Jumat, 10 Oktober 2014

My real love


Seorang gadis duduk sendiri ditaman sekolahnya. Murid lainnya sedang berlalu lalang didepannya sambil membawa makanan dari kantin. Jam istirahat masih 10 menit lagi, dia masih saja belum beranjak dari duduknya. Tiba-tiba temannya datang menghampirinya. Tari namanya. Tari menjadi temannya semenjak dia memasuki Sekolah Menengah Pertama .
“Sev, kekantin yuk”, ajak Tari
“ayo”
 dia langsung mengiyakan ajakan temannya itu. Mereka berdua berjalan menuju kantin, dan langsung menghabiskan makanannya di kantin. Setelah mereka menghabiskan makanannya bel masuk berbunyi, mereka berdua segera masuk ke kelasnya.
Sevia menjadi murid teladan di Sekolahnya tak jarang kebanyakan guru dekat dengannya, sedang Tari dia agak cuek terhadap pelajarannya, kecuali mata pelajaran tata boga, pelajaran memasak yang hanya diperhatikannya, namun rankingnya yang masih masuk 10 besar tak menjadikannya kecewa.
Setelah pelajaran ketiga semua guru rapat sehingga semua murid kegirangan dan langsung berhamburan keluar kelas, tak terkecuali Sevia dan Tari.
“Tar, ke perpus yuk”, ajak Sevi
“kamu itu tipe-tipe murid rajin banget, kita harus manfaatin pelajaran kosong ini dong. Jarang-jarang kan Sev”, elak Tari
“ini aku lagi mencoba memanfaatkannya” jawabnya
“arrgghhh kamu ini Sev, sekali – kali jangan ke perpus mulu dong mainnya…”
“yauda aku sendirian aja deh”. Sevi langsung aja nyelonong meninggalkan Tari yang masih mengomel dibelakangnya. Melihat Sevi meninggalkannya segera saja Tari menyusulnya
“eh..eh tunggu Sev, iya aku ikuuuttttt!!!”.
 Akhirnya Tari membuntuti Sevi dibelakangnya juga. Kelas mereka berdua berada dibelakang karena mereka masih kelas 2 SMP sehingga menjadikan mereka harus berjalan sekitar 5 menit menuju ruang perpus yang berada didepan bersebelahan dengan ruang guru. Sevi langsung memasuki ruang perpus ketika sampai di depan, begitupun dengan Tari dia segera memasuki ruang perpus. Meskipun Tari tidak terlalu suka membaca seperti Sevi tapi ada yang membuatnya betah juga di perpus, yaitu membaca majalah memasak yang tersedia di perpus.
“aku kesana dulu yah Tar. Kamu mau ikut?” kata Sevi
“pasti mau ke etalase buku – buku tebel itu kan?”
“ensiklopedia”, Sevi membenarkan
“iya itu, lihat bukunya aja udah pusing Sev”
“yauda aku kesana dulu ya”
Lalu Tari segera menghampiri rak buku yang berisi novel –novel, karena Tari menyembunyikan majalah masak yang disukainya di jajaran novel, agar tak ditemukan dan dipinjam siswa lain. Jika sudah memegang majalah memasak Tari langsung asik dengan bacaannya sendiri, menghafalkan semua resep yang dibacanya. Berbeda dengan Sevi yang doyan membaca buku – buku ensiklopedia juga bacaan berat lainnya. Seperti novel karya Dan Brown dan penulis lainnya. Atau sekedar membaca novel teenlite untuk merefresh fikirannya.
Setelah Sevi sudah usai membaca ensiklopedia dia mengajak Tari untuk balik ke kelasnya. Mereka berjalan sampai didepan ruang perpus tiba – tiba seorang cowok berjalan berpapasan dengannya. Murid kelas 3 yang memiliki wajah yang tampan yang menatapnya selama mereka berpapasan. Sevi sama sekali tak memperhatikan cowok tadi.
 “eh Sev, kamu dilihatin terus tuh sama kak Iwan”, kata Tari
“hemm, siapa?”
“cowok yang tadi didepan perpus ituloh, dia ngeliatin kamu terus”. Sambil terenyum menggoda
“masak sih, kamu kenal dia emangnya?”
“ dia cowok cakep yang banyak disukai semua cewek loh disekolah ini”, jelasnya
“ohh”, jawabnya singkat
Jam kosong masih berlangsung hingga pulang sekolah, pukul 12 siang. Ketika staff kantor sudah memencet bel 3 kali tanda pulang semua siswa berhamburan dan segera pulang. Parkiran sudah ramai sejak sebelum bel berbunyi. Sevi dan Tari menuju parkiran sekolah, mereka berdua menaiki sepeda ontel setiap harinya. Sampai didepan gerbang sekolah, Sevi melihat lagi cowok yang ditemuinya didepan perpus tadi. Tari berbisik pada Sevi memberitahukan cowok tadi,
“sssttt Sev, itu cowok yang tadi”
“mana??? aku gak lihat”, elaknya, padahal jelas – jelas cowok tadi tepat didepannya.
Sesampai dirumahnya Sevi langsung berganti pakaiannya, mencuci kakinya lalu makan. Ketika selesai makan dia menuju kamarnya dan sudah siap dengan lembaran – lembaran matematika yang akan di kerjakannya. 10 menit dia masih menjawab 2 soal saja, karena penghitungannya membutuhkan berlembar-lembar kertas untuk menghitung. Tiba –tiba Tari sudah berada di depan kamarnya dan mengetok pintunya.
“Sev kamu didalam, ibu kamu nyuruh aku langsung masuk aja”, teriaknya dari luar
“masuk aja Tar”
“kamu ngapain?” keluar yuk ke taman”, ajak Tari
“kamu itu main - main aja, sekali-kali belajar napa”
“kamu yang belajar terus, sesekali main- main napa”, balas Tari
Sevi tak menggubrisnya dan masih terpaku pada soal didepannya
“oh ya soal kak Iwan, apa kamu gak suka sama sekali sama dia?” Tanya tari penasaran
“emm gimana ya…” Sevi masih memikirkan perkataan Tari
“dia kan cowok ganteng mustahil kamu sama sekali gak meliriknya Sev”
“masih gantengan juga Nicole Cage”, canda Sevi
“kamu itu,serius dikit napa”
“kamu juga Tar, belum pernah aku lihat kamu pacaran sampai detik ini”
“lho lho kok jadi bahas aku sih”
“emang bener kan, hahaha”, ledek Sevi
“kalau emang aku ketemu cowok yang suka aku dan nyatain perasaannya ke aku yah aku terima aja Sev”, jawabnya
“masih suka sama Aldo?”
