Love in my heart
§ Me and my
life
“eh yang
merah itu, booking dong”
“yang mana
sih Ta?”
“itu tuh
sebelah pojok sendiri”, sambil menunjukan di kamera LSR milik Dio
“oh yang
itu, lumayan sih. Brondong”
“hahaha
brondong-brondong semua yah. Ga papa lah”, sambil terbahak menertawakan dirinya
sendiri
“dari mana
dia Flo?”
“universitas
ABC (salah satu unversitas di Surabaya yang kurang popular dan baru saja
menjadi universitas Negeri. Baru Saja..)
“oohh.. ga
jadi deh”, urungnya setelah mendengar penuturan Florens
“oh dasar,
eh tapi udah Negeri loh”
“enggak ah”
Terdengar
derit langkah dari luar. Eva datang tiba-tiba.
“pada
ngomongin apaan sih, seru banget?”
“ini Va
brondong yang ditaksir sama Rita. Tapi urung” jelas Florens
“loh
kenapa?”
“biasa
lah..” seakan hal tersebut sudah biasa dikalangan muda. Lebih tepatnya Rita.
“oh..”,
jawabnya super cuek.
Ketiganya
adalah Florens, Rita dan Eva. Melanjutkan pendidikan di Universitas Negeri di
kota Surabaya namun berbeda fakultas. Flo pada olahraga, Rita mengambil PGSD,
Eva sendiri mengambil Psikolog. Namun untuk ukuran psikolog Eva bisa dikatakan
minim bicara. Yang seharusnya bisa untuk memberi solusi dan pandai memberi
saran dia hanya diam. Namun sesekali dia buka suara. Semuanya terlihat
mendengarkan. Bukan karena bobot sarannya yang bagus namun karena hal tersebut
jarang dilakukan. Jadi mendengar Eva berbicara panjang sangatlah langka.
Kebersamaan
mereka sampai pada pukul 9 malam, sebelum akhirnya meninggalkan rumah Flo karena
ngantuk. Eva dan Rita terlihat semobil bersama. Lalu Eva mengantarkan Rita
sampai dirumahnya. Dan melaju kembali menuju rumahnya sekitar 20 menit plus
macet.
“thank’s ya
Va, aku balik dulu” sambil melambaikan tangan. Dibalas dengan lambaian tangan
pula oleh Eva, namun tanpa bersuara.
Sesampainya
dirumah hal biasa mulai terdengar dirumah Eva. Pecahan kaca di ruang makan dan
teriakan yang memekakan telinga. Hal biasa dan sudah menjadi makanan pokok bagi
Eva. Dia dua bersaudara. Bersama adik perempuannya yang masih berusia 10 tahun
dan masih duduk dikelas 5 SD.
“ma, pa aku
pulang”
Namun tak
sekalipun mengalihkan perhatian pada Eva. Jam menunjukan pukul 10 malam, tak
terlihat adiknya. Mungkin dia sudah tidur dikamarnya sambil menyalakan
headphone keras-keras agar tak mendengar suara dibawah. Cara yang selalu
diajarkan oleh Eva pada adiknya jikalau merasa terganggu dengan pertengkaran
dua serigala tersebut. Perlahan Eva menaiki tangga dengan tanpa sapaan tanpa
pertanyaan kenapa pulang selarut ini dan tanpa pelukan hangat.
§ My
sister’s letter
Bangun pagi
hari tanpa sedikitpun terlihat makanan ataupun minuman di meja makan. Setelah
supir Ara, adik Eva sudah bersiap Ara menuruni tangga sambil membawa tas
ranselnya. Eva baru saja membuka kamarnya ketika mendapati adiknya menuruni
tangga dan bersiap untuk berangkat kesekolah. Dia memanggil adiknya. Sedikit
mencoba memberi perhatian kecil pada adiknya.
“mau kakak
buatin sarapan dulu dek?”
