“BONEKA
PLASTIK”
Cerita ini
bermula ketika pengakuan seorang gadis di video yang berdurasi 40 menit 20
detik. Dia gadis dengan rambut sebahu yang memakai jubah hitam dan kacamata
hitam. Satu menit berlangsung dia masih belum membuka mulutnya. Tiba - tiba dia
membuka kacamatanya dan juga jubahnya.
“saya Prita,
saya mau mengakui sesuatu kepada kalian semua, atas beban yang selama ini saya
tanggung. Saya tidak tau apa yang membuat kehilangan fikiran saya selama dua
tahun ini, saya sangat senang melakukannya. Membuat batin saya terpuaskan….
Saya telah menghabisi nyawa orang – orang terdekat saya…..”
tittttttttttttttttttt…………
Video itu
terputus pada kalimat terakhir tersebut. Gelap dan kemudian muncul boneka
plastik yang bertuliskan “peace”. Lalu video itu benar – benar terputus.

Setahun lalu
disebuah rumah, seorang anak perempuan berumur kira - kira 18 tahun duduk
dipojok kamarnya. Menyendiri dengan boneka yang menemaninya, dipangkunya boneka
itu seakan boneka itu hidup dan sedang menghibur dirinya yang sedang merana.
Lahir dari keluarga yang begitu buta agama, bahkan tak sedikitpun kasih ia
dapatkan. Pulang tak pulang, makan ataupun kelaparan, sekolah dan membolos dia
sendiri yang memutuskan. Tak pernah ada satu lontaran pertanyaan bahkan saat ia
sedang sakit sendirian dikamar.
“bobo yang
manis nanti kita mainnya beneran yaaa, aku tidur dulu”, dia mengecup kening
boneka itu.
Kejadian
berawal malam ini, suatu ketika ia tiba – tiba saja terbangun dari tidurnya dan
tak mendapati bonekanya disampingnya, dia begitu cemas. Dia mencari kemana –
mana namun tak kunjung menemukan bonekanya. Membuatnya begitu stress dan hilang
akal. Dia membuka pintu kamar mendapati seorang wanita sedang duduk menangis di
ruang makan, tak dikenalinya sedikitpun wanita yang menghadap tembok itu.
‘dia yang
mencuri boneka ku, dia yang mencuri bobo ku’ batinnya dalam hati. Segera dia
melihat apa saja benda tumpul disekitarnya. Tak pikir panjang dia memukulkankan
tepat pada punggung wanita itu. Setelah kejadian itu dia kembali ke kamarnya
dan menemukan bobo sudah kembali di ranjang tempat tidurnya seperti semula. Dia
mendapati bobo dan merangkulnya dengan bahagia, lupa akan kejadian yang
dilakukannya tadi ketika memukul dengan keras wanita diruang tamunya yang tak
lain adalah ibunya sendiri. Dia tertidur pulas dengan bobo yang didekapnya.
Pagi harinya
dia begitu terusik dengan suara orang-orang diluar yang begitu riuh. Dia keluar
kamarnya dan mencari tahu apa yang terjadi. Seorang wanita dengan darah yang
mengalir dihidungnya dan ditutup dengan Koran oleh warga sekitar. Ayahnya yang
baru datang dari luar kota karena sebuah pekerjaan. Kaget mendapati istrinya
terbunuh mengenaskan diruang makan. Seseorang mendekatinya “nak Prita ibumu
dibunuh oleh seseorang semalam, bagaimana mungkin kau tak mengetahui siapa
pembunuh itu sedangkan kamarmu tepat didepan kejadian terbunuhnya ibumu?”
“maaf pak
saya benar – benar tidak tahu menahu akan kejadian itu.” Lalu dia segera meninggalkan
laki – laki itu, melihat mayat ibunya yang masih tergeletak disitu dengan garis
polisi dilarang melintas.
“maaf mbak
kami sedang olah TKP bisakah mbak keluar garis dahulu” perintah polisi yang
menangani insiden tersebut
“saya
anaknya, saya ingin melihat ibu saya”
“mohon maaf
saya hanya melakukan sesuai prosedur, bisakah mbak keluar garis terlebih
dahulu”, polisi itu mengulang perintahnya kepada Prita.
Dengan
enggan akhirnya Prita keluar dari garis polisi itu, setelah 3 jam polisi
melakukan reka adegan untuk menemukan siapa pelaku dibalik itu semua dan polisi
masih belum menduga siapa pelakunya.
Pengajian
digelar ketika usai memandikan dan menguburkan mayat ibunya, Prita sendiri mengikuti
pengajian malam itu.