“kalau itu gak usah ditanya Sev, sejak SD aku masih nungguin balesan suratnya”, lalu Tari terdiam sesaat, mengenang masa SD nya,
Waktu itu Tari masih di kelas 5 SD dan Aldo menjadi teman sekelasnya sekaligus teman sebangkunya. Aldo cowok yang ditaksirnya adalah murid pindahan dan sejak saat itu dia dekat dengan Aldo, karena Tari menjadi teman bertanyanya ketika Aldo membutuhkan bantuannya. Sampai semester berakhir rasa suka mulai muncul antara Tari dan Aldo, akhirnya Tari memutuskan untuk memberikan selembar surat cinta kepada Aldo, karena waktu itu masih belum popular hp seperti sekarang ini. dia menuliskan surat itu sudah sejak bertemu dan menjadi teman sebangkunya namun Tari baru berani  memberiknnya ketika lulus SD, dan dia masih menunggu balasan surat itu sampai 2 tahun terakhir ini, tragisnya ketika lulus SD dan masuk SMP Aldo sudah kembali lagi ke kota asalnya menjadikan Tari susah untuk mencarinya apalagi menemuinya.
Tari masih saja bernostalgia dengan cinta monyetnya di jaman SD
“HEYY! Kamu ngelamun yah Tar”, Sevi mengagetkannya
“kalau kamu yakin sama cinta monyetmu, kalian bakal ketemu kok. Percaya deh”, hibur Sevi
“mangkanya biar aku gak sedih lagi temenin aku ke taman yah, nanti kita beli ice cream disanaa, yah yah”, ajak Tari
“yauda deh aku temenin, tapi nunggu aku selesaikan satu soal lagi yah, tanggung nih”
“yauda buruan”
Tak sampai 5 menit Sevi usai mengerjakan satu soal lagi, dan mereka berdua menuju taman dekat sekolah mereka sambil menaiki motor Tari. Hari itu mereka saling menghibur satu sama lain, meskipun kebanyakan menghibur Tari yang masih terpaku pada cinta monyetnya. Hari sudah semakin gelap mereka berdua memutuskan untuk segera pulang.
Pagi hari pukul setengah tujuh. Ibu Sevi sudah berusaha membangunkan Sevi dari jam 6 pagi namun Sevi masih saja belum bangun, sedang kamarnya dikunci menjadikan ibunya tak bisa masuk dan membangunkannya secara langsung.
Ketika dia menyadari hari sudah semakin terang dia kaget dan segera beranjak bangun.
 “ibu aku gak dibangunin, jadi telat nih?”
“udah ibu ketok dari tadi nak, kamunya aja yang gak bangun – bangun”
Sevi masih saja cemberut dan segera masuk kamar mandi, tak sampai lima menit dia sudah keluar dan buru-buru memakai seragam biru putihnya.
“mangkanya besok-besok kamarnya gak usah dikunci”, saran ibunya
“iya bu Sevi berangkat dulu”, sambil mencium tangan ibunya dan meminta uang saku
“kamu gak sarapan dulu?” ibunya juga sambil memberikan uang 10ribu kepada Sevi
“enggak bu udah siang”
“setidaknya minum dulu susu nya, udah ibu siapkan”
Lalu Sevi segera menghabiskan susunya dan segera mengambil sepedanya dan mengayuhnya dengan cepat. Ibunya hanya tersenyum melihat putrinya yang terburu- buru itu. Dan melanjutkan lagi memasaknya.
Sesampainya disekolahan telat sudah tak terelakkan lagi, dia berdiri bersama jajaran muid yang telat hari itu. Salah satunya adalah Iwan. Ini adalah kali pertama bagi Sevi berdiri dilapangan dan membersihkan seluruh sampah diarea sekolah sebagai hukumannya. Ketika dia sedang membersihkan area kantor dan depan koperasi siswa, Iwan membuntutinya.
“heh kamu?”
“aku?? Kenapa?” jawabnya jutek
“kamu gak pernah telat yah sebelumnya?”
“ngapain juga telat kalau bisa berangkat lebih awal”
“tapi kan sekarang kamu telat juga”
“yah urusan aku, sana bersihin yang disebelah sana”, perintah Sevi kepada Iwan sekaligus mengusirnya
“besok telat lagi yah”, goda Iwan
Sevi tak menggubrisnya dan masih terus saja membersihkan sampah yang berserakan. 30 menit hukuman pun usai, mereka semua kembali kekelasnya masing-masing.
Tok tok tokk..”maaf pak telat”, sambil terengah - engah karena Sevi berlari menuju kelasnya
“iya Sevi silahkan masuk, dari mana saja kamu?” Tanya Pak Rudi guru Geografinya
“tadi terlambat pak, disuruh bersihin lapangan dulu”, jelasnya
“yauda buka LKS kamu, kita bahas PR kemarin, kamu jawab nomor 3”, perintah pak Rudi kepada Sevi.
Setelah 1 jam setengah, jam pelajaran geografi usai. Ketika dia ingin keluar dan menuju kantin seorang cowok sudah menunggunya diluar sambil membawakan segelas botol coca cola.
“nih, kamu haus kan?” Iwan memberikan minumannya pada Sevi
“enggak kok, aku Cuma laper aja”, bohongnya
“sudah aku duga, ini aku bawa roti juga”, sambil cengar cengir kepada Sevi
Sevi yang enggan menerimanya akhirnya menerima pemberian Iwan juga.
“makasih ya”, lalu dia pergi meninggalkan Iwan menuju kantin sekolah. Dia bertemu dengan Tari yang sudah dulu dikantin bersama Irma, teman sekelasnya juga
“eh roti dari siapa tuh?” Tanya Irma
“kamu mau?”
“enak tuh” jawab Irma
“nih buat kamu”
Sevi menyerahkan roti itu kepada temannya. Dia sendiri membeli makanan sendiri dikantin sekolah, dan memesan 3 gelas sekaligus es jeruk karena saking hausnya. Dia menghabiskan 2 gelas pertama bahkan tanpa jeda, sekaligus dia habiskan dengan sekali sedot. Ketika dia sudah berada di gelas terakhirnya seorang cowok mengagetkannya dari belakang.
