Jumat, 10 Oktober 2014

“KEMBALI KE FITRAH”
Dikampus waktu itu begitu ramai, para mahasiswa baru sedang mengikuti pra ospek hari pertama. Mereka semua memasuki ruangan dan berkumpul menjadi satu. Mahasiswa fakultas kepariwisataan tak terkecuali, disana berdiri seorang wanita cantik dengan rambut panjangnya. Fina namanya. Masih saja terdiam sendiri karena tak satupun dikenalnya. Tiba-tiba seseorang menepuknya dari belakang dan mengajaknya berkenalan, seorang wanita dengan pakaian yang sopan dari atas sampai bawah. “gue Lia, loe siapa?”
“nama ku Fina”, jawabnya singkat.
Sambil menjabat tangan akhirnya mereka menjadi teman sekelas karena Fina dan Lia juga berada pada fakultas yang sama. Bulan pertama begitu datar saja semuanya, mereka semua belum saling kenal dan belum terlalu memahami sifat satu sama lain.
Bulan kedua hal-hal baru mulai terjadi. Segala hal yang sebelumnya datar sekarang menjadi begitu berliku dan menukik. Tak disangka pertemuannya dengan Lia menjadi awal dari segalanya.
Hari itu dosen memberikan tugas berkelompok untuk mengerjakan tugas. Tugas patisery menjadi tugas pertama mereka saat itu. Mereka berkelompok menjadