk duduk didepan sekretariat. Sambil berbagi minuman yang aku dan cak bawa sambil bercanda gurau dan setelah itu melanjutkan lagi praktek kuliah yang harus kita rampungkan hari itu.

*    Let’s beginning
Awal Maret 2014, kita para mahasiswa mengikuti pembekalan 3 hari, dengan memakai baju bebas dan tak saling kenal kita berkumpul menjadi satu disebuah ruangan. Untuk memperkenalkan diri, dan untuk dikenal satu sama lain. Aku sedikit lupa bagaimana wajah-wajah polos saat pertama kali bertemu mereka, namun satu sosok yang paling kuingat ada sosok satu orang. Dia gadis tak berjilbab dengan rambut dikuncir kuda memakai jaket hitam tebal dengan juteknya. Masih teringat dibenakku saat itu, semua cewek saling bertukar nomor ponsel dan menanyakan menganai sekolah asal, namun tidak dengan gadis yang satu ini. membatku ilfeel pada awalnya. Akhirnya aku yang meminta duluan nomor ponselnya.
Dan… takdir yang mempertemukan kita, ketika Dina sedang mencari tempat kos dan aku yang sudah lebih dulu mendapatkan kos. Aku menawarkan untuk ngekos jadi satu dengannya. Juga bertemu dengan ayahnya, yang sangat ramah, berbeda dengan putrinya. Ayahnya setuju anaknya satu kos denganku. Dan awal cerita dimulai.
*    Inti Intro
Aku masih sendirian dikos siang itu, Dina dan ayahnya pulang. Untuk membawa barang-barang dan persiapan lainnya. Masih kuingat sms nya ketika itu. Aku mengirim sms dia duluan. Dalam benakku sebenarnya aku hanya takut. Takut Dina tidak nyaman denganku. Takut Dina sebenarnya tidak ingin satu kos denganku. Dan takut sebenarnya dia hanya dipaksa oleh ayahnya untuk satu kos denganku. Sehingga aku mencoba membaur dengannya melalu pesan singkat ini. kekhawatiranku mulai pupus ketika menerima balasan sms darinya yang aku pikir itu sedikit ramah. Walaupun hanya sedikit saja. Namun aku tetap senang J
Esoknya dia sambil membawa tas ransel pink dengan barang bawaan yang begitu sedikit dibandingkan denganku. Ditemani ayahnya yang begitu ramahnya dan tetap memberiku senyuman. Berbeda dengannya yang masih dengan wajah juteknya. Aku tidak berfikir sejauh ini. menjadi teman dekat bahkan menjadi saudara dengannya. Aku berfikir aku takkan cocok dengan makhluk satu ini.  Dan aku akan mencari teman dekat lainnya. Entahlah, selain Dina tentunya.

*    Keseharian di Kos pertama
Hari pertama, very simple and nothing. Pagi-pagi bangun untuk antri mandi. Dan bisa – bisa memakan waktu jam-jaman. Saking cepetnya. Fiuh dunia ini penuh dengan orang-orang yang begitu lama. Lama PDKT ujung-ujungnya gak jadi. Lama pacaran hingga tahunan akhirnya kandas juga. Realita dunia yang membosankan I think. Okey let’s back to the story again. Setelah antri panjang – panjangan kemudian ganti baju atau juga terkadang sholat kalau hati kita sedang plong. Berdandan dandan ria. Setelah itu membeli susu. Di depan kos terdapat toko yang menjual kebutuhan rumahan. Juga terdapat frezer tepat didepan kamar kita. Dan kita selalu dan selalu membeli minuman sebelum berangkat kuliah. Paling sering membeli susu. Kemudian berangkat berjalan kaki. Sambil menikmati sengatan matahari yang begitu menyilaukan pandangan. Sampai di kampus belajar dan mendengarkan. Pulang berjalan kaki lagi. Begitu seterusnya sampai beberapa bulan kedepan. Hingga waktu mempertemukan beberapa pasang hati. Pulang kuliah begitu awal. Teman-teman memutuskan untuk pergi kesebuah mall. Aku dan beberapa teman kelas gabung, namun ada beberapa juga yang tidak ikut dan langsung pulang. Sampai dimall kita langsung ke lantai paling atas, tepatnya di food court. Dua orang Madura itu baru datang. Salah satunya si Ari. Dia terlihat begitu mutung dan lesu. Entahlah apa yang difikirkannya. Namun semuanya masih standar. Tidak ada yang mengarahkan pandangan tanda suka, namun berbeda denganku. Aku sedikit melirik ke cowok yang kutaksir agar mendapat perhatiannya. Sedang Dina asik dengan bisik – bisik tetangganya dengan Gina temanku lainnya diujung sana. Aku duduk berseberangan dengan Dina. Tak memungkinkan kita untuk bercakap – cakap. Asik dengan kedua teman cowokku salah satunya yang kutaksir tadi, sebut saja Fico lelaki berkulit gelap dengan postur besar dan tinggi dan satu lagi bernama Didi kulit gelap dengan gigi yang begitu eksotis dan berkarya seni itu alias berliku- liku bak rel kereta api. Haha anyway I like it. So funny J