Pagi itu
disekolah dia dihampiri oleh teman – temanya Ana dan Dina. “Eh.. Prit aku turu
berduka cita atas kematian ibumu” kata Dina
“makasih Din,
An atas perhatian kalian” jawabnya
“kita akan
datang di tujuh harinya ibu kamu nanti, iya kan Din?” kata Ana sambil meminta
persetujuan Dina
“iya, pasti
kita akan datang Prit, sekali lagi kamu yang tabah yah”. Hiburnya
“iya makasih
sekali lagi, aku kekelas dulu ya”, sambil tersenyum kepada Dina dan Ana.
Prita
berjalan meninggalkan mereka berdua
“eh Din kamu
gak lihat ada yang aneh gak sama Prita?” Tanya Ana
“maksud
kamu?”
“ibunya
meninggal dan aku tak melihat mata Prita bengkak gara – gara nangis, dia
terlihat cerah seperti biasanya, aneh gak sih”
“iya juga
sih, mungkin dia udah merelakan ibunya pergi” jelas Dina
“sungguh dia
kuat sekali menghadapi hidupnya” tambah Ana. Lalu mereka berdua menyusul Prita
menuju kelasnya.
Istirahat
tiba Prita memasuki perpustakaan waktu itu, mencari – cari novel kesukaannya.
Dia terhenti ketika melihat cowok yang ditaksirnya sejak dia duduk di bangku
SMP, namun dia sama sekali tak memiliki keberanian untuk mendekatinya. Dia
hanya memandangi cowok itu dari kejauhan. Tiba – tiba seorang cewek datang
menghampiri cowok itu sambil membawakan makanan untuk cowo itu, cowok itu
menerimanya sambil tersenyum sangat manis kepada cewek didepannya itu. Sedang
Prita yang melihatnya dengan hati panas. Dia meninggalkan perpustakaan dan
menuju kelasnya. Mengikuti pelajaran yang terakhir dan bel pulang sudah
terdengar bunyinya.
Prita menuju
parkiran untuk mengambil motornya, dia melihat seorang wanita tadi yang
ditemuinya diperpus sedang bermesraan dengan cowok yang ditaksirnya. Tanpa
sadar Prita mengikuti kemana cewek itu pulang. Setelah dia sudah mengetahui
alamat rumah itu dia segera pulang. Entah apa yang difikirkannya. Dia sudah
sampai dirumahnya, seperti biasa tak ada yang menyambutnya bahkan menyediakan
makan dimeja makan setelah kematian ibunya.
Malam begitu
dingin dia menangis dipojok kamarnya. Tanpa sebab dia menangis dan tak tahu apa
yang membuatnya begitu teriris. Sampai dia tertidur di lantai kamarnya tanpa
ada yang membangunkannya bahkan menyelimutinya. Dia bangun sudah muncul
matahari begitu menyengat dan membuatnya silau karena jendelanya terbuka. Dia
senang sekali melihat jendelanya terbuka
“ayah, apa dia semalam menghampiriku? Apa ayah
yang membuka jendela kamarku pagi ini”.
ketika
saking bersemangatnya dia ingin menemui ayahnya dia segera berlari kedapur,
membuatkan secangkir kopi untuk ayahnya,
setelah itu dia segera menghidangkannya di meja makan. Prita berniat memanggil
ayahanya dan menyuruhnya meminum kopi buatannya. Dia membuka kamar ayahnya dan
hasilnya kosong. Dia segera kembali ke meja makan saat itu, menangis karena
kecewa. Dia menyiramkan kopi itu kemukanya sendiri, memecah cangkir yang
terbuat dari gelas tersebut dan menggoreskannya di pergelangan tangannya sampai
sedikit darah mengucur di tangannya. Dia berlari menuju kamarnya sendiri,
bercerita kepada bonekanya dan berhara bobo akan menenangkannya seperti biasa.
Dia berbicara ber jam – jam kepada bonekanya hingga dia begitu lelah dan
tertidur.

