Jumat, 10 Oktober 2014

“BONEKA PLASTIK”



Cerita ini bermula ketika pengakuan seorang gadis di video yang berdurasi 40 menit 20 detik. Dia gadis dengan rambut sebahu yang memakai jubah hitam dan kacamata hitam. Satu menit berlangsung dia masih belum membuka mulutnya. Tiba - tiba dia membuka kacamatanya dan juga jubahnya.
“saya Prita, saya mau mengakui sesuatu kepada kalian semua, atas beban yang selama ini saya tanggung. Saya tidak tau apa yang membuat kehilangan fikiran saya selama dua tahun ini, saya sangat senang melakukannya. Membuat batin saya terpuaskan…. Saya telah menghabisi nyawa orang – orang terdekat saya…..” tittttttttttttttttttt…………
Video itu terputus pada kalimat terakhir tersebut. Gelap dan kemudian muncul boneka plastik yang bertuliskan “peace”. Lalu video itu benar – benar terputus.
*     
Setahun lalu disebuah rumah, seorang anak perempuan berumur kira - kira 18 tahun duduk dipojok kamarnya. Menyendiri dengan boneka yang menemaninya, dipangkunya boneka itu seakan boneka itu hidup dan sedang menghibur dirinya yang sedang merana. Lahir dari keluarga yang begitu buta agama, bahkan tak sedikitpun kasih ia dapatkan. Pulang tak pulang, makan ataupun kelaparan, sekolah dan membolos dia sendiri yang memutuskan. Tak pernah ada satu lontaran pertanyaan bahkan saat ia sedang sakit sendirian dikamar.
“bobo yang manis nanti kita mainnya beneran yaaa, aku tidur dulu”, dia mengecup kening boneka itu.
Kejadian berawal malam ini, suatu ketika ia tiba – tiba saja terbangun dari tidurnya dan tak mendapati bonekanya disampingnya, dia begitu cemas. Dia mencari kemana – mana namun tak kunjung menemukan bonekanya. Membuatnya begitu stress dan hilang akal. Dia membuka pintu kamar mendapati seorang wanita sedang duduk menangis di ruang makan, tak dikenalinya sedikitpun wanita yang menghadap tembok itu.
‘dia yang mencuri boneka ku, dia yang mencuri bobo ku’ batinnya dalam hati. Segera dia melihat apa saja benda tumpul disekitarnya. Tak pikir panjang dia memukulkankan tepat pada punggung wanita itu. Setelah kejadian itu dia kembali ke kamarnya dan menemukan bobo sudah kembali di ranjang tempat tidurnya seperti semula. Dia mendapati bobo dan merangkulnya dengan bahagia, lupa akan kejadian yang dilakukannya tadi ketika memukul dengan keras wanita diruang tamunya yang tak lain adalah ibunya sendiri. Dia tertidur pulas dengan bobo yang didekapnya.
Pagi harinya dia begitu terusik dengan suara orang-orang diluar yang begitu riuh. Dia keluar kamarnya dan mencari tahu apa yang terjadi. Seorang wanita dengan darah yang mengalir dihidungnya dan ditutup dengan Koran oleh warga sekitar. Ayahnya yang baru datang dari luar kota karena sebuah pekerjaan. Kaget mendapati istrinya terbunuh mengenaskan diruang makan. Seseorang mendekatinya “nak Prita ibumu dibunuh oleh seseorang semalam, bagaimana mungkin kau tak mengetahui siapa pembunuh itu sedangkan kamarmu tepat didepan kejadian terbunuhnya ibumu?”
“maaf pak saya benar – benar tidak tahu menahu akan kejadian itu.” Lalu dia segera meninggalkan laki – laki itu, melihat mayat ibunya yang masih tergeletak disitu dengan garis polisi dilarang melintas.
“maaf mbak kami sedang olah TKP bisakah mbak keluar garis dahulu” perintah polisi yang menangani insiden tersebut
“saya anaknya, saya ingin melihat ibu saya”
“mohon maaf saya hanya melakukan sesuai prosedur, bisakah mbak keluar garis terlebih dahulu”, polisi itu mengulang perintahnya kepada Prita.
Dengan enggan akhirnya Prita keluar dari garis polisi itu, setelah 3 jam polisi melakukan reka adegan untuk menemukan siapa pelaku dibalik itu semua dan polisi masih belum menduga siapa pelakunya.