“enggak kak,
Ara udah telat”, lalu Ara menarik tangan Eva dan menciumnya sambil berpamitan
berangkat sekolah. setelah itu Ara berlarian menuruni tangga dan segera saja
terdengar suara mesin mobil menyala dan kemudian terdengar samar, menjauh. Eva
terpaku dan segera saja memasuki kamarnya. Tak kuasa menahan tangisnya. Memeluk
bantal teddy nya dan menceritakan kesedihannya secara tersirat kepada pagi yang
tenang. Lampu handphone nya menyala. Eva segera membuka hapenya. Ternyata pesan
dari Flo
Pengirim: Florens
Kepada: Eva
Va kamu dimana? Entar siang temenin
ke mall yuk
Aku mu beliin sesuatu buat gebetanku.
Besok ultahnya Tio
Disela
tangisnya dia menyempatkan untuk membalas pesan temannya itu.
Pengirim: Eva
Kepada: Florens
Ok
Eva segera
menuju kamar mandi untuk bersiap pergi ke kuliahnya. Tak sampai 20 menit dia
sudah keluar dari kamar mandi. Memakai jeans dan bajunya. Sedikit memakai make
up tipis yang membalut muka cantiknya. Tak lama setelah itu terdengar klakson
mobil didepan rumahnya. Eva mencoba mengintip siapa yang pagi-pagi datang
bertamu kerumahnya. Setelah itu dia menerima panggilan dari Flo.
“Va aku udah
didepan rumahmu, buruan keluar”
“oke”
Setelah
menyiapkan buku-bukunya dia segera keluar menemui temannya.
“rajin
banget pagi-pagi jemput?” ketika Eva sudah sampai didepan gerbang rumahnya
“iya nih
lagi rajin ajah”
Florens langsung
melajukan mobilnya dengan kencangnya. Disela-sela jalanan Surabaya yang begitu
padatnya Florens termasuk pengemudi yang jago. Sehingga tak akan takut
terlambat bila berkendara dengan Flo. Tak sampai setengah jam mereka sudah
sampai di kampus.
“astaga lupa.
Aku ada tes pak Fathur. Kamu tolong parkirin mobilku ditempat biasa ya Va.
Plis”
“oke, buruan
sana”
Flo
berlarian menuju ruang kelasnya. Sedang Eva sibuk memarkirkan mobil Flo. Ketika
hendak dia masuk tiba-tiba saja mobil putih itu menyerobot masuk, mendahului
Eva, sehingga hampir saja mereka tabrakan.
“maaf mbak”.
Kata pria yang duduk dibelakang kemudi mobil putih itu sambil mundur
mempersilahkan mobil Eva yang parkir disitu. Eva hanya membalasnya dengan
senyuman. Setelah memarkirkan mobilnya Flo ia bergegas masuk ruang kelasnya.
Lelaki itu terus menatap Eva sampai tubuhnya hilang menjauh dari penglihatan. Ketika
mata kuliah hari itu hampir usai Eva menerima pesan singkat dari Flo dan Rita
Pengirim:Flo
Kepada:Eva
Nanti kita tunggu dikanti yah, aku barengan
sama Rita
Pengirim:Rita
Kepada:Eva
Va aku sama Flo tunggu di kantin.
Buruan keluar
Kalo dosennya bikin ngantuk tinggalin
ajah
Eva membalas
keduanya secara bebarengan
Pengirim:Eva
Kepada:Flo dan Rita
Oke tunggu 5 menit lagi, mendarat
Mata kuliah terakhir
itu adalah mengenai tipe kepribadian manusia. Ketika jenuh mulai menghinggapi
Eva dia segera bergegas keluar. Dengan meminta izin dosennya karena ada
keperluan mendesak. Tak beberapa lama Eva sudah menemukan dua temannya di
kantin. Mereka bertiga bergegas menuju sebuah mall.
“mau cari
apa Flo?” Tanya Eva
“ga tau nih
masih bingung. Ada usul nggak?”
“gimana
kalau kemeja, keliatan dewasa”
“jangan,
underwear aja”, usul Rita
“ngaco aja
kamu Ta. Bener juga kamu Va. Lagian dia dewasa banget pembawaannya”
Setelah
memilah - milah beberapa kemeja yang dikira cocok untuk sang gebetan Flo pun
membayar dan membungkusnya dengan kertas kado berwarna pink yang mencolok.