“gak haus tapi udah habis dua gelas sekaligus”
“kamu, ganggu aja” jawabnya ketus
“nih….” Iwan menyerahkan kembali coca cola yang tadi ditolaknya, namun dia tak lagi bertanya pada Sevi dia langsung menaruh botol coca cola dimeja Sevi dan meninggalkannya. Mau tak mau Sevi meminumnya meskipun dia sudah sangat kenyang dengan tiga gelas minumannya sendiri.
Hari itu sangat melelahkan buat Sevi, sesampainya dirumah dia langsung tertidur dikamarnya.
Titt tittt….. tittttt…. Hapenya berbunyi dari tadi, namun Sevi masih enggan mengangkatnya
Titt..tittt.tittt… nada dering berbunyi terus menerus, mebuat Sevi akhirnya melihat layar handphone nya. ‘nomor siapa ini’? tanyanya dalam hati
Muncul nomor tak dikenal dilayar hp nya, dia berfikir dua kali untuk mengangkatnya, namun karena hp nya terus berbunyi dia memutuskan untuk mengangkatnya saja
“halo, ini siapa?” sapanya
“kamu udah sampai rumah?” Tanya seseorang dari ujung telepon
“kamu dapet nomorku dari mana?” mendengar suaranya membuatnya langsung menebak siapa yang telah meneleponnya.
“tahu aja, kamu belum jawab pertanyaanku”
“kamu juga belum jawab pertanyaanku”
“aku minta sama Tari, giliran kamu yang jawab”
“udah”, jawabnya singkat
“yaudah, jangan lupa makan sama istirahat”, kata Iwan memberi perhatian
“makasih, aku bisa urus hidupku sendiri” jawabnya masih saja jutek
“iya aku tahu kamu gadis yang cerdas”, pujinya
“aku tutup dulu, mau belajar”, Sevi mengakhiri pembicaraannya
“iya aku tau kok”
Tutttttttttttt….. berhentilah pembicaraan mereka melalui telepon selular.
Keesokan paginya Iwan sudah menunggunya diparkiran sekolah sambil duduk diatas sepedanya. Sevi yang melihatnya langsung saja menaro sepedanya dan nyelonong kekelasnya.
“eh Sev, kamu gak lihat ada orang disini ya, nyelonong aja kayak setan”, berkatalah iwan
“enggak tuh” lalu Sevi segera melanjutkan jalannya menuju kelasnya
Sevi langsung saja meletakkan tasnya di bangkunya dan meninggalkannya, karena dia terburu-buru ingin buang air ke toilet, sedang kelas masih sepi dan belum banyak anak. Ketika dia kembali lagi dan membuka buku pelajarannya untuk membaca mata pelajarannya dia menemukan selembar kertas dan sebatang cokelat yang dibungkus sangat rapi dengan pita berwarna pink yang melingkar di tubuh cokelat batangan itu. ‘dari siapa ini’ batinnya
Perlahan dia membuka secarik kertas yang terlipas rapi.
“dear Sevia
Namamu begitu indah
Namun tak seindah parasmu
Kau bagai metari dipagiku
Bagai bunga ditamanku
Bagai cahaya digelapku
Bagai rembulan disedihku
Yang mencerahkan hatiku
Menyinari dengan keelokan dirimu
Kuingin dekapmu
Dan bersama mu
Sampai nanti kita menyatu
Dalam sebuah ikatan suci yang menunggu”
Begitu saja bacaan yang tertera pada selembar kertas putih itu, yang ditulis tangan kurang bagus, terlihat seorang cowok yang kurang rapi yang menuliskannya, tanpa nama pula.
‘siapa sih ini, buang-buang waktu saja’ kesalnya
Tiba-tiba datanglah Tari dan Irma bersamaan,
“apa tuh Sev?” Tanya Tari
“gak tau, orang iseng naro didalam tasku, lancang sekali dia buka-buka tasku”, kesalnya
“kamu harusnya bersyukur ada penggemar rahasia yang ngasih kamu cokelat” kata Irma
“sini cokelatnya buat aku aja” kata Irma lagi
Sevi langsung saja memberikan cokelat itu, tapi sebelum sampai ditangan Irma Tari langsung menampisnya
“itu cokelat buat kamu Sev jangan dikasihkan orang, kasihan yang udah beliin buat kamu”, kata Tari
Setelah berfikir - fikir Sevi membenarkan perkataan temannya itu, dia memasukkan lagi cokelat itu bersama selembar surat kedalam tasnya.
Seluruh murid kelas satu sampai dengan kelas tiga diharap untuk berkumpul dilapangan sehubungan dengan perkemahan tersebut. Perkemahan ini akan diwakili masing-masing kelas 2 orang. Dan ditunjuk langsung oleh wali kelas mereka, setelah apel selesai semua murid kembali ke kelasnya. Dan kelas Sevi akan diwakili oleh dirinya dan Rio, ketua kelasnya.
Setelah penunjukan itu mereka berdua bersama siswa - siswi lainnya akan intens mengikuti latihan pramuka, sebelum perkemahan berlangsung. Begitupun Sevi dia semakin sibuk bolak balik kesekolahannya setiap sore untuk mengikuti latihan pramuka tersebut, namun ia tetap saja membuka bukunya dan belajar saat malam tiba, menjadikan Sevi kurang cukup untuk beristirahat.
Pagi tiba, Sevi terbangun masih diatas kursi belajarnya dengan keadaan buku masih terbuka dan pensil yang terserakan diatas meja. Ibunya mengetuk pintunya berkali – kali sampai Sevi terbangun. Dia segera melihat alarm nya, ternyata sudah jam 7 kurang seperempat. Dia segera mandi dan beberapa detik saja langsung keluar.
“kamu sakit nak?” Tanya ibunya
“enggak bu, tadi malem kecapekkan aja mangkanya bangun telat”
Sevi sesegera mungkin berganti seragamnya dan menyiapkan buku pelajarannya. Ibunya membawakan segelas susu kekamarnya untuk Sevi. Sevi yang tak menghiraukannya Karena mencari buku nya yang masih belum ditemukan. Beberama menit mencari akhirnya bukunya ditemukan diatas meja belajarnya yang dijadikan bantal untuk tidur semalam.