Pengajian digelar ketika usai memandikan dan menguburkan mayat ibunya, Prita sendiri mengikuti pengajian malam itu.
*     
Pagi itu disekolah dia dihampiri oleh teman – temanya Ana dan Dina. “Eh.. Prit aku turu berduka cita atas kematian ibumu” kata Dina
“makasih Din, An atas perhatian kalian” jawabnya
“kita akan datang di tujuh harinya ibu kamu nanti, iya kan Din?” kata Ana sambil meminta persetujuan Dina
“iya, pasti kita akan datang Prit, sekali lagi kamu yang tabah yah”. Hiburnya
“iya makasih sekali lagi, aku kekelas dulu ya”, sambil tersenyum kepada Dina dan Ana.
Prita berjalan meninggalkan mereka berdua
“eh Din kamu gak lihat ada yang aneh gak sama Prita?” Tanya Ana
“maksud kamu?”
“ibunya meninggal dan aku tak melihat mata Prita bengkak gara – gara nangis, dia terlihat cerah seperti biasanya, aneh gak sih”
“iya juga sih, mungkin dia udah merelakan ibunya pergi” jelas Dina
“sungguh dia kuat sekali menghadapi hidupnya” tambah Ana. Lalu mereka berdua menyusul Prita menuju kelasnya.
Istirahat tiba Prita memasuki perpustakaan waktu itu, mencari – cari novel kesukaannya. Dia terhenti ketika melihat cowok yang ditaksirnya sejak dia duduk di bangku SMP, namun dia sama sekali tak memiliki keberanian untuk mendekatinya. Dia hanya memandangi cowok itu dari kejauhan. Tiba – tiba seorang cewek datang menghampiri cowok itu sambil membawakan makanan untuk cowo itu, cowok itu menerimanya sambil tersenyum sangat manis kepada cewek didepannya itu. Sedang Prita yang melihatnya dengan hati panas. Dia meninggalkan perpustakaan dan menuju kelasnya. Mengikuti pelajaran yang terakhir dan bel pulang sudah terdengar bunyinya.
Prita menuju parkiran untuk mengambil motornya, dia melihat seorang wanita tadi yang ditemuinya diperpus sedang bermesraan dengan cowok yang ditaksirnya. Tanpa sadar Prita mengikuti kemana cewek itu pulang. Setelah dia sudah mengetahui alamat rumah itu dia segera pulang. Entah apa yang difikirkannya. Dia sudah sampai dirumahnya, seperti biasa tak ada yang menyambutnya bahkan menyediakan makan dimeja makan setelah kematian ibunya.
Malam begitu dingin dia menangis dipojok kamarnya. Tanpa sebab dia menangis dan tak tahu apa yang membuatnya begitu teriris. Sampai dia tertidur di lantai kamarnya tanpa ada yang membangunkannya bahkan menyelimutinya. Dia bangun sudah muncul matahari begitu menyengat dan membuatnya silau karena jendelanya terbuka. Dia senang sekali melihat jendelanya terbuka
 “ayah, apa dia semalam menghampiriku? Apa ayah yang membuka jendela kamarku pagi ini”.
ketika saking bersemangatnya dia ingin menemui ayahnya dia segera berlari kedapur, membuatkan secangkir  kopi untuk ayahnya, setelah itu dia segera menghidangkannya di meja makan. Prita berniat memanggil ayahanya dan menyuruhnya meminum kopi buatannya. Dia membuka kamar ayahnya dan hasilnya kosong. Dia segera kembali ke meja makan saat itu, menangis karena kecewa. Dia menyiramkan kopi itu kemukanya sendiri, memecah cangkir yang terbuat dari gelas tersebut dan menggoreskannya di pergelangan tangannya sampai sedikit darah mengucur di tangannya. Dia berlari menuju kamarnya sendiri, bercerita kepada bonekanya dan berhara bobo akan menenangkannya seperti biasa. Dia berbicara ber jam – jam kepada bonekanya hingga dia begitu lelah dan tertidur.
*     
Malam ketujuh setelah kematian ibunya. Datanglah Dina dan Ana menuju rumahnya.
Tok… tok, “Prita kamu didalam?” teriak Ana
Lalu seseorag membuka pintu dari dalam
Melihat rumah begitu sepi membuat Dina dan Ana kaget.