“guys mampir
dulu yuk di pizza hut” ajak Rita
“ayo, aku
juga laper dari tadi muter-muter” Flo mengiyakan
Eva terdiam,
dia memikirkan adiknya. Ketika Ara pulang sekolah dan mendapati rumahnya kosong
pasti akan terasa kesepian. Dia tak ingin adiknya merasakan hal serupa dengan
yang dialaminya.
“eh Va ayo
buruan”, ajak Flo
“kalian aja
yah, aku harus pulang”
“pulangnya
bareng aja pakek mobilnya Flo”
“aku naik
taksi aja ga papa Ta. Aku duluan yah guys”
Eva segera
cabut dari mall dan meninggalkan kedua temannya. Di dalam taksi dia terus
memikirkan adiknya. Sudah pukul 2 siang. Apa adiknya sudah pulang dari tadi.
Dia mencoba menghubungi supir adiknya. Namun tak ada jawaban. Karena dikeluarga
mereka menerapkan aturan bila berkendara tak boleh bermain gadget, termasuk
menerapkannya pada supirnya. Jalanan kota Surabaya siang itu begitu padatnya.
Padahal sebentar lagi dia sudah sampai dirumahnya. Eva memutuskan untuk turun
ditengah jalan dan memilih berjalan kaki. Karena bisa saja dia terjebak macet
hingga jam-jaman. Dia menyusuri jalanan Surabaya dengan matahari yang begitu
menyengatnya. Setelah berjalan sekitar 15 menitan sampailah dia dirumahnya. Tak
terlihat mobilnya terparkir diluar, menandakan adiknya belum pulang. Eva tak
berani menelfon adiknya takut mengganggu kegiatannya dikelas. Dia segera masuk
kamarnya. Setelah meletakkan tasnya dan berganti pakaian santai dia iseng masuk
kamar adiknya. Karena jarang sekali adiknya membolehkannya masuk kamarnya. Dia
membuka gagang pintu kamar itu dengan perlahan dan memasuki istana kecil
adiknya tersebut. Kamarnya begitu unik. Terheran dia melihat peletakkan barang
- barang milik adiknya dikamar. Eva mendapati berbagai boneka yang tertata rapi
diranjang kecil tempat tidur adiknya. Seakan kasur itu penuh dengan orang –
orang yang menidurinya. Di tembok sebelah kiri terdapat papan lumayan besar,
yang terdapat tulisan – tulisan kecil. Sepertinya sebuah doa atau pengharapan
yang ditulis tangan dan ditempelkan oleh Ara. Buku – buku terlihat begitu
banyak di meja belajarnya. Eva tak mengetahui hoby membaca adiknya. ‘oh Tuhan, sungguh kakak macam apa aku
ini? kegemaran adikku saja tak kuketahui’ ucapnya dalam hati. Eva mencoba
memberanikan dirinya untuk membuka laci adiknya. Yang bertuliskan. “Do Not
Open”. Dia menemukan kertas paling atas sendiri. Dia mengambilnya dan mencoba
membacanya
Kepada Ara- ku tercinta
Sayang kau tak sendirian menghadapi kehidupan ini. lihatlah
masih banyak yang menganggapmu ada. Bunga-bunga masih tersenyum padamu, burung
itu masih menyapamu. Dan ibu kantin yang selalu setia membuatkanmu sarapan
dipagi hari ini dan pagi hari esok hari. Yang kau alami sekarang anggap saja
kado. Kau tak mungkin melemparkan kado itu kan. Harus menghargai jika dikasih
Ara. Jangan ditolak apalagi dibuang. Jika kau membuangnya maka tak akan lagi
datang kado-kado selanjutnya. Yang artinya berakhirlah kehidupnmu didunia
Tertanda Ara untuk Ara-ku tercinta
Kertas itu
terjatuh ke lantai, menghantam kerasnya lantai dikamar Ara. Tak kuasa menahan
air mata. Eva menangis tersedu. Melihat betapa besarnya hal yang disembunyikan
adiknya. Dan melihat betapa kuatnya adiknya menahan beban sendiri tanpa berbagi
padanya dan kepada siapapun. Selain kepada tulisan-tulisan dan kamarnya.