Sepiring nasi goreng dimakan bertiga. Aku Fico dan Didi mendapat seporsi piring untuk dihabiskan namun kita begitu jaim. So annoying. Padahal aku sangat lapar. Oh Godness. Si makhluk Madura itu mendapat sepiring, si Dina juga. Dan semuanya, dengan sistim bagi porsi. Entah kita begitu adilnya dengan membagi sama rata, atau … begitu tipisnya lembaran kertas di dompet kita. Entahlah. Hanya kita sendiri yang tau. Termasuk aku. Bercengkerama sambil menghabiskan nasi di piring kita terdengar suara begitu memecah telinga. Pyarrrrrr…..  Ari memecahkan gelas kaca itu ketika hendak mengambil minuman di pitcher. Semua orang memandangi group kita. It’s shame. Memalukan. Semua tertunduk malu, termasuk aku. Ari dan Tio teman se sukunya terdiam. Dan hanya memungut pecahan gelas yang berserakan. Situasi kembali mencair dengan binang –bincang santai. After that we back to the home. Senang rasanya, pulangnya aku dibonceng sama Fico. Fico dan Didi mampir di tempat kosku dan Dina. Awal pertemuanku dengan pacar pertamaku di kampus dimulai. Hujan begitu derasnya, seakan menahan mereka berdua untuk pulang dan sejenak menemani hari dingin kita. Aku begitu dekat di hari pertama bersama Fico. Sedang Dina yang masih kurasa cuek duduk disebelah sana. Sedikit jauh dariku. Aku hanya ngobrol dengan Fico, kubuka hapenya dan kubaca bbm nya dengan pacarnya. Bodohnya aku. Melihat kenyataan yang ada dan kucoba ingkarinya. Setelah hujan sudah mereda mereka berdua pulang. Dan hariku kini hanya berdua saja. Bersama orang yang masih asing dan sama sekali belum kusentuh hatinya. Dina.
Hari – hari berjalan sebagaimana biasanya. Aku, Dina, Fico, Didi, Ari, Tio. Sesekali teman sekelas datang ketika menunggu sesuatu. Misalnya menunggu saat table maner, casual, or anything else. Kami menghabiskan waktu bersama –sama di kamar berukuran kira- kira 4x5 meter itu. Berdesakan dan berhimpitan sudah biasa. Menceritakan dan membahas hal yang lucu dan menarik. Mencoba menarik kesimpulan perihal kepribadian kami satu sama lain. Dan saling menyatukan hati, meski secara tersirat. But it’s okey the time will showing the powerself. Just waiting. Waiting for the real show and the real thing.


*    Pacar Pertama ku dan Pertama kedekatan si bolu dan Cak
Lewati saja bagian aku jadian bersama Fico. Tapi kalau kalian ingin mendengarnya oke aku akan ceritakan sesuai versiku. Entah tokoh yang terlibat memberi ACC atau enggak. I really don’t care. Ketika itu aku sedang menginap dirumah Dina di daerah Malang. Malam menjelang aku masih belum memiliki bbm jadi tak bisa memantau gebetanku. Dan melalui perantara hapenya Dina aku bisa tahu segala macam yang terjadi. Specialy Fico. Foto profilnya, statusnya and many more. Aku diam sibuk dengan hapeku sendiri yang masih jadul. Dina tiba-tiba datang dan memberiku informasi. Fico memasang foto cewek dan status mengenai hubungannya dengan cewek itu. Dina menanyakan kebenaran menganai kedekatanku dengan Fico. And I explain. That’s true that I like him, and he likes me too. But I still can’t accept about that fact. Make me sad and sad. Galau menghinggap diriku seketika. Tak kubalas satupun pesan dari Fico. Membuat dirinya bingung, sedang diriku yang sudah lebih dulu bingung. Penjelasan dilontarkan Fico melalui bbm dengan Dina. Bodohnya untuk kedua kalinya aku tertipu daya. Kalian pasti tahu yang kumaksud kan. Yeah. Aku jadian sama Fico, Yiiippy… L