“minum dulu nak susunya, ini masih hangat”, pinta ibunya
“enggak bu Sevi udah telat banget ini, Sevi berangkat dulu bu”, pamit Sevi
Dia mengayuh sepedanya dengan begitu tergesa, dia terjatuh dijalan saat menabrak batu yang berserak ditengah jalan. Sevi dan sepedanya pun oleng, siku dan bajunya robek seketika, sedang bajunya terkotori oleh darah dari sikunya, dia mencoba berdiri. Tiba – tiba dibelakang lewat seorang cowok, ternyata cowok itu adalah Iwan. Sevi kaget melihatnya.
“kamu ngapain disini, ini kan udah telat jam masuk sekolah?”
“kamu juga ngapain disini, pakek acara bobok cantik segala disini”
“hemm”, Sevi tak menghiraukannya dia mencoba berdiri sendiri. Melihat Sevi sangat kesulitan mencoba berdiri sendiri Iwan membopongnya untuk berdiri. Dia meletakkan sepeda Sevi di bengkel karena sepedanya rusak akibat terjatuh dan oleng tadi.
“ayo naik motor aja lebih cepet” ajak Iwan
Dengan keadaan yang sangat payah Sevi mengiyakan saja ajakan Iwan untuk berboncengan dengannya menuju sekolah. Iwan tak membelokkan motornya kesekolah, dia berjalan terus menuju rumahnya
“eh kita mau kemana? Sekolah kita kan udah lewat”
“kamu diem aja dulu”
“kamu mau ngapain, aku loncat nih”, ancam Sevi
Iwan menghentikan motornya dan berbalik arah kearah Sevi .
“kita akan kerumahku dulu, lihat bajumu robek gitu. Lukamu juga perlu diobati”, jelasnya
Mendengar penjelasan Iwan meluluhkan hati Sevi yang sangat kaku selama ini, terutama kepada Iwan, entah mengapa, dan dia lupa juga kapan dimulainya.
Sesampainya dirumah Iwan segera Sevi turun dari motornya.
“ayo masuk!”, ajak Iwan
Sevi mengikuti langkah Iwan dari belakang.
“kamu tunggu situ yah, aku kedalem dulu”, sambil menunjuk sofa di ruang tamunya
Iwan keluar dengan membawa kotak obat dan satu bju seragam miliknya.
“sini tangan kamu”, sambil menarik tangan Sevi yang terluka
Setelah selesai memberikan obat merah diluka Sevi Iwan menyuruhnya segera berganti seragam.
“kamu ganti dikamarku” sambil mengantarkannya menuju kamarnya
Sevi masih saja terbengong didepan kamar Iwan
“tenang aja, gak bakal ngintip kok”
Sevi masuk dan segera berganti seragamnya, lali dia keluar kamar menuju Iwan
“kegedean banget yah?” kata Sevi
“lebih baik daripada bajumu yang robek dan kotor tadi”, jawabnya
“udah yuk balik kesekolah, ini udah telat banget” dengan mata yang ketakutan karena belum pernah Sevi senekad ini.
“yaudah ayo”.
Tak sampai 10 menit mereka berdua sudah didepan gerbang sekolah, guru BK sudah berjaga – jaga didepan menanti para murid yang terlambat masuk, setelah guru BK itu melihat kedatangan Sevi dan Iwan segeralah guru itu menghampiri mereka berdua.
“heh kalian kenapa baru datang?” dengan muka merah marah
“kita habis kecelakaan pak dijalan tadi mampir dulu ke puskesmas”, Iwan sambil membuka siku Sevi dan memperlihatkan luka Sevi kepada gurunya tersebut. Setelah melihat bukti bahwa perkataan Iwan benar guru itu pun mengizinkan masuk mereka berdua. Iwan mengantar Sevi menuju kelasnya. Bel istirahat berbunyi, Iwan sudah didepan menanti Sevi. Sevi keluar bersama temannya, si Tari.
“Sev ada Iwan didepan” kata Tari kepada Sevi yang tak melihat kedatangan Iwan
“Sev ini makan”, Iwan menyerahkan roti dan susu botol kepada Sevi.
“makasih ya” Sevi menerimanya. Dan iwan segera pergi
“eh tumben kamu ramah sama cowok?”, Tanya Irma yang nyelonong aja dari belakang
“kamu itu kayak jelangkung aja, tiba-tiba nongol”, sewot Tari
“perhatian banget sih sama kamu Sev dari kapan emangnya?? Apa jangan-jangan kalian udah pacaran, hayoo?” desak Irma
“huusstttt… kamu itu Ir usil aja, udah yuk ah kekantin” ajak Tari
“aku dikelas aja ya, nih udah makanan sama minuman ditanganku”, kata Sevi
“iyauda deh, kamu gak nitip apa-apa lagi?” tawar Tari
“enggak Tar, makasih ya”
“beneran Sev”
Sevi hanya menganggukan kepala saja
“yauda kita duluan yah, kita gak lama-lama kok habis ini langsung balik”
Sevi duduk ditaman sekolah dengan memakan roti dari Iwan kepadanya. Dia melihat dilapangan begitu ramai, para murid cowok sedang bermain futsal, terlintas Iwan juga ikut main dilapangan.
‘dia lumayan keren juga, kenapa bisa sebaik ini meski pun tetep aku cuekin?’ tanyanya dalam hati. Dia selalu memandang lapangan sambil terus memperhatikan seorang cowok yang mengantarnya pagi ini. namun dia tak menemukannya lagi. Tiba – tiba saja dibelakang dikagetkan dengan kehadiran Iwan
“kamu?? Bukannya kamu tadi dilapangan”
“kamu merhatiin aku terus yah?” ledek Iwan
“enggak tadi cuman lagi mandang kedepan aja daripada gak diliat mubazir” elaknya
“ohh gitu yah, oh ya bentar yaa”
“mau kemana?”
“takut banget yah aku tinggalin”
“enggak kok, yauda kamu pergi sana” kata Sevi pada Iwan
“bener??” goda Iwan lagi
“iyah tapi nanti balik lagi kan?”
“iya, aku balik kok”
Lama sekali Iwan tak kembali, sampai bel masuk terdengar. Dia pun meninggalkan surat dibangu taman yang ia duduki tadi
“udah bel masuk, aku tinggal masuk kelas dulu”
Setelah bel pulang berbunyi dia melihat Iwan telah menunggunya ditaman. Sevi segera menghampirinya
“kamu dari tadi disini?” Tanya Sevi
“kan aku udah bilang bakal balik kesini”
“kamu gak masuk kelas?”