Dia segera
meletakkan kembali kertas itu kedalam laci dan keluar dari kamar adiknya. Dia
menanti kepulangan adiknya dengan menunggunya diruang keluarga sambil melihat
tivi. Tak beberapa lama kemudian dia mendapati adiknya membuka pintu rumah. Dan
hal yang semakin mengiris hatinya ialah adiknya melempar senyum padanya.
Senyuman yang Eva tahu itu hanya kamuflase saja. Namun tak kuasa Eva
berkata-kata. Selain membalas senyum manis adiknya.
§ Party
Pengirim: Flo
Kepada:Eva dan Rita
Guys jangan lupa besok malem pesta
ultah gebetanku, Tio.
Pada dateng yah. Di hall hotel
Mentari jam 7 malem.
Dandan yang cantik siapa tahu dapet
pacar baru di sana entar.
Love you.muah
Pengirim:Eva
Kepada:Flo
Iya aku usahain
Setelah
beberapa saat bunyi ketokan pintu. Eva yang sedang menonton tivi bersama
adiknya lalu membukakan pintu rumahnya.
“kalian? Ayo
masuk”
“kalian
tumben malem-malem gini kesini?”
“kamu sih
balesnya gitu” jawab Flo
“jawab
apaan?”
“pesen kamu
tadi, kamu mau gak dateng ke pesta gebetanku yah. Tega banget ga mau nemenin
aku” rengek Flo
“kan aku
bilang aku usahain Flo, santai aja. Aku dateng kok. Kemungkinannya sekitar 60%”
“tuh kan.
Pokoknya harus dateng. Ini udah aku bawain kado. Nanti kamu bawa pas pesta.
Oke”. Sambil menyerahkan kotak kado lumayan besar kepada Eva
“ihh maksa
banget, hahaha”
“sekali –
kali gitu Va keluar. Have fun bareng. Kamu selalu ngilang aja pas mau diajak
keluar refreshing”. Tambah Rita
“lagian kamu
belum pernah pacaran lagi semenjak putus dari Iko. Betah banget jomblo”kata
Rita lagi
“bukan gitu
sih Ta, pacar kan gak kayak nyari keong. Bisa dengan mudahnya”
Mereka
bertiga menuju ruang keluarga, bergabung bersama Ara yang sedari tadi mantengin
tivinya
“hai.. dek
lagi liat apa?” sapa Rita
“liat acara
nyanyi kak”
“eh ke
kamarku aja yuk” ajak Eva karena tak ingin mengganggu adiknya
“dek undang
aja temenmu main kesini ga papa. Asal jangan cowok-cowok” kata Eva kepada
adiknya sebelum masuk kamarnya
“iya kak,
besok temen-temen mau kesini, kerja kelompok bikin kerajinan tangan”
“kalau butuh
apa-apa bilang kakak aja. Nanti kakak bantu siapin perlengapannya”
“iya kak,
besok 5 anak kesini. Udah cukup buat nyelsaiin tugasku”
Malam sudah
semakin larut, Florens dan Rita berpamitan pulang. Eva mendapati adiknya
tertidur dengan tivi yang masih menyala. Terdengar suara mobil papanya datang
sendiri tanpa mamanya
“pa mana
mama?” Tanya Eva
“papa gak
perduli. Sama selingkuhannya mungkin”
“kok bicara
gitu pa”
Papanya tak
menghiraukan perkataan Eva dan langsung menuju kamarnya
“pa bisa gendong
Ara ke kamarnya”
“biarin aja
disitu, kasih aja selimut biar gak kedinginan” lalu segera saja dia menutup
pintu kamarnya. Eva mencoba menahan tangisnya. Dia berfikir ini sudah hal biasa. Perlakuan yang diterima. Bukan sebagai
anak ataupun keluarga. Namun sebagai seorang lain yang tak berhubungan darah.