Balik lagi ke Surabaya menaiki bis. Sampai disurabaya langsung disambut dengan derasnya hujan. Mengharuskan aku dan Dina berlarian menuju kos agar tak terlalu basah. Keesokan paginya untung kita tak ada yang terkena flu atau demam akibat hujan-hujanan kemarin. Seperti biasa lah kehidupan pelajar. Just studying not different than before in senior high school. Ketika mereka para dosen mengajari untuk set up table. Mengajari cara memakai sumpit, serving spoon dan serving fork. Diriku sangat kesulitan sekali. Seumur – umur aku tak pernah melakukannya. Diriku lulusan SMK Accounting berbeda dengan Dina yang lulusan boga maka tak asing baginya. Mungkin dia sudah begitu kenyang dengan pelajaran model tadi. Semuanya maju satu persatu mempraktekkan yang telah diajarkan. Dan diantara teman-teman diriku sendiri yang paling lelet. Tak kutemukan semangat dari wajah Dina, teman kosku. Aku hanya mendengar teriakan Heru, pemimpin kelas yang begitu menyemangatiku. Namun aku sama sekali tak melihatnya. Dan di akhir cerita aku tahu bahwa dia menaruh hati padaku. Yah pelajaran hari itu selesai. Aku bersama Dina pulang ke kos. Tak lupa membeli makanan dulu, lapar menyerang dengan terangnya. Setelah makan mereka semua para cowok yang kusebutkan diatas datang. Selalu begini. Tiap pulang kuliah. Tiap hari. Aku sudah bermesraan dengan Fico, namun aku belum memberi tahu Dina perihal hubunganku. Kulihat Ari mendekati Dina, temanku. Aku tak menyukainya. Karena dia begitu banyak bicara. Semua orang tertawa axcept me. Aku sangat dekat dengan Fico sehingga tak memperhatikan Dina dan Ari. Kaget ketika aku menoleh kebelakang. Dina tidur dipangkuan Ari dan Ari membelainya. Aku pikir what the hell is that? Dina, cantik dan dia mau bersama oran gMadura itu. It’s oke lah, aku belum bisa berkata - kata. Melihat aku belum terlalu kenal dan dekat dengannya.
Malam menyapa. Mengusir sinar mentari untuk segera pergi. Dan bergantian cahaya bulan dan bintang yang menemani kami. Para budak duniawi. Aku sendirian di kos. Dina pergi keluar bersama Ari sampai menjelang pagi. Dan kuketahui setelah beberapa lama bahwa ternyata mereka pergi ke danau, Dina hanya berkata mereka saling bercerita perihal pengalaman hidup mereka. Aku hanya mendengarkan sambil terheran. Sorry Dina. Sungguh. Aku terheran.
Besok malam kejadian berulang, mereka berdua kembali pergi ke danau. Atau hanya sekedar duduk duduk didepan kamar kos. Aku mendengar gemersik suara mereka berdua. Sungguh aku begitu pusing. Tidur tak pulas dan mimpi pun tak berhinggap. Sampai menjelang pagi dan mentari sudah kembali dengan tugasnya. Dina masuk sambil membawa bubur yang dibelinya didepan kos bersama Ari. Mereka berdua begitu intim sekarang. Bahkan melebihi apapun didunia ini, sebagai teman. Hari berlalu, sampai semuanya terungkap. Dina dan Ari telah jadian. Well akhirnya kutanyakan pada Dina,
“Din kamu kok gak bilang sih ke aku kalau udah jadian sama Ari”
“sama kan, kamu dulu jadian sama Fico juga gak bilang-bilang. Malah aku denger dari Fico”
Well, emang sih. Asal kamu tahu Din, entah aku juga begitu tak yakin kalau aku benar – benar jadian sama Fico. Kamu tahu Din aku hanya sebagai kacungnya Fico. Di tempat lain bidadari udah menanti Fico. Aku hanya sebatas dewi penggoda yang hanya mampir sekelebat saja dikehiduan Fico. Suara hatiku berkata. Andai Dina bisa mendengarnya. Andai saja…
Pulang kuliah seperti biasa. Namun yang tak biasa kita sudah berada pada posisi pasangan kita masing-masing. Aku dengan Fico dan Dina dengan Ari. Namun hadir juga Didi yang kuketahui bahwa dia menaruh hati pada Dina. Namun. It’s too late. Let see. Dina udah kecantol sama lelaki Madura itu. Bercanda dan tertawa. Kita semuanya hanyut dalam kelembutan siang yang mencekam itu, dibumi metropolitan. Melupakan beban kita sejenak, melupakan penat beberapa saat. Dan sementara amnesia menganai tanggungan hidup masing-masing. Normal untuk kumpulan muda mudi yang memadu kasih. Serasa semuanya tak penting dan tak ada. Yang ada hanya kita. Aku,dia dan kemesraan saja. Orang Madura memanggil semua teman lelaki dengan sebutan cak, itu awal kita memanggilnya dan melupakan sejenak nama aslinya. Ari.