“prit dimana orang – orang?” Tanya Ana
“gak ada orang selain aku dan bobo”, jawabnya singkat sambil wajah yang begitu terlihat sangat letih
“kamu sakit Prit?” Tanya Dina
“enggak kok, aku baru bangun tidur mangkanya terlihat berantakan begini”, elaknya
“kita boleh masuk Prit?” Tanya Dina sekali lagi
“maaf temen – temen, bobo sedang tidak mau di ganggu, lain kali aja kalian main kesini lagi”, buru – buru dia menutup pintu rumahnya.
Ana dan Dina tak langsung pulang malam itu,dia sungguh melihat rumah Prita begitu janggal.
“Din kita sudah kenal Prita dari SMP tapi aku sama sekali gak pernah bisa deket seperti kayak kamu” kata Ana
“iya An, melihat kehidupan Prita begitu menyedihkan meskipun orangtuanya mampu, tapi aku sama sekali tak melihat kebahagiaan dimata Prita”
“kasihan sekali si Prita ya” kata Ana iba
“oh ya gimana kalau kita undang saja ke pesta ulang tahunmu minggu depan”, usul Ana
“kamu yakin? dia gak datang waktu kita undang ke pesta ulang tahun ku tahun lalu”
“mungkin dia sekarang akan datang, buat menghibur dirinya sendiri” kata Ana lagi
*     
Keesokan harinya Dina dan Ana menghampiri Prita yang duduk sendirian di taman. Sambil membawakan minuman untuk Prita. Prita segera menerimanya dan meminumnya
“makasih ya Din An” kata Prita
“Eh Prit minggu depan ulang tahun Dina dirayain. Kamu dateng ya” kata Ana
“aku usahain ya”, Prita menjawabnya dengan singkat dan segera pergi meninggalkan mereka berdua ditaman.
“tuh kan bener kataku, dia gak mungkin mau An”. Kata Dina
“udah kita lihat aja minggu depan, aku yakin kok dia bakal dateng” Ana masih saja yakin bahwa Prita akan datang.
Prita berjalan sendirian menuju kantin, seperti biasanya dia memesan dua piring nasi goreng karena dia tak makan sedikitpun ketika dirumah, juga memesan segelas penuh jus apel. Ketika dia masih menikmati makanannya datanglah Ana. Dia duduk didepan Prita yang sedang memakan makanannya.
“Dina mana? Tumben kamu sendiri?” Tanya Prita
“dia masih di toilet katanya masih mules perutnya”
“ohh, ada apa kamu kesini An?”
“aku mau ngasih ini ke kamu, kamu pakek buat minggu depan ya”, lalu Ana menyerahkan tas kantong  yang dibawanya kepada Prita
“apa ini?”
“buka aja nanti dirumah, aku harap kamu suka”
“makasih ya”
“iya sama –sama, aku tinggal dulu ya”, Ana lalu meninggalkan Prita yang masih makan dikantin sekolah
*     
Tujuh hari berlalu, masih dalam situasi yang sama. Rumah begitu sepi dan hanya Prita sendiri bersama teman tak nyatanya. Dia melihat kantong tas yang diberikan oleh Ana minggu kemarin. Dia belum membukanya hingga saat ini. “bobo, kira – kira Ana ngasih apa ya?”
Lalu dia membukanya, dia melihat gaun putih panjang beserta tas kecil melengkapinya. ‘apa dia mau aku pakek gaun ini saat pesta ulang tahun Dina’. Dia melihat kalender ternyata hari ini adalah hari ulang tahunnya Dina. Dia masih berbicara kepada bobo. Mungkin bobo akan memberinya solusi untuk datang ke pesta itu atau enggak. ‘bo apakah jika aku kesana kamu akan mau ngomong sama aku beneran? Kalo iya aku akan datang ke pesta itu untuk menyenangkanmu’ sambil memeluk boneka plastic itu. Dia bersiap untuk datang ke pesta itu, mendandani dirinya sendiri dengan make up ibunya yang sudah tak terpakai lagi. Menyisir rambutnya dan menggelungkannya kebelakang. Dia melihat mukanya begitu pucat pada pantulan cermin, dia sama sekali tak menghirukan wajahnya selama ini. dengan perlahan dia mengoleskan bedak tabur pada kulit wajahnya, memakai lipstick berwarna pink yang semakin membuatnya terlihat cantik. Dan menyaputkan blash on pada tulang pipinya.