“masih nunggu kamu disini”, senyum Iwan diwajahnya yang membuat Sevi kesal
“emang kamu dari mana aja?”
“dari rumah”, jawab Iwan santai
“kamu pulang kerumah dan gak masuk kelas nungguin aku disini” Sevi mengomel kepada Iwan
Iwan hanya mengangguk saja menerima omelan Sevi
“cantik banget sih kalau pas ngomel gitu”, puji Iwan yang membuat Sevi terdiam dan memerah pipinya
“ini buat kamu”, dia menyerahkan kotak yang dibungkus kertas kado yang sangat indah dan juga sepucuk surat diatasnya
“ngapain pakai surat kalau ngomong langsung aja bisa?” Tanya Sevi
“kesannya lebih romantis aja”
“makasih ya”, sambil memberikan senyum termanis kepada Iwan
“ayo aku antar pulang”, ajak Iwan
Mereka berdua bersama-sama menuju parkiran.
“pegangan aja biar gampang naiknya”
“enggak ah” tolak Sevi
Sevi kesulitan menaiki motor Iwan akhinya dia memegang pundak Iwan juga. Iwan hanya tersenyum saja menanggapinya
“sepedaku gimana nanti?” Tanya Sevi
“gampang lah, nanti aku yang antar kerumah kamu”
“jangan menggampangkan sesuatu sebelum dilakukan”
“yes mom” sambil mengoda Sevi
Ketika sampai dirumah Sevi, ibunya melihat Sevi yang berjalan tertatih dengan pelan, ibunya segera menghampirinya
“kamu kenapa nak?” Tanya ibunya kuatir
“habis jatuh tadi bu waktu berangkat”
“kamu sih gak minum susunya jadi gak konsen dan jatuh” kata ibunya
“ini temen kamu?” Tanya ibunya
“saya Iwan kakak kelasnya Sevi tante”, dia memperkenalkan dirinya
“ohh, makasih ya nak Iwan sudah mengantar Sevi pulang”
“sama-sama tan”
“yauda ayo masuk semuanya, ibu sudah siapkan makan siang”
“terimakasih tan tapi saya masih ada keperluan dirumah”, tolak Iwan
“kamu bener gak makan dulu disini”, ajak Sevi
“iya Sev aku pulang dulu yah, kamu istirahat, tan saya pulang dulu” pamit pada keduanya
“bu aku antar Iwan dulu kedepan yah”
“iya nak habis itu langsung masuk ya, lalu makan”
“iya bu”
Sevi mengantar Iwan sampai depan rumahya
“makasih ya sekali lagi”
“jangan makasih mulu, senyumnya mana”
“genit banget sih, yauda aku masuk dulu”
Pukul tujuh malam, Iwan datang kerumah Sevi sambil membawa tas sekolahnya.
Tookkk….tokkk,”permisi…”
Ibu Sevi segera keluar dan membukakan pintunya
“temannya Sevi yang nganter tadi yah?”
“iya tante, saya mau belajar sama Sevi”, jawab Iwan
“iya sebentar, saya panggilkan Sevi”, jawab ibunya ramah
Tak lama kemudian Sevi keluar dengan terheran.
“Iwan?? Ngapain kesini???” sapa Sevi
“Aku mau belajar nih aku udah bawa tas”, sambil tersenyum centil
Ibu Sevi keluar lagi membawakan teh hangat dan camilan untuk tamu anaknya itu
“kalau habis nanti ibu buatkan lagi, biar belajar kalian nyaman, ayo diminum nak Iwan”, suruh ibunya Sevi
“iya makasih tante”
Ibunya Sevi masuk kedalam lagi membiarkan mereka berdua konsen belajarnya
“kamu ada apa tumben belajar?” Tanya Sevi
“enggak juga sih sebenernya”
“maksud kamu?”
“aku pengen lihat keadaan kamu aja”
“lewat telfon kan bisa” kata Sevi lagi
“beda aja, jadi gak plong rasanya” jawab Iwan
“kamu ini menyusahkan diri sendiri aja”, omel Sevi
“oh yah ini aku bawakan soup buat kamu, biar badan kamu hangat”
“soup apa?”
“soup buatanku sendiri, kamu coba rasanya gak kalah sama buatan ibu kamu kok”
“makasih ya”
“aku suapin yah”, kata Iwan
“enggak ah malu sama ibu, aku makan sendiri aja
“cepat habiskan soupnya keburu dingin”, pinta Iwan
“iya ini juga mau aku habiskan”
Setelah soupnya habis Iwan berpamitan pulang
“aku pulang dulu yah, kamu langsung istirahat” pamitnya
“lho katanya mau belajar, kita aja belum buka buku sama sekali Wan”
“enggak kok, aku Cuma pengen lihat kamu menghabiskan soupku aja”, sambil tertawa menyeringai
“jangan bilang didalam tas kamu gak ada bukunya”
Dan ternyata benar saja didalam tas Iwan tak ada satupun buku.
Akhirnya Sevi mengizinkan Iwan untuk pulang.
Ibunya yang keluar melihat Sevi sendirian pun bingung
“temanmu kemana nak?” Tanya ibunya
“sudah pulang bu katanya diare mangkanya buru-buru” bohongnya
“oh ya. Yauda kamu istirahat nak, besok gak usah sekolah ibu izinkan”
Sevi langsung masuk kamarnya, dia mengambil tasnya dan membuka kotak yang tadi siang diberikan Iwan padanya beserta surat yang tertempel diluarnya
“Sev, aku mau berkata sesuatu padamu
Mungkin aku tak berani mengatakannya secara langsung
Karena bagiku kamulah bidadari terindah yang pernah kulihat
Melihat senyummu sangat membuatku senang
Maukah kamu jadi pacarku
Hari ini dan seterusnya
Aku akan menjadi yang terbaik buatmu
Iwan “
Begitulah bunyi surat yang dibacanya dalam-dalam. Lalu dia membuka kotak itu dengan perlahan. Didalam kotak itu terdapat gambar cantik, lukisan wajah Sevi yang dihiasi dengan bunga-bunga disampingnya, serta ada juga kalung yang melingkar indah di kotaknya bertuliskan “Bright” atau bersinar….