“eh temen-temen gimana kalau kita panggil Via dengan sebutan mama  dan Fico dengan sebutan papa”, pinta Ari
Aku hanya diam sedang yang lainnya mengiyakannya. Begitupun Fico hanya tersenyum simpul saja mendengar ucapan Ari. Semenjak detik itu dan seterusnya sampai sekarang. Diriku menjadi mama. Bagi mereka para anak-anak kelas, hahaha lucu rasanya J
*    Date unhealthy
Pertama hanya berdekatan, sedikit menyentuh, bersentuhan, dan saling mengunci satu sama lain. Ketika Fico hendak pulang ditahan oleh Ari. Dan benar saja. Dia tingal lebih lama lagi. Bersamaku dan Ari bersama Dina. Entah setan apa yang menghasut kami. Terang-terangan kami melakukannya. Entah apa hanya aku dan Fico saja. Bibir saling berdekatan. Sedikit bersentuhan dan saling berbagi kehangatan. Almost every day we do it, I know it’s wrong. So wrong but i can’t reject it. For the gay who love me.
Sudah bisa ditebak hubungan dengan awal seperti itu takkan bertahan lama. Bagi para pembaca ini adalah sebuah pelajaran. Jangan terlalu Terlena dengan yang namanya perasaan. Itu bisa mematikanmu guys. Berfikir dengan jernih dan lihat dengan mata terbuka. Jangan coba tutup matamu dengan kebenaran, dengan kenyataan. Dan berfikir akibat yang akan menderamu ketika kau sampai pada penghujung. Jadilah dirimu dan fikirkanlah hatimu yang mencoba menjerit keras saat dirimu berbuat salah. Hanya sekedar sharing saja, dari pacar pertamaku di bumi metropolitan ini. aku dan Fico sudah kandas. Aku sendiri. Namun tak bertahan lama. Beberapa cowok mulai mendekatiku, mulai dari teman sekelasku sendiri atau teman beda jurusan. Arga dan Adi. Sedangkan hubungan Dina dan Ari masih berlanjut.
Dibanding dengan aku, Dina lebih doyan begadang dan tidur malam, sampai pada suatu ketika Ari menantang ku. Untuk terjaga hingga  pukul 5 pagi. Dan jika aku menang akan dibelikannya ice cream dan sebatang coklat. Aku menyanggupinya agar tak dipanggil lagi beruang kutub. Enak saja. Mereka-mereka tidak melihat, aku jauh lebih langsing dari semua beruang kutub yang pernah ada didunia. Kita masih berempat, aku, Dina, Ari dan Tio. Sampai tengah malam, ditemani kopi yang dibuatkan Tio untuk kami. Namun kemampuan mata Tio sudah diragukan sejak awal. Dia pulang duluan ke kos untuk tidur. Tinggalah kami bertiga saja. Kopi habis dan hanya senandung music yang menemaniku agar jangan sampai tertidur. Mereka berdua curang. Ketika yang satu mengantuk dan hampir tertidur yang satunya berusaha membangunkan.begitupun sebaliknya. Kubuat membaca baca buku namun yang terjadi semakin memperparah ngantukku saja. Sudah hampir pagi. Aku memaksakan mataku agar tetap terbuka. Namun sia-sia saja mataku tertutup dengan rapatnya. Sampai jam alarm berbunyi menandakan pukul 5 pagi. Mereka berdua masih membuka mata. Dan aku terjingkat sambil reflek berkata,
 “aku menang, aku menang. Kamu kalah cak”.
Mereka berdua terbahak, yasudahlah. Iya aku kalah. Fine L
Cak sudah kembali ke kosnya kita berdua bersiap tidur. Dan bangun pukul 10. Dengan perutku yang mulas. Kamar masih tertutup dan ketokan kamar mulai terdengar dari luar. Ternyata cak datang dengan kresek ditangannya. Yang berisi 2 ice cream dan 2 coklat. Terbayar deh begadang semalaman. Dan juga perut mulesku. Xixi
*    Menjalin persahabatan
Kami sering keluar berempat. Aku, Dina, Ari dan Tio. Entah sekedar mencari makan atau hanya pergi nongkrong. Kami semakin dekat. Persahabatan tanpa pamrih tanpa tuntutan dan hanya menerima. Sungguh memang yang membuat dunia ini indah ialah indahnya jalinan kasih persahabatan. Kami berencana berlibur ke Malang. Menginap disalah satu rumah teman kami disana. Ana. sayangnya Tio nggak ikut. Dan aku dibonceng Adi. Salah satu cowok yang mendekatiku saat itu. Sudah diastikan Dina bersama Ari. Dan dua teman kita lagi Didi dan Gina. Dua teman kami lagi yang sudah menunggu dimalang tentu saja si tuan rumah. Ana dan kekasihnya. Touring yang lengkap. Kami menikmatinya. Namun bertubi – tubi cobaan mendera. Mulai dari permasalahan aku sendiri, Gina,dan Dina yang dimarahi orang tuanya. Kami tetap memutuskan untuk bermalam di Malang, tepatnya dirumah Ana. kami masih menikmati liburan kali itu. Pergi ke air terjun, goa Cina, dan makan sarapan bersama. Sejuk terasa. Jam 12 siang ketika matahari terbit disana hawanya begitu dinginnya. Membuat keintiman diantara teman-teman begitu berasa. Sudah puas dengan jalan-jalan kami. Akhirnya kami semua pulang. Namun sebelum itu kami mampir dulu untuk makan. Dan lagi-lagi insiden berlanjut. Kunci motor cak hilang. Tak beberapa lama akhirnya ditemukan juga, ternyata ditemukan oleh penjaga parkir. Dan kami semua berkendara pulang. Mampir dirumah Gina yang jauhnya sangat-sangat untuk membantu menjelaskannya kepada orang tuanya setelah itu mampir juga kerumah Dina. Dengan maksud dan tujuan yang sama. Setelah semuanya selesai dan tak ada lagi salah faham kami semua melanjutkan perjalanan ke Surabaya. Ditemani malam dengan semilir angin yang sepoi. Aku bersama Adi, Dina dengan Ari, dan Didi sendirian berkendara. Melaju dan terus melaju memembus dinginnya malam yang menusuk. Dan menikmati tiap meter dan centi jalanan malam.