*     
Dia sampai dirumah Dina, melihat riuhnya orang – orang yang datang ke pesta itu membuatnya semakin kalut. Sayang dia tak membawa bobo bersamanya. Dia tetap melangkakan kakinya kedalam, setelah memberi selamat kepada Dina, dia berniat untuk pulang, ketika dia berjalan sampai depan rumahnya Dina, dia melihat cowok yang ditaksirnya menggandeng tangan cewek itu, cewek yang sama yang dilihatnya diperpus. Dia menunggu acara usai diluar rumah dan tak ikut menyanyikan lagu ulang tahun bersama teman – temannya didalam.
10 malam acara sudah selesai dia lebih dulu pulang dan menyelinap masuk dirumah cewek yang minggu lalu dibuntutinya. Cewek yang membuatnya patah hati diam – diam. Satu jam menunggu akhirnya cewek itu pun tiba dirumahnya diantar oleh cowok yang ditaksirnya. Prita meneteskan air matanya untuk yang pertama kalinya bagi cowok itu. Setelah mereka berdua saling berpelukan cowok itu melajukan mobilnya lagi, sedang cewek itu memasuki rumahnya. Prita yang  sedari tadi sudah berada didalam rumahnya menunggu momen yang pas. Ketika cewek itu masuk Prita langsung saja menyergapnya dari belakang. Ditutupkannya kepala cewek itu dengan plastik yang diambilnya dari dapur. Ketika cewek itu meronta karena tak bisa bernafas hal yang sama dilakukan ketika membunuh ibunya kemarin. Dipukulkan sebuah benda tumpul tepat dikepala cewek itu hingga cewek itu sudah tak meronta lagi,
‘sepertinya dia sudah pingsan’ , batinnya dalam hati. Ketika belum puas untuk menyakiti cewek tersebut dia membuka seluruh pakaian yang dikenakan oleh cewek itu dan menyayati kulit mulusnya, semakin dia terus melakukannya semakin membuat dirinya bahagia, dan menghilangkan sakit hati yang dideritanya ketika melihat cewek itu dan cowok yang ditaksirnya jalan bersama. Tak sampai disitu saja Prita memasukkan cewek tadi yang sudah menjadi mayat kedalam mesin cuci dan sengaja menyalakan mesin cuci dengan kecepatan tinggi. Tak dielakkan lagi tubuh cewek tadi menjadi hncur karena terkoyak oleh mesin cuci yang dioperasikannya.
Ketika ia sudah selesaikan misinya dirumah cewek itu dia segera pulang, gaun putih yang dikenakannya sudah berubah warna menjadi merah segar, akibat terkena darah cewek tadi yang dihabisinya. Malam itu dia begitu puas dan bahagia. Dia membuka kamarnya dan mendapati bobo sudah menantinya seperti biasa ‘setidaknya masih ada yang menantiku pulang, kau bobo’.
Dia segera melepas gaun yang dikenakannya dan meletakkannya dibawah kolong tempat tidurnya. Sedang dia yang terlalu letih dengan malam itu langsung tertidur pulas, seperti tak ada apa – apa, dan tak membuatnya merasa bersalah.
*     
Pagi disekolah ketika Prita baru saja sampai disekolahnya. Semua murid begitu aneh pagi itu. Semuanya membicarakan kematian Wulan yang sangat mengenaskan, tak hanya para murid, semua guru juga membicarakan kematian salah satu siswi teladan dengan kematiannya yang begitu sadis. Prita tak menghiraukan semuanya, dia langsung menuju perpustakaan. Cowok yang ditaksirnya ketika itu sedang duduk di pojok bangku di perpus. Dia memegangi gelang yang bertuliskan Wulan.
Sedang Prita dalam hati membatin, ‘ternyata cewek itu namanya Wulan, selamat jalan Wulan. Setidaknya kematianmu membuatku senang walau sedikit’.
Cowok tadi tetap saja duduk disitu meski bel masuk sudah berbunyi sedari tadi. Begitupun Prita dia masih memandangi cowok tadi dari kejauhan. Melihat cowok tadi memegang gelang itu dan memandangi foto cewek itu sambil menangis semakin membuatnya kesal. Tak kuasa dia menahan kekesalannya sendiri, dia lalu membuntuti cowok tadi.  Hingga kelas usai Prita masih membuntuti cowok yang ditaksirnya.