Meski berat dia mencoba menerimanya. Namun yang ia kesalkan adalah kepahitan
yang dirasa oleh adiknya. Tak pantas seorang anak yang masih kecil merasa tak
dihiraukan seperti itu. Bahkan malam-malam yang dingin dimana seorang yang
seumuran dengannya mendapat pelukan dan kecupan hangat namun bagi Ara, sapaan
hangat saja tak mampu ia dapatkan.
Mentari pagi
menghangatkan jiwa-jiwa yang masih terlelap. Begitupun dengan Eva dia begitu
enggan untuk beranjak dari kasurnya. Dan enggan meninggalkan gulingnya. Tapi
alarm terus berbunyi. Mengharuskn Eva segera pergi dari dunia kantuknya dan
bersiap menghadapi dunia nyata. Ia mengetuk pintu Ara namun ternyata Ara sudah
bersiap untuk berangkat. Katanya akan mempersiapkan tugasnya bersama teman
sekelompoknya sehingga dia berangkat pagi-pagi buta.
Hari sabtu
begitu malas untuk berangkat kuliah meski hanya satu mata kuliah saja hari ini.
sisanya mereka bertiga, Eva, Flo dan Rita akan mengantri di salon untuk bersiap
ke pesta. Setengah tujuh malam mereka bertiga sudah selesai dengan riasannya.
Atas desakan Flo mereka sudah mengantri sejak jam 2 siang tadi. Mereka segera
meluncur ke hotel dimana diselenggarakan pesta untuk Tio oleh keluarganya.
Namun yang datang hanya para muda atau anak teman rekan kerja orang tua Tio.
Bersama DJ yang menghibur malam itu . namun bagi Eva ini adalah buang-buang
waktu ditempat bising bersama prang-orang yang tanpa kepedulian itu. Bagi Eva
datang ke pesta hanya untuk menghargai ajakan Flo saja, selebihnya karena sudah diberi kado untuk diberikan
kepada Tio. Mubazir, pikirnya. Mereka bertiga mendatangi Tio yang ditemani
sepupu wanitanya didekat panggung kecil yang dibuat untuk penyanyi yang akan
menghibur malam ini.
Flo tinggal
disitu untuk membantu Tio menerima hadiah-hadian dari tamu undangan yang datang.
Sedang Rita dan Eva tak mau menjadi kacung saja disitu mereka berdua mencari
makanan dan minuman untuk memenuhi dahaga dan lapar mereka. Namun keduanya
berpisah karena Rita sibuk dengan lelaki yang ditaksirnya yang datang juga ke
pesta malam itu. Lelaki yang kuliah di perguruan tinggi popular di Surabaya
yang pasti akan membuat Rita klepek-klepek. Entah fikiran macam apa dikepala
Rita. Hanya kampus saja yang menjadi pertimbangan utamanya, selebihnya urusan
Tuhan, katanya.
Eva hanya
diam, mencoba mendengarkan suara disekelilingnya yang tak membuatnya nyaman.
Dia duduk mencoba untuk menikmati makanan yang di bawanya. Sambil melahap
makanannya dia mengirim pesan pada adiknya.
Pegirim:Eva
Kepada:dedek Ara
Gimana dek tugasmu, udah selesai
belum? Pulang nanti mau kakak bawain apa?
Pengirim:Ara
Kepada:kak Eva
Baru aja temenku pulang kak, dijemput
mamanya sendiri-sendiri. Kalau boleh aku nitip pensil aja kak,pensilku udah
pendek semua.
Pengirim:Eva
Kepada:Ara
Oke :*
Eva masih
duduk sendirian diantara berbagai macam orang yang datang ke pesta. Kesepian
diantara keriuhan suasana dan merasa keheningan diantara alunan musik disko yang
dimainkan oleh DJ professional. Seorang lelaki mendatanginya. Memakai baju dan
jas hitam yang membuat tubuhnya semakin gagah. Dengan membawa note dan bulpen
di tangan sebelah kanannya. Menyapa Eva dengan perlahan. Karena dia takut
perihal pertemuan mereka yang saling serobot di parkiran. Ternyata diluar
dugaan. Eva melempar senyum ramah tanda dia sudah melupakan kejadian di
parkiran. Lelaki itu mengeluarkan sebuah lembar kertas di berikannya kepada Eva
“boleh
duduk disini?”, Eva
membaca tulisan yang tertera di kertas tersebut. Lalu dia menganggukkan
kepalanya. Mengizinkan lelaki itu duduk menemaninya di pesta yang membosankan
bagi Eva. Pria itu mengeluarkan kertas lagi memperkenalkan diri
“aku
Fandy. Kamu?”