Malam
ketujuh setelah kematian ibunya. Datanglah Dina dan Ana menuju rumahnya.
Tok… tok,
“Prita kamu didalam?” teriak Ana
Lalu
seseorag membuka pintu dari dalam
Melihat
rumah begitu sepi membuat Dina dan Ana kaget.
“prit dimana
orang – orang?” Tanya Ana
“gak ada
orang selain aku dan bobo”, jawabnya singkat sambil wajah yang begitu terlihat
sangat letih
“kamu sakit
Prit?” Tanya Dina
“enggak kok,
aku baru bangun tidur mangkanya terlihat berantakan begini”, elaknya
“kita boleh
masuk Prit?” Tanya Dina sekali lagi
“maaf temen
– temen, bobo sedang tidak mau di ganggu, lain kali aja kalian main kesini
lagi”, buru – buru dia menutup pintu rumahnya.
Ana dan Dina
tak langsung pulang malam itu,dia sungguh melihat rumah Prita begitu janggal.
“Din kita
sudah kenal Prita dari SMP tapi aku sama sekali gak pernah bisa deket seperti
kayak kamu” kata Ana
“iya An,
melihat kehidupan Prita begitu menyedihkan meskipun orangtuanya mampu, tapi aku
sama sekali tak melihat kebahagiaan dimata Prita”
“kasihan
sekali si Prita ya” kata Ana iba
“oh ya
gimana kalau kita undang saja ke pesta ulang tahunmu minggu depan”, usul Ana
“kamu yakin?
dia gak datang waktu kita undang ke pesta ulang tahun ku tahun lalu”
“mungkin dia
sekarang akan datang, buat menghibur dirinya sendiri” kata Ana lagi

Keesokan
harinya Dina dan Ana menghampiri Prita yang duduk sendirian di taman. Sambil
membawakan minuman untuk Prita. Prita segera menerimanya dan meminumnya
“makasih ya
Din An” kata Prita
“Eh Prit
minggu depan ulang tahun Dina dirayain. Kamu dateng ya” kata Ana
“aku usahain
ya”, Prita menjawabnya dengan singkat dan segera pergi meninggalkan mereka
berdua ditaman.
“tuh kan
bener kataku, dia gak mungkin mau An”. Kata Dina
“udah kita
lihat aja minggu depan, aku yakin kok dia bakal dateng” Ana masih saja yakin
bahwa Prita akan datang.
Prita
berjalan sendirian menuju kantin, seperti biasanya dia memesan dua piring nasi goreng
karena dia tak makan sedikitpun ketika dirumah, juga memesan segelas penuh jus
apel. Ketika dia masih menikmati makanannya datanglah Ana. Dia duduk didepan
Prita yang sedang memakan makanannya.
“Dina mana?
Tumben kamu sendiri?” Tanya Prita
“dia masih
di toilet katanya masih mules perutnya”
“ohh, ada
apa kamu kesini An?”
“aku mau
ngasih ini ke kamu, kamu pakek buat minggu depan ya”, lalu Ana menyerahkan tas
kantong yang dibawanya kepada Prita
“apa ini?”
“buka aja
nanti dirumah, aku harap kamu suka”
“makasih ya”
“iya sama
–sama, aku tinggal dulu ya”, Ana lalu meninggalkan Prita yang masih makan
dikantin sekolah

Tujuh hari
berlalu, masih dalam situasi yang sama. Rumah begitu sepi dan hanya Prita
sendiri bersama teman tak nyatanya. Dia melihat kantong tas yang diberikan oleh
Ana minggu kemarin. Dia belum membukanya hingga saat ini. “bobo, kira – kira
Ana ngasih apa ya?”
Lalu dia
membukanya, dia melihat gaun putih panjang beserta tas kecil melengkapinya. ‘apa dia mau aku pakek gaun ini saat pesta
ulang tahun Dina’. Dia melihat kalender ternyata hari ini adalah hari ulang
tahunnya Dina. Dia masih berbicara kepada bobo. Mungkin bobo akan memberinya
solusi untuk datang ke pesta itu atau enggak. ‘bo apakah jika aku kesana kamu akan mau ngomong sama aku beneran? Kalo
iya aku akan datang ke pesta itu untuk menyenangkanmu’ sambil memeluk
boneka plastic itu. Dia bersiap untuk datang ke pesta itu, mendandani dirinya
sendiri dengan make up ibunya yang sudah tak terpakai lagi. Menyisir rambutnya
dan menggelungkannya kebelakang. Dia melihat mukanya begitu pucat pada pantulan
cermin, dia sama sekali tak menghirukan wajahnya selama ini. dengan perlahan
dia mengoleskan bedak tabur pada kulit wajahnya, memakai lipstick berwarna pink
yang semakin membuatnya terlihat cantik. Dan menyaputkan blash on pada tulang
pipinya.