*    Holiday in salt island
Bulan puasa begitu beraroma, manis dan harum disetiap detiknya. Kami berempat pergi ke Sampang. Tepatnya dirumah Ari. Bersama dengan Dina dan Tio. Berkendara dari sore hari sampai malam tiba. Mampir ditempat makan  bebek sinjay untuk berbuka puasa. Melanjutkan perjalanan lagi di jalanan gulita tanpa penerangan. Sungguh romantic sekali. Untuk persahabatan kita. Tiba juga di rumah Ari. Dan disuguhi ayam bakar. Kita makan-makan lagi. Mandi dan beristirahat dikamar.keesokan harinya mobil mengantar kami menuju pasar untuk membeli bahan-bahan makanan yang akan kita masak untuk berbuka. Sungguh pulau itu begitu mnyengat dibulan yang penuh berkat. Ketika terlalu capek dari pasar kita tidur di siang yang terik. Kita terbangun di suatu sore yang mulai redup cahayanya. Tio masih dikamarnya sibuk dengan  ponselnya sendiri. Kita bertiga sedang luluran. Saling meluluri badan satu sama lain, dina meluluri cak, cak meluluriku, dan aku meluluri Dina. Berputar seperti roda tupai. Setelah sudah untuk proses pemutihan dan pencerahan kulit kita membersihkan diri. Dan aku sangat ingin sekali ke pantai sebelum berbuka. Padahal waktu sudah sedikit lagi akan bedug. Cak menuruti ku dan kita berempat menghempas angin melaju menuju pantai. Bagiku pantai adalah ketenangan, suara ombak bak melodi, dan dengan ketenangannya itu mampu membawaku pada aroma surga. Melihat pantai, melihat ombak, melihat pasir putih, dan melihat monyet liar. Kesederhanaan yang mampu ciptakan kebahagiaan tersendiri bagi kami. Tentu takkan lengkap jika kita tak mengabadikan momen special itu. Kita segera pulang ketika suara bedug maghrib mulai terdengar. Pulang dengan cepat karena sudah tak sabar dengan buka yang mengenyangkan.
Berbuka bersama, dengan keluarga besar cak. Menikmati berbagai sajian yang lezat. Setelah itu para cowok sholat, aku dan Dina hanya duduk saja. Maklumlah, para wanita ngikut imam saja. Nitip maksudnya, hihi.
Malam semakin larut. Aku sedang berada di line telfon dengan pacarku, yang di Jakarta, Yudi. Cak bolak balik masuk kamar menemuiku dengan gelisah. Aku tak terlalu memperhatikan karena sedang asik ngobrol dengan Yudi. Dia hanya berkata sedang ada salah faham dengan Dina. Aku keluar. Dan benar saja emosi mereka berdua semakin memuncak. Sampai pada Dina melemparkan hapenya didepan rumah yang kesemuanya adalah batu-batuan kerikil kecil. Lalu dia segera masuk kamar. Tengkurap dengan air mata melinang di pipinya. Aku langsung membuntutinya dan mencoba menenangkannya. Cak masuk dan mencoba meminta maaf. Aku sendiri tak tahu menahu apa yang terjadi sebenarnya. Mungkin begitu rasanya ketika sedang jatuh cinta. Merasakan kenikmatan walaupun sedang berselisih paham. Namun salah faham tak selamanya berlangsung. Cak ingin mengajakku beli bakmie. Namun aku masih telfon dengan pacarku jadi terpaksa Dina yang menemaninya. Syukurlah pulang dari beli bakmie keadaan mereka membaik J
Kita semua beristirahat karena besok pagi - pagi sekali kami akan kembali ke Surabaya. Kembali lagi di perjalanan panjang, dan kembali merasakan sengatan matahari yang terik. Sampai di Surabaya kondisi cak drop. Dia ingin membatalkan puasanya namun dia gengsi padaku. Akhirnya Dina menemaninya membeli makan dengan disuruh tutup mulut terhadapku. Namun bangkai tetap bangkai cak, haha aku tahu kebusukanmu. Kamu mokel puasa kan

*    Dina’s birthday
Hari tak seperti biasanya. Aku dan Dina saling acuh. Dan diam menyelimuti kami. Dengan kejengkelan masing – masing yang terpendam dihati kami. Dia menangis dengan caranya sendiri begitupun dengan aku. Entahlah rasanya dunia berbalik 180 derajat dari biasanya. Suasana kelas, suasana kamar, bahkan suasana di jalan. Suasana semuanya. Dan semuanya menjadi asing tak terelakan dengan keegoisan kami masing-masing. Aku yang ingin dimengerti tanpa bercerita lebih dulu takkan bisa dilakukan oleh Dina. Dan sebaliknya.