Eva
mengambil note yang ada ditangan lelaki itu sekaligus bulpennya. Menuliskan
beberapa kata
“aku Eva, kamu kenapa disini? Merasa bosan juga
sepertiku?”
Fandy:
“Enggak
juga sih. Kamu yah yang bosan?”
Eva:
“iya lumayan juga”
Fandy:
“mau aku ajak jalan?”
Eva:
“kemana?”
Fandy:
“bakal seru kok dari pada disini, kalau kamu mau sih”
Eva tak lagi
membalas surat kertas Fandy, dia langsung bergegas sambil menenteng tas di
lengannya. Fandy segera faham dan mengikuti langkah Eva. Mereka berdua berjalan
berdampingan tiba-tiba. Dan saling bertatap untuk beberapa saat. Sungguh Eva
baru menyadari lelaki disampingnya itu begitu manis dengan lesung pipit yang
bersembunyi di balik pipi kanannya. Mereka sudah sampai diluar hotel dan
berjalan menuju parkiran. Eva membuka percakapan selanjutnya. Dengan kata-kata
dan tak perlu note lagi. Karena diluar kebisingan sudah bisa diredam
“kamu punya
cekungan surga?”
“cekungan
surga? Apa itu?” tanya Fandy
Eva menunjuk
pipinya, “coba kamu tersenyum, nanti muncul disini”
Fandy
tersenyum menuruti Eva, dan tersenyum pula keduanya. Mereka berdua sudah
didalam mobil dan menuju tempat yang ditujukan untuk Eva. Tak sampai setengah
jam mobil itu berhenti. Fandy turun duluan dan membukakan pintu mobilnya untuk
Eva. Eva segera turun dan mengikuti kemana Fandy membawanya. Mereka berhenti
pada seorang penjual jagung bakar di pinggir jalan
“kamu gak
keberatan dengan lesehan kan non?”
Eva
menggelengkan kepalanya dan langsung duduk di tikar yang sudah digelar
disamping penjual. Dekat dengan danau disekitar jalanan, dekat dengan jalan,
dekat dengan bintang, dan dekat dengan malam yang mengagumkan. Fandy segera
memesan 2 buah jagung. Dan duduk disamping Eva untuk menunggu jagung yang masih
dibakar.
“kamu kenapa
ngajak aku kesini ?”
“aku pengen
ngenal kamu aja”, dengan senyum manisnya ditemani lesung pipit yang mengagumkan
itu, semakin membuat berdebar tak menentu hati Eva.
Mereka
berbincang begitu panjang. Namun Fandy yang lebih mendominasi percakapan malam
itu, bukan karena Eva tak nyaman namun memang Eva tak gampang bercerita perihal
kehidupannya bersama orang yang baru dikenal.
(perbincangan
malam itu, bintang dan bulan)
“waktu
itu sudah begitu lama, tak terasa lagi berapa lama kita menghabiskan waktu
bersama. Aku dan dia akan segera naik pelaminan. Diriku dan dirinya yang
menjadi cinta pertama dan terbahagia. Tak terbesit dia meninggalkanku begitu
cepatnya. Saat dia hendak fitting baju nikah kita, truk menyambar tubuhnya
hingga hancur.”
Sampai situ
cerita Fandy terhenti dan hanya linangan air matanya kini yang mewakili
perasaanya. Malam itu malam pertama bagi Fandy membuka lembaran kepedihan itu.