Sejak Sevi menerima pemberian itu disekolah Iwan langsung menyatakan perasaannya kepada Sevi, untuk mengulangi lagi surat cintanya agar Sevi benar-benar percaya bahwa itu dirinya. Iwan juga menjelaskan kepada Sevi sekitar sebulan lagi dirinya akan pindah diluar kota, tepatnya di Semarang. Dia akan melanjutkan SMA dan kuliahnya dikota tersebut atas permintaan kedua orang tuanya. Wajah Sevi tertunduk sedih mendengar pernyataan Iwan, baru saja dia menerima kehadiran seorang lelaki namun disaat itu pula dia harus merelakan lelaki itu pergi meninggalkannya. Tak lama Sevi menjawab Iwan, dan dia menerima Iwan sebagai pacarnya, yang sekaligus masih cinta monyetnya. Dengan perasaan campur-campur, akankah Iwan akan kembali menemuinya? Akankah Iwan setia dengannya meskipun jauh disana? Akankah Iwan tetap akan menjadi pelipur lara? Dan berbagai akankah yang membuat hati Sevi gelisah tak menentu.
Melihat wajah Sevi begitu muram hari itu Iwan mengajaknya untuk keluar bersama sepulang sekolah. hampir setiap pulang sekolah Sevi diajaknya keluar, sehingga Sevi memutuskan untuk mengundurkan dirinya dari kemah yang akan diadakan beberapa minggu lagi. Dengan berat hati wali kelasnya mencari pengganti untuk Sevi.
Diajaknya di berbagai tempat untuk menghibur kesedihan Sevi dan membuatkan kenangan yang terindah untuk cinta monyetnya itu. Tibalah pada hari terakhir pertemuan mereka.
Pagi ini Sevi bangun lebih awal, dia segera mandi dan memakai seragam sekolahnya. Dia berfikir sejenak lalu mengirim pesan kepada Iwan.
kita jalan sekarang aja yah, aku gak papa bolos sehari ini. ku mau seharian penuh bareng kamu, sebelum kamu pergi. Plis ‘
Tiittt…tiiii, balesan dari Iwan sudah muncul di layar
oke aku jemput kamu 10 menit lagi’
Segera saja Sevi memakai seragamnya dan memakai jaket bersiap untuk menunggu Iwan. Dia menuju dapur dan menyiapkan berbagai makanan di kotak makannya. Ibunya yang melihatnya menyiapkan makanan didapur terheran karena tak biasanya dia membawa bekal.
“nak tumben bawa bekal? Kamu pulang sore?” Tanya ibunya
“iya bu nanti ada tambahan pelajaran soalnya”, jelasnya
“sini ibu bantuin”. Ibunya dan dirinya menyiapkan beberapa slice roti dan selai juga susu di botolnya, berbagai snack dibawanya juga.
“ini ibu tambahin uang jajan kamu” ibunya menyerahkan uang 20ribuan kepada Sevi
Sevi langsung saja memeluk ibunya, semakin membuatnya bersalah karena telah berbohong padanya.
“makasih bu, Sevi berangkat dulu”
Sevi masih menanti Iwan didepan rumahnya tak beberapa lama Iwan sudah berada didepannya.
“udah siap”, Tanya Iwan
“udah, ayo!”
Mereka berdua melaju menuju tempat terakhir yang akan menjadi tempat terakhir mereka untuk bersama-sama hari itu. Sevi tak banyak Tanya dia hanya mengikuti saja kemana Iwan akan membawanya. Tibalah mereka disebuah bukit, yang bernama bukit cinta didaerah yang cukup jauh dari tempat tinggal mereka. Disana begitu indah, bebatuan sungguh begitu tertata, pemandangan pagi itu yang masih belum terlalu panas membuat suasana semakin hangat. Mereka berdua turun dari motor dan menuju tempat yang nyaman untuk diduduki. Ketika mereka sampai pada sebuah tempat dimana mereka bisa melihat pemandangan hutan dan bukit dengan eloknya, Sevi membuka isi tasnya. Mengeluarkan bekalnya dari rumah. Mereka begitu menikmati hari terakhir mereka sambil memakan bekal yang dibawa Sevi.
“kita akan tetap setia meski jarak kita jauh, namun cinta bisa mendekatkan diri kita melalui hati” kata-kata yang keluar dari mulut Iwan semakin membuat Sevi berat untuk ditinggalkan Iwan.
“sebulan yang lalu kita jadian namun takkan ada waktu untuk perpisahan kita”, kata Iwan lagi. Sambil menggenggam tangan Sevi. Setelah 3 jam menikmati pemandangan dibukit cinta mereka melaju lagi, menikmati sengatan udara siang itu yang begitu teriknya.
Senja tiba, waktu terasa begitu cepatnya hari ini.
“aku antar pulang sekarang yah udah sore” ajak Iwan
“iya, kamu hati-hati yah besok berangkatnya”
Setelah berkendara sekitar satu jam mereka sampai didepan rumah Sevi. Ketika Iwan hendak pulang Sevi mencegahnya.
“tunggu disini sebentar yah” pintanya
Segera dia masuk dan mengambil sesuatu yang ditaro didalam plastic
“ini buat kamu”. Sevi menyerahkannya dengan mata yang berkaca
“ini apa?” Tanya Iwan
“buka aja dirumah”
makasih ya, aku pulang dulu”
Sevi masih saja melihat kepergian Iwan, punggung yang akan dilihatnya untuk yang terakhir kalinya, dia senang bisa sempat membuatan kaos bertuliskan namanya dan Iwan dan juga tanggal jadian mereka dikaos tersebut.
‘semoga saja dia suka dan menyimpannya selalu’ do’aya dalam hati
Memang pacaran itu banyak resikonya, tapi seperti Segitiga Bermuda, walaupun berusaha kaujauhi tetap saja ada alasan untuk mendekat…

Empat tahun berlalu dengan beratnya, menjalani hari dengan kekasih yang jauh disana. Sekarang Sevi sudah kelas 3 SMA. Masih sanggup sendiri. Padahal tak sedikit yang menginginkan bersamanya. Siapa yang tak suka melihat gadis cantik dengan kecerdasan yang patut dipertimbangkan, dari teman sekelasnya sampai kakak kelasnya banyak yang bilang suka padanya. Sevi masih berteman dengan Tari, dan juga sekelas dengannya.
“kamu masih saja nungguin kak Iwan dengan tulus. Kamu yakin dia bakal balik?”
“aku yakin kok, life is simple, you make choice and don’t look back, dan aku memilih untuk tetap setia menantinya dan menanti dia kembali dengan kesuksesannya”
Tari yang mendengarnya ikut terharu, dia memeluk sahabatnya itu dengan erat tanpa berkata dan bertanya lagi.