Aku lupa memberi selamat hari jadinya yang ke 20. Padahal aku teman dekatnya sekarang. Membuatku semakin merasa bersalah. Dan masalahku yang kuderita. Aku hanya ingin kamu menemaniku, hanya kamu tempat menampung ceritaku. Namun kau keluar bersama dia. Semakin runyam. Hingga akhirnya keadaan semakin dibuat cak lebih runyam lagi. Dengan mencoba mengadu domba kami satu sama lain karena ingin memberi kejutan Dina. Sore - sore aku sudah berdandan dan bersiap untuk pergi. Aku mendengar isakan Dina dan mencoba menutup telingaku. Agar tak sampai ikut terharu. Segera dan secepatnya aku pergi. Menuju tempat kos cak bersama teman-teman yang sudah bersiap disana dengan cake besar yang akan dipersembahkan untuk kejutan Dina. Dina mengirimiku bbm. Dan semakin sulit aku menjawabnya. Terlinanga air mataku, juga cak. Dan membuat haru suasana dikos cak sore itu. Kita semakin bergegas untuk berjalan ke kos memberi surprise kepada Dina. Aku dan teman – teman lainnya menunggu dibawah sambil menyanyikan lagu ulang tahun agar Dina segera turun dan menerima kejutan dari kami. Suasana menjadi haru kala melihat Dina dengan kucuran air mata yang begitu derasnya. Kami berdua berpelukan. Seakan memberitahukan penyesalan kami. Dan kami berdua sama –sama menyesal. Atas ketidak pekaan kami. Bumi berkata ‘be happy for your friend, they’re make you strong and tough’. Acara ditutup dengan semua penjelasan cak atas keisengannya membuat kami saling tidak nyaman. Makanan dimeja pun siap disantap. Doa-doa mengalir dari setiap mulut kami untuk Dina. Semuanya yang terbaik untuk dina. Untuk sahabatku. Untuk teman sekamarku. Untuk saudara kembarku. Untuk si bolu kukusku. I love you <3


*    Tio’s birthday
Ulang tahun teman kami yang satu ini lebih extreme lagi. Yah memang so sweet sih. Kami membelikannya nasi dengan ikan bandeng. Ikan kesukaan Tio. Mencetak nasi dan menaro kepala bandeng diatasnya. Sambil diberi kejutan tiup lilin di kosnya. Kejam memang satu makhluk planet itu. Cak. Dia mengobok parit dan menyiramkannya kebadan Tio. Fiuh baunya. Sumpah. Gak nahan. Bauk abisss. Namun momen tetaplah special. Doa kami juga mengalir untukmu sahabat kami. Tio. Yang akan lebih dulu On Job Training. Yang akan lebih dulu meninggalkan kami. Yang baik hati siap mengantarku kemana-mana saat aku butuh. Dan sabar. Hope all the best for you<3
*    Team Work
#tugas Conversation, Via-Dina-Ari-Tio
Mewawancarai foreign secara langsung. Get the picture. Dan beberapa info yang harus kita dapatkan lainnya. Kita berempat menuju tempat yang diperkirakan tempat turis - turis itu berlibur. Akhirnya kita memutuskan untuk ke tugu pahlawan. Siang sampai sore kita menunggu. Namun si hidung mancung belum juga terjangkau oleh mata kita. Lama menunggu kita memutuskan pulang. Namun mata sipitku berhasil menangkap bayangan seorang berpostur tinggi, berbaju kotak-kotak, dan mancung itu. Segera kita mengejar dia. Dengan malu – malu kami membuntutinya. Susah memulainya. Karena kita malu untuk memulai percakapan dengan turis itu. Namun keharusan tugas yang membuat kita tebal muka. Setelah kami berhasil untuk menarik perhatian bule itu kita bercakap cakap panjang lebar. Dan setelah wawancara usai kita berfoto ria. Yesss. Have done. Kami bersiap pulang dengan puas diri.