Bersama Eva, wanita yang baru dikenalnya, baru pertama keluar dengannya, dan
wanita yang tak sengaja ditemuinya diparkiran hari kemarin. Eva tak memberikan
perkataan lain-lain selain memegang pundak Fandy dan memberikan senyuman
padanya.
Setelah
habis sebatang jagung bakar yang lezat itu habis pula perbincangan mereka.
Fandy mengantar pulang Eva.
§ Ku Tabah
Ku Bahagia
‘melewati hari bak ditemani mekarnya bunga ditaman
Meski pahit melanda, diriku saat ini tak sendiri
Bersama lelakiku yang menjadi sandaran
Saat ini dan saat seterusnya
Ku menanti datangnya pelangi
Meski yang terlihat selalu bayang semu corak biru itu
Melingkar dijariku, cincin begitu eloknya
Bukan harga bukan keindahan yang terlihat
Namun siapa yang memasangkannya untukku
Menanti hari esok lagi dengan bersabar
Bersabar seperti menanti munculnya pelangi idaman’
Berjalan 6
bulan sudah kebersamaan Eva dan Fandy. Hingga Fandy memutuskan untuk melamar
Eva tanpa pacaran. Dan Eva menerimanya. Butuh waktu sedemikian panjang agar
Fandy mengetahui seluk beluk Eva. Apa yang difikirkannya, apa yang
diinginkannya, dan apa yang menjadi cita-cita hidupnya. Ingat pada suatu malam
ketika mereka makan malam disebuah warung dipinggir jalan ketika cincin coba
dipasangkan dijari manis Eva.
“aku tak
bermuluk dengan ingin menjadi ini.. itu..
Tak bermuluk
juga ingin memiliki ini.. itu..
Yang kuingin
hanyalah ketenangan
Bersama Ara,
adikku dan pendamping hidupku”
Semenjak itu
Fandy mencoba dewasa menghadapi segala sifat Eva. Mencoba melindungi Eva, dan
mencoba dekat dengan adiknya. Berjalan di bulan ke tujuh saat orang tua Fandy
ingin merayakan pertunangan mereka secara besar-besaran. Kedua orang tua Eva
acuh tak acuhnya. Sekedar menyumbang beberapa rupiah untuk kelangsungan pesta
itu. Namun datang hanya sebentar dan kemudian pergi lagi. Malam pesta itu datang
semua teman dekat Eva dan Fandy dan orang terdekat namun tidak untuk orang tua
Eva sendiri. Entah dimana letak hati mereka. Melihat anak perempuannya dilamar
oleh lelaki sungguh tak terbesit bagi mereka untuk melihat, merasa bahkan turut
hadir dalam momen bersejarah bagi anaknya sendiri. Tertahan air mata Eva malam
itu, keriuhan yang menyamarkan kesedihan dilubuk Eva, namun tidak bagi Fandy
yang memahami perkataan hati Eva. Fandy sejenak mengajak Eva masuk kedalam
kamar. Dimana tak terlihat oleh para tamu undangan. Sejenak mendekap erat tubuh
Eva, memberinya kehangatan dan mebiarkannya menagis tanpa jeda. Butuh sekitar
sejam lamanya menanti dan mengeringkan air mata Eva. Tanpa bersua dan keluh
kesah yang ada hanya deraian air mata. Yang turut serta membasahi hari bahagia
mereka.
Tahun
berikutnya. Semua sudah pada takdir masing-masingnya. Florens sudah menikah
dengan lelaki pujaannya. Sedang Rita yang melanjutkan studynya di Malaysia,
meninggalkan keluarga dan teman-temannya dibumi tercinta. Juga dengan kehidupan
Eva dan adiknya beserta Fandy. Semakin memuncak segala persoalan diri yang
mengharuskan mereka tinggal sendiri. Terpisah dari sang orang tua yang dingin
tanpa curah kasih sayang. Akhirnya Fandy membawa Eva dan adiknya disuatu tempat
yang jauh dari Surabaya. Meninggalkan kekelaman mereka, dan hidup sederhana
yang diliputi kebahagiaan sebagai pegusaha daerah dikawasan perbukitan kota
bunga.
(6 November 2014, Bella Nosevia. A)