Sudah seminggu ini Sevi tak berhubungan dengan Iwan, baik telepon, chatting maupun video call. Membuatnya sangat sedih dan berfikir akankah kesetiaanya akan terbalaskan dengan kekecewaan. Namun dia menampis prasangkanya sendiri. Dia menuliskan status di twitternya
‘Saat aku kangen sama kamu, saat itulah aku inget kenangan bersamamu. Akankah di sana kamu merasakan cinta, perih, dan rindu yang sama? Semoga iya :’)’
Satu jam setelah menuliskan statusnya itu telepon bordering. Foto dan nama yang ditunggu-tunggu akhirnya muncul dilayar hapenya. Sevi segera mengangkatnya dan meninggalkan bukunya dimeja.
“halo?”
“hay, kamu ngapain disana Sev?” Tanya seseorang dari ujung telepon
“aku sedang belajar, kamu sendiri?”
Mereka saling bercerita panjang lebar, menceritakan kesibukan mereka masing-masing. Memang Iwan sibuk dengan tugas kuliahnya, dia memilih melanjutkan kuliahnya di kedokteran disebuah perguruan tinggi negeri ternama di kota yang ditinggalinya, dan Sevi berencana ingin melanjutkan kuliah juga di kota yang sama dan bisa bersama-sama lagi dengan seseorang yang membuatnya jatuh cinta dan mengenalkannya pada arti kesetiaan yang indah. Tak terasa sudah jam 1 pagi.mereka masih saja di jaringan telepon dan asik bercerita.
“Sev udah jam 1 kamu tidur dulu ya, jangan bolos lagi kayak dulu” kata Iwan yang terdengar semakin dewasa
“nggak pernah bolos lagi, waktu itu hanya sekali, pertama dan terakhir”, jelas Sevi
“kayak kamu dan aku, hanya satu pertama dan yang terakhir”
Kata-kata Iwan membuat Sevi melinangkan airmatanya
“kamu kenapa Sev?” Tanya Iwan ketika mendengar isakan Sevi dari ujung telepon
“aku menangis bahagia, bisa mendengar suaramu yang membuat hatiku tenang. I love you”
“I love you too, tunggu aku yah. Aku pasti kembali buat kamu”
“aku akan setia menunggu kamu, sampai aku tak bisa menunggu lagi…..”
Tutt tuuttt…. Berakhirlah telepon mereka pagi itu. Setelah seminggu tak berkomunikasi, rasa perih itu sedikit terobati
Keesokan harinya dia menerima pesan dari Iwan yang membuatnya begitu gembira.
lusa aku akan tiba disana, aku akan liburan disana. Tunggu aku yah… sayangku…’
Dia terus berulang – ulang membaca pesan itu, dia semakin semangat menjalani harinya. Dia terus saja tersenyum hari itu. Melihatnya begitu merona disekolah membuat sahabatnya terheran
“kamu kenapa Sev kelihatan cerah banget hari ini?” Tanya Tari
“Iwan akan kesini lusa” jelasnya antusias
“wahh bakal ketemu perdana dong, setelah 4 tahun terpisah, selamat yah” Tari memeluk sahabatnya itu.
Jam kosong saat itu begitu lama, Sevi dan Tari nongkrong dikantin sampai berjam-jam.
“Sev kamu mau ngelanjutin dimana kuliah nanti?”
“pastinya dikota yang sama dengan Iwan, kalau kamu?” tanyanya balik
“aku bakal ngelanjutin di kota Surabaya, aku akan melanjutkan didunia memasak”, jawab Tari
“aku yakin suatu saat kamu bakal jadi koki hebat dan muncul di tivi”, support Sevi
“itu impian ku Sev, bisa jadi koki aja udah syukur banget gak muluk-muluk muncul di tivi. Takutnya nanti tivinya terbakar gara-gara ada gambar akunya… hahaa” mereka saling bercanda waktu itu
“kamu sendiri impian kamu jadi apa Sev?”
Sevi menghela nafas panjang
“masa depanku hanya satu Tar, hanya bersama orang yang kusayangi menghabiskan hidup bersama dan memiliki anak, merawatnya bersama dan saling menyayangi hingga senja tiba” kata Sevi yang mebuat sahabatnya ikut melinangkan air matanya untuk Sevi
“pasti kalian akan jadi keluarga yang sangat bahagia dengan banyak anak. Dan aku akan iri pada kalian karena kebahagiaan kalian”
Saling berpelukanlah mereka berdua.
Hari begitu terasa lama, penantian Sevi menunggu kedatangan Iwan. Ketika itu sore hari, dia sedang bersantai karena besok adalah hari minggu. Dia melihat tivi sendirian dirumah, orang tuanya sedang keluar menjenguk saudaranya yang sedang sakit dirumah sakit. Tiba-tiba ada breaking news yang memotong acara yang sedang di tontonnya.
terjadi kecelakaan pesawat dari Semarang menuju Bandung”…  dengan nomor serial pesawat yang tertera dilayar tivi. Dia langsung shock melihat berita itu. Sevi lupa menanyakan Iwan naik apa menuju Bandung. Tak sengaja linangan air mata begitu derasnya.
‘enggak enggak, Iwan pasti naik kereta kesini, dia gak naik pesawat, dia gak naik pesawat’ hiburnya dalam hati sambil terus menangis
Triiitt…tritttt, hapenya berdering. Tari meleponnya
“halo.. Sev kamu udah lihat berita kan?”
“berita apa Tar?” Sevi pura-pura tidak mengetahuinya
“kecelakaan pesawat menuju Bandung Sev, kak Iwan gak naik pesawat kan pulangnya?”
Sevi tak menjawabnya, dia semakin terisak
“Sev…Sev.. halo Sevi kamu masih disana???”
“ii.. iya tar, enggak kok, dia naik kereta. Udah dulu yaaku mau istirahat”
Tiitt tiiitt. Teleponnya terputus.
Besok adalah hari yang dijanjikan kepulangan iwan. Sepulang sekolah dia tak keluar rumah sama sekali, tak makan dan bahkan tidak membuka bukunya untuk belajar. Melihat putrinya begitu muram Ibunya mencoba menghiburnya.