Dia sampai
dirumah Dina, melihat riuhnya orang – orang yang datang ke pesta itu membuatnya
semakin kalut. Sayang dia tak membawa bobo bersamanya. Dia tetap melangkakan
kakinya kedalam, setelah memberi selamat kepada Dina, dia berniat untuk pulang,
ketika dia berjalan sampai depan rumahnya Dina, dia melihat cowok yang
ditaksirnya menggandeng tangan cewek itu, cewek yang sama yang dilihatnya
diperpus. Dia menunggu acara usai diluar rumah dan tak ikut menyanyikan lagu
ulang tahun bersama teman – temannya didalam.
10 malam
acara sudah selesai dia lebih dulu pulang dan menyelinap masuk dirumah cewek
yang minggu lalu dibuntutinya. Cewek yang membuatnya patah hati diam – diam. Satu
jam menunggu akhirnya cewek itu pun tiba dirumahnya diantar oleh cowok yang
ditaksirnya. Prita meneteskan air matanya untuk yang pertama kalinya bagi cowok
itu. Setelah mereka berdua saling berpelukan cowok itu melajukan mobilnya lagi,
sedang cewek itu memasuki rumahnya. Prita yang sedari tadi sudah berada didalam rumahnya
menunggu momen yang pas. Ketika cewek itu masuk Prita langsung saja
menyergapnya dari belakang. Ditutupkannya kepala cewek itu dengan plastik yang
diambilnya dari dapur. Ketika cewek itu meronta karena tak bisa bernafas hal
yang sama dilakukan ketika membunuh ibunya kemarin. Dipukulkan sebuah benda
tumpul tepat dikepala cewek itu hingga cewek itu sudah tak meronta lagi,
‘sepertinya
dia sudah pingsan’ , batinnya dalam hati. Ketika belum puas untuk menyakiti
cewek tersebut dia membuka seluruh pakaian yang dikenakan oleh cewek itu dan
menyayati kulit mulusnya, semakin dia terus melakukannya semakin membuat
dirinya bahagia, dan menghilangkan sakit hati yang dideritanya ketika melihat
cewek itu dan cowok yang ditaksirnya jalan bersama. Tak sampai disitu saja
Prita memasukkan cewek tadi yang sudah menjadi mayat kedalam mesin cuci dan
sengaja menyalakan mesin cuci dengan kecepatan tinggi. Tak dielakkan lagi tubuh
cewek tadi menjadi hncur karena terkoyak oleh mesin cuci yang dioperasikannya.
Ketika ia
sudah selesaikan misinya dirumah cewek itu dia segera pulang, gaun putih yang
dikenakannya sudah berubah warna menjadi merah segar, akibat terkena darah
cewek tadi yang dihabisinya. Malam itu dia begitu puas dan bahagia. Dia membuka
kamarnya dan mendapati bobo sudah menantinya seperti biasa ‘setidaknya masih
ada yang menantiku pulang, kau bobo’.
Dia segera
melepas gaun yang dikenakannya dan meletakkannya dibawah kolong tempat tidurnya.
Sedang dia yang terlalu letih dengan malam itu langsung tertidur pulas, seperti
tak ada apa – apa, dan tak membuatnya merasa bersalah.

Pagi
disekolah ketika Prita baru saja sampai disekolahnya. Semua murid begitu aneh
pagi itu. Semuanya membicarakan kematian Wulan yang sangat mengenaskan, tak
hanya para murid, semua guru juga membicarakan kematian salah satu siswi
teladan dengan kematiannya yang begitu sadis. Prita tak menghiraukan semuanya,
dia langsung menuju perpustakaan. Cowok yang ditaksirnya ketika itu sedang
duduk di pojok bangku di perpus. Dia memegangi gelang yang bertuliskan Wulan.
Sedang Prita
dalam hati membatin, ‘ternyata cewek itu namanya Wulan, selamat jalan Wulan.
Setidaknya kematianmu membuatku senang walau sedikit’.
Cowok tadi
tetap saja duduk disitu meski bel masuk sudah berbunyi sedari tadi. Begitupun
Prita dia masih memandangi cowok tadi dari kejauhan. Melihat cowok tadi
memegang gelang itu dan memandangi foto cewek itu sambil menangis semakin
membuatnya kesal. Tak kuasa dia menahan kekesalannya sendiri, dia lalu
membuntuti cowok tadi. Hingga kelas usai
Prita masih membuntuti cowok yang ditaksirnya.