#tugas kwu, Via-Dina-Ari-Tio-Gina-Nanda
Membuat proposal, dan mengaplikasikan. Susah susah gampang. Kami berenam satu group yang kompak. Setelah proposal kami rampungkan sekarang kita jualan. Kelompok kami membuat prosperity chili (Lombok Rejeki) atas usul Dina dengan bantuan ayahnya yang seorang koki hebat. Hari libur, subuh-subuh kami semua berkumpul untuk berbelanja keperluan bahan untuk membuat si prosperity chili. Sampai siang hari. Mulai memotong Lombok sebanyak 3 kilo. Sudah cukup membuat tangan kami semua terasa panas. Dengan bantuan ibunya Nanda kami mengerjakannya. Mengupas Lombok, membuat bumbu. Menggiling bumbu. Dan menggoreng kami lakukan semua dirumah Nanda. Setelah itu kami berlima pulang. Besoknya sepulang kuliah kami langsung menuju rumah nanda untuk yang kedua kalinya. Sekarang tugas kami adalah membungkus adonan ayam di tubuh Lombok yang sudah dibuang isinya itu. Dina dan cak kembali ke kos untuk mengambil bungkus yang tertinggal. Aku dan nanda membeli perlengkapan penghias di toko dekat rumahnya. Gina izin pulang duluan karea tuntutan pekerjaannya. It’s oke lah ya. Kita maklum. Karena kami manusia pemaklum. Sedang Tio sebagai mandor saja, dirumah Nanda dengan ibunya Nanda. Lapar menyerang. Ketika perjalanan pulang Cak dan Dina membelikan makanan untuk dimakan bersama. Kebersamaan mulai terasa hangatnya. Kerja keras membuahkan hasil. Semuanya selesai malam itu. Namun perjuangan masih berlanjut. Sekarang bagaimana kami dapat menjual habis dan mendapat keuntungan dari prosperity chili. Dan lagi – lagi kerja keras memperlihatkan kesungguhannya. Tak ada yang gagal ketika kita terus berjalan dan terus berusaha. Keep spirit. Remember we’re still young guys J
*    Putusnya duo teddy
Sulit memang. Dalam kondisi saling mencinta. Mereka berdua diharuskan berpisah karena alasan ingin membahagiakan orang tua. Namun kebenaran selalu berkata orang tua selalu ingin yang terbaik bagi anaknya. Dan tak ada yang namanya orang tua tega menjerumuskan anaknya. Karena ketidaksempurnaan tubuh itu membuat semuanya berakhir pilu. Air mata menggenangi lautan hati mereka. Tak kuasa lagi. Mungkin tak ada kata-kata yang mampu mewakili perasaan mereka. Selain hanya air mata kepedihan. Semuanya sudah berjalan sejauh ini, sudah sejauh 8 bulan ini mereka bersama. Bersama – sama menghabiskan waktu, dan saling bercanda bahagia. Sekarang semuanya berbalik arah.
#sebab
Sikap cak yang begitu istimewanya. Berbeda dari yang beda. Berwarna dari warna pelangi yang ada. Lebih berliku daripada liku rel kereta. Lebih ganas dari ombaknya lautan yang murka dan lebih sejuknya daripada embun pagi yang menyapa. Kesalah fahaman terjadi ketika cak menginap seminggu dirumah Dina. Belajar memasak bersama ayah Dina yang seorang koki pengalaman. Sikapnya yang tanpa saringan itu membuat semua orang yang melihatnya menelan ludah. Begitupun teman sekelas kami, begitupun jua aku sebagai teman terdekatnya. Sering kucoba berkata kepada Dina namun memang dasar tabiatnya cak yang tak bisa menerima masukan dari orang. Termasuk kami. Orang – orang terdekatnya sendiri. Mencoba mendengar kami saja enggan apalagi mengerti apa yang kita ingin beritahukan kepadanya. Hal itulah yang membuat orang tua Dina berfikir dua kali untuk merelakan anak wanita tercantiknya bila bersama – sama lelaki Madura itu.