“nak ayo makan dulu”
“nanti aja bu Sevi belum lapar”, tolaknya
Ibunya membiarkan Sevi sendiri. Namun tak tahan juga melihat Sevi begitu tak bersemangat tak seperti biasanya
Ibunya menelepon Tari dan menyuruhnya datang kerumahnya untuk mengajak Sevi keluar jalan-jalan. 10 menit Tari sudah didepan rumahnya
“Sev, kamu ga papa? Ibu kamu nyuruh aku kesini”
“aku gak papa kok Tar”
“kita keluar yuk, cari makanan atau nongkrong-nongkrong di cafĂ©” ajak Tari
Sevi menggelengkan kepalanya, menolak ajakan sahabatnya itu
Melihat penolakan itu ibunya lalu datang pada mereka
“ini ibu kasih uang, kamu jalan-jalan sama Tari biar gak sumpek, ga papa ibu gak ngelarang kamu keluar malam,asal hati-hati dan jaga diri”
“Sevi pengen istirahat aja bu”.
Sevi menuju kamarnya tanpa memperhatikan sahabat dan ibunya. Hari itu seseorang yang dinantinya belum juga muncul, dia masih menunggu. Lusa dia masih menunggu, hingga musim pun berganti. Tak ada tanda-tanda kedatangan iwan kerumahnya. Seharusnya liburan ini sudah usai untuk anak kuliahan. Namun Sevi masih saja menantinya. Tiga bulan dia sangat takut menekan tombol Iwan di hapenya. Namun malam itu dia memberanikan untuk menekan dan memanggil nomor Iwan. Dan hasilnya sangat mengecewakan. Dia mendatangi rumah iwan yang berada di Bandung. Ketika itu ada pengajian dirumah Iwan. Dia bertanya kepada tetangganya yang melaluinya ketika hendak kerumah Iwan
“maaf bu, ada pengajian yah dirumah Iwan?”
“kamu temannya Iwan?” Tanya ibu muda itu
“iya, apa Iwan dirumah atau belum kembali dari Semarang bu?”
“ini pengajian buat Iwan dek, pengajian 100 harinya iwan, dia meninggal disebuah kecelakaan pesawat 3 bulan lalu”, jelasnya
Mendengarnya bagai tersambar petir, tak kuat lagi dia menyangga tubuhnya dan penglihatannya tiba-tiba gelap.
Ketika sadar dia melihat dirinya sudah dikamar tidurnya, dengan ibu dan tari menungguinya dismaping ranjangnya.
“bu Iwan buu… Tar Iwan…. Dia gak bener-bener ninggalin aku kan”, sambil menangis sejadi-jadinya
“Aku sudah menantinya hingga empat tahun ini dengan setia, dia bilang mau kesini menemui aku. Kenapa dia belum juga tiba Tar, kenapa??????” Tari pun tak kuat menahan air matanya
“yang sabar Sev yang sabar, mungkin ini sudah menjadi takdir kalian” sambil memeluk tubuh Sevi mencoba menenangkannya
Ibunya yang tak kuat melihat putrinya seperti itu keluar dari kamar Sevi. Malam itu begitu terasa berat, banjir air mata dimana-mana. Sevi yang tak bisa berhenti menangis hingga dia tertidur pulas.
Hari-harinya bagai mendung, begitu gelap dan tak ada cahaya sedikitpun. Dia melakukan aktifitasnya dengan berat masih terngiang dengan penantiannya menunggu iwan pulang.
Sehari…seminggu…sebulan, dan berbulan – bulan berjalan begitu lama sekali… tibalah pengajian keseribu hari meninggalnya iwan, dia datang kerumahnya dengan mencoba tegar. Membaca lantunan ayat suci untuknya yang sudah dialam sana. Tak kuasa dia menahan airmatanya, ibunya Iwan menyuruhnya berhenti membacakan surat yasin. Ketika pengajian usai ibunya Iwan menyuruhnya untuk menginap dirumahnya bersama Tari juga.
“tante boleh saya tidur dikamar Iwan?” pinta Sevi
Ibunya melinangkan airmatanta mendengar permintaan Sevi
“kalau kamu kuat silahkan saja jangan biarkan barang-barang iwab bergeser sedikitpun, tante masih selalu membersihkannya “. Jawab ibunya Iwan
Dia melangkahlan kakinya menuju kamar Iwan ditemani oleh Tari. Sebelum dia membuka pintu kamar, tangan Tari menahan tubuh Sevi
“kamu yakin?” Tanya Tari padanya
Sevi hanya menganggukan kepalanya. Dia membuka gagang pintu Iwan, menutup mata dan merasakan kehadiran Iwan didepannya. Tak disanga linangan air mata itu mengucur derasnya. ‘aku kuat, Iwan tak ingin melihat aku menangis lagi’
“Tar bisakah kamu tinggalkan aku sendiri?” pintanya
“aku akan menemani kamu Sev aku gak akan ninggalin kamu sendirian merasakan perih hati”
Sevi lalu tersenyum pada sahabatnya itu mencoba meyakinkannya lagi
“aku hanya ingin mengenang hanya sendiri saja masa-masa indahku bersama Iwan” sambil memegang tangan Tari
Tari mengiyakan permintaannya dan segera pergi keluar kamarnya
Sevi terkaget ketika membuka loker Iwan. Dia melihat tulisan tulisan Iwan mengenai dirinya, tak sedikit pula foto yang diambil Iwan secara diam-diam. Masih mengenakan biru putih disekolahan dan bahkan dia tak menyadari iwan sudah menfotonya sejak dia duduk dikelas satu SMP. Begitu lamakah kamu menungguku, setahun baru cukup bagimu untuk mengatakan perasaanmu padaku. Dia tak sengaja melihat tulisan yang begitu kusam dilembar paling bawah sendiri

gadis kelas satu itu imut banget lucu
Juteknya minta ampun
Harus bagaimana aku menarik perhatiannya
Kucoba melewatinya dan meliriknya namun dia tetap tak menyadari keberadaanku
Tapi aku yakin, bulan depan bahkan tahun depan dia akan menjadi wanitaku
Sevia”
Semakin menyadarkan akan besarnya cinta Iwan kepadanya
‘bahkan untuk berkenalan denganku saja kau membutuhkan waktu setahun. Apa sejutek itukah diriku dulu padamu kasih. Aku berjanji akan tetap menantimu, hingga senja benar-benar telah senja’


Bella Nosevia A 7 Oktober 2014

Tidak ada komentar:

Posting Komentar