Matahari
sudah semakin terik, seluruh siswa berhamburan keluar ruangan karena dikagetkan
oleh teriakan seorang gadis di kamar mandi. Terbujur kaku mayat seorang cowok
dengan garbu menancap dimatanya. Darah tak henti - henti mengalir deras. Sedang
suara sirine polisi sudah mulai terdengar dari kejauhan. Seluruh siswa
dipulangan saat itu juga, tinggalah dua orang murid yang menjadi saksi, yang
melihat pertama kali mayat cowok tadi tergeletak didalam kamar mandi.
Kematian beruntun siswa sekolah tersebut
menjadi berita utama di Koran lokal. Reputasi sekolah tersebut menjadi buruk,
karena itu para wali murid merasa tidak nyaman menyekolahkan putra putrinya
disekolah tersebut. 50% murid dipindahkannya oleh orang tua mereka. Tak tahan
dengan kejadian – kejadian ganjil yang ada disekolah SMA tersebut membuat
pemerintah memutuskan untuk mencabut izin sekolah yang sudah berdiri sejak 20
tahun lalu. Kejadian kematian secara mengenaskan sudah semakin sering terjadi
disekolah tersebut, tak hanya menewaskan para murid saja, seorang penjaga sekolah
pun tak luput dari pengintaian pembunuhan selanjutnya. Akhirnya satu bulan
setelah kematian cowok tadi sekolah resmi ditutup.

Prita duduk
menyendiri disamping kasurnya sambil memegang boneka plastiknya. Malam - malam
Prita tak seperti biasanya. Dia memandangi kamarnya dengan perasaan takut luar
biasa. Keadaan yang mengguncang jiwanya. Kedamaian yang didapatkan ketika
selesai menghabisi orang – orang sekarang tak membuatnya damai lagi.
Dia urungkan
tidur diatas kasur , dia pindah tidur dibawah kasur berharap dinginnya lantai
akan membuatnya terlelap. Namun ketika Prita menoleh ke sebelah kirinya dia
mendapati gaun putih yang terkena bercak darah begitu banyak, lalu dia menoleh
kekanan dengan penuh penyesakkan dalam dadanya. Sehari setelah itu dia urungkan
untuk keluar rumah. Bahkan ayahnya tak mengetahui kondisi putrinya saat ini.
Prita belum
daftar kesekolah akibat ditutupnya sekolah SMA nya. Lima hari Prita masih
terdiam didalam kamarnya. Mengelus bonekanya. Berbicara layaknya orang gila,
tak makan, tak mandi dan tak berbicara dengan orang. Dia berjalan keluar
kamarnya berharap akan menemui manusia didalam rumah itu,
namun lagi –
lagi dia sendirian dirumah yang cukup besar itu. Dia mendapati laptop
tergeletak diruang kerja ayahnya. Dia mengambil laptop tersebut dan juga
menyiapkan jubah hitam yang akan dikenakannya. Dia masuk lagi kedalam kamarnya.
Memakai juga kaca mata hitam dimeja riasnya. Memulai video tersebut dan membuat
pengakuan atas segalanya . Satu menit berlangsung dia masih belum membuka
mulutnya. Tiba - tiba dia membuka kacamatanya dan juga jubahnya. “saya Prita,
saya mau mengakui sesuatu kepada kalian semua, atas beban yang selama ini saya
tanggung. Saya tidak tau apa yang membuat kehilangan fikiran saya selama dua
tahun ini, saya sangat senang melakukannya. Membuat batin saya terpuaskan….
Saya telah menghabisi nyawa orang – orang terdekat saya….
Usai dia
membuat pengakuan atas apa yang dilakukannya selama ini, dia gantung diri di
kamarnya dengan segala barang bukti yang masih pada tempatnya. Gaun putih
bercak darah berwarna merah masih tergeletak dibawah kolong tempat tidur Prita.
Setelah sebulan kematiannya barulah diketahui oleh polisi. Karena ayahnya
melaporkannya hilang sebulan setelah Prita gantung diri dikamarnya. Ketika akan
mencari tahu petunjuk – petunjuk yang mungkin akan membantunya menemukan Prita
dengan kaget polisi menemukan seorang Prita yang menggantung diatas atap.
Dengan tubuh
yang biru - biru lebam dan belatung yang
sudah menggerogoti tubuhnya. Kematiannya sudah mengisahkan banyak hal yang
menimpa dirinya. Dimana tak sedikitpun ia dapatkan kasih sayang dari orang
tuanya, tak mendapatkan cinta yang diidam-idamkannya. Dan menahan segala beban
hidupnya seorang diri, hanya berbagi pada sebuah boneka plastik yang sama
sekali tak nyata. Bobo….
Tidak ada komentar:
Posting Komentar