*    Sungai harus mengalir
Apapun yang terjadi apapun yang menimpa kita, seberat apapun beban hidup kita life must go on, right? Begitupun pada mereka berdua. Namun tak mudah menjadikan situasi untuk kembali tenang. Untuk kembali nyaman. Dengan status yang berbeda. Dan bukan siapa-siapa. Hanya sekedar teman dekat atau bisa juga disebut teman special antara mereka berdua. Semenjak putusnya mereka, cak menjadi hilang akal, hilang senyuman dan hilang semangat. Entah aku dan Dina tak tahu apa yang coba dia lakukan untuk menutupi kesedihannya. Dina sudah mencoba tegar. Tak hanya cak yang sedih dan teriris. Begitupun dengan Dina. Dia sering menyendiri. Bertemu malam yang sepi, mendengar alunan lagu yang mencoba menjadi pelipur lara. Namun tak lama dia mencoba bangkit dari keterpurukannya. Dia dekat dengan beberapa lelaki. Yang niat awalnya hanya sebagai penghalau rindunya kepada sang teddy. Sampai detik ini cak masih menyimpan rasa pada Dina. Masih membuntuti Dina jika keluar dengan lelaki lain. Dan masih mengurusi Dina ketika sakit. Namun semua pada batas-batas yang sudah ditentukan. Tak lebih dan tak kurang. Seluas samudra cinta cak untuk Dina. Separuh lautan cinta Dina untuk Cak, seluas langit perhatian yang coba dikasihkan cak kepada Dina. Dan seharum aroma mewangi bunga – bunga yang tumbuh mekar di taman. Layaknya aroma mewangi kisah cinta mereka berdua. Sudah sejauh ini mereka berdua berhasil melaluinya. Sudah sekuat ini mereka berdua menjalani hari –hari. Mencoba membaur dengan kenyataan yang ada. Mencoba menikmati masa-masa yang pernah kelam. Mencoba saling memberi perhatian diambang batas-batas yang sudah ditentukan. Karena sungai tetap harus mengalir tidak perduli banyaknya bebatuan yang menghalau. Sungai tetap harus mengalir.
(28 Oktober 2014, Bella Nosevia A.)




Rabu, 05 November 2014

                                                 Diriku Saat Ini

Dia memainkan jemarinya sambil menunggu matahari terbenar. 3..2..1…
Gelap sudah, mentari sudah sirna. Bergantilah sinar terang dari sang bulan dan sang bintang yang menemaninya malam ini. Sendirian, berkutat dengan fikirannya sendiri. Sekali lagi memainkan jemarinya untuk yang kedua kali. Sambil menguik kuku berkilaunya. Dia berganti posisi duduknya namun pada bagian bangku yang masih sama. Selebar 40 centi lebar pantatnya. Tak bergeser sedikitpun. Entah dia nyaman ataukah dia menahan rasa pegal karena terus saja menempel pada bangku yang begitu kerasnya. Sekarang matanya menghadap kelangit. Memandangi pancaran yang begitu berkelap – kelip di angkasa raya. Mengharapkan begitu pula kelak saat dia dewasa. Kembali dia memandang kebawah.sekarang yang ia pandangi ialah bayangan dari cahaya yang nyata. Memang agak kabur karena termakan riak air yang terkena angin sepoi malam. Udara dingin yang begitu mencekamnya tak dihiraukannya. Dia yang memakai gaun putih panjang beserta mahkota diatas kepalanyadan sepatu kaca miliknya yang tak menempel ditanah. Melayang dan tak berpijak pada bumi pertiwi ini. mengayun ayunkan dengan centil kaki mulusnya. Kulitnya yang begitu putih, rambutnya yang begitu gelap. Bibir merah bagai buah cerry yang menggairahkan setiap mata yang memandangnya. Dia adalah dia saat ini…
Wanita begitu cantik. Atas dasar apa kau memberikan patokan istimewa terhadap seorang wanita. Bukankah ibumu juga seorang wanita. Bagaimana jikalau seseorang memberikan patokan pula yang tak mengenakan terhadap ibumu? Marahkah dikau? wanita memang perhiasan indah didunia. Yang mampu menentramkan jiwa-jiwa yang gelisah. Membimbing yang berbelok arah. Menuntun dengan kelembutan. Dan mampu menjadi sandaran. Masihkah kau memberikan patokan istimewa dan patokan kecantikan terhadap seorang wanita. Bukankah mereka makhluk yang luar biasa. Dibalik semua kelemahannya namun mereka bahkan lebih kuat dibanding lelaki. Dibalik segala sikap manjanya sebenarnya merekalah makhluk yang paling tegas dibumi ini. tak ingatkah engkau. Seberapa besar perjuangan seorang wanita demi hanya melahirkan seorang anak saja. Menahan beban berat selama sembilan bulan sepuluh hari. Menahan mual berhari-hari. Setelah proses kelahiran itu datang perang sesungguhnya baru terjadi. Tak berpikirkah engkau. Betapa ini sebuah penyiksaan yang nyata. Melahirkan harus dengan mata terbuka dan tersadar. Agar seorang wanita merasakan kepedihan saat pisau belah sampai pada vaginanya. Merobek demi jalan keluar untuk bayi didalamnya. Dan dirogoh oleh tangan bidan untuk mengambil jabang bayi didalamnya. Didorong sekuat tenaga. Tanpa putus asa tanpa putus berdoa. Mengharapkan bahwa jika mereka berdua tak selamat maka tolong izinkanlah anaknya yang mampu membuka matanya. Agar sang anak mampu menikmati dunia ibunya.