*     
Matahari sudah semakin terik, seluruh siswa berhamburan keluar ruangan karena dikagetkan oleh teriakan seorang gadis di kamar mandi. Terbujur kaku mayat seorang cowok dengan garbu menancap dimatanya. Darah tak henti - henti mengalir deras. Sedang suara sirine polisi sudah mulai terdengar dari kejauhan. Seluruh siswa dipulangan saat itu juga, tinggalah dua orang murid yang menjadi saksi, yang melihat pertama kali mayat cowok tadi tergeletak didalam kamar mandi.
 Kematian beruntun siswa sekolah tersebut menjadi berita utama di Koran lokal. Reputasi sekolah tersebut menjadi buruk, karena itu para wali murid merasa tidak nyaman menyekolahkan putra putrinya disekolah tersebut. 50% murid dipindahkannya oleh orang tua mereka. Tak tahan dengan kejadian – kejadian ganjil yang ada disekolah SMA tersebut membuat pemerintah memutuskan untuk mencabut izin sekolah yang sudah berdiri sejak 20 tahun lalu. Kejadian kematian secara mengenaskan sudah semakin sering terjadi disekolah tersebut, tak hanya menewaskan para murid saja, seorang penjaga sekolah pun tak luput dari pengintaian pembunuhan selanjutnya. Akhirnya satu bulan setelah kematian cowok tadi sekolah resmi ditutup.
*     
Prita duduk menyendiri disamping kasurnya sambil memegang boneka plastiknya. Malam - malam Prita tak seperti biasanya. Dia memandangi kamarnya dengan perasaan takut luar biasa. Keadaan yang mengguncang jiwanya. Kedamaian yang didapatkan ketika selesai menghabisi orang – orang sekarang tak membuatnya damai lagi.
Dia urungkan tidur diatas kasur , dia pindah tidur dibawah kasur berharap dinginnya lantai akan membuatnya terlelap. Namun ketika Prita menoleh ke sebelah kirinya dia mendapati gaun putih yang terkena bercak darah begitu banyak, lalu dia menoleh kekanan dengan penuh penyesakkan dalam dadanya. Sehari setelah itu dia urungkan untuk keluar rumah. Bahkan ayahnya tak mengetahui kondisi putrinya saat ini.
Prita belum daftar kesekolah akibat ditutupnya sekolah SMA nya. Lima hari Prita masih terdiam didalam kamarnya. Mengelus bonekanya. Berbicara layaknya orang gila, tak makan, tak mandi dan tak berbicara dengan orang. Dia berjalan keluar kamarnya berharap akan menemui manusia didalam rumah itu,
namun lagi – lagi dia sendirian dirumah yang cukup besar itu. Dia mendapati laptop tergeletak diruang kerja ayahnya. Dia mengambil laptop tersebut dan juga menyiapkan jubah hitam yang akan dikenakannya. Dia masuk lagi kedalam kamarnya. Memakai juga kaca mata hitam dimeja riasnya. Memulai video tersebut dan membuat pengakuan atas segalanya . Satu menit berlangsung dia masih belum membuka mulutnya. Tiba - tiba dia membuka kacamatanya dan juga jubahnya. “saya Prita, saya mau mengakui sesuatu kepada kalian semua, atas beban yang selama ini saya tanggung. Saya tidak tau apa yang membuat kehilangan fikiran saya selama dua tahun ini, saya sangat senang melakukannya. Membuat batin saya terpuaskan…. Saya telah menghabisi nyawa orang – orang terdekat saya….

Usai dia membuat pengakuan atas apa yang dilakukannya selama ini, dia gantung diri di kamarnya dengan segala barang bukti yang masih pada tempatnya. Gaun putih bercak darah berwarna merah masih tergeletak dibawah kolong tempat tidur Prita. Setelah sebulan kematiannya barulah diketahui oleh polisi. Karena ayahnya melaporkannya hilang sebulan setelah Prita gantung diri dikamarnya. Ketika akan mencari tahu petunjuk – petunjuk yang mungkin akan membantunya menemukan Prita dengan kaget polisi menemukan seorang Prita yang menggantung diatas atap.

Dengan tubuh yang biru -  biru lebam dan belatung yang sudah menggerogoti tubuhnya. Kematiannya sudah mengisahkan banyak hal yang menimpa dirinya. Dimana tak sedikitpun ia dapatkan kasih sayang dari orang tuanya, tak mendapatkan cinta yang diidam-idamkannya. Dan menahan segala beban hidupnya seorang diri, hanya berbagi pada sebuah boneka plastik yang sama sekali tak nyata. Bobo….

Tidak ada komentar:

Posting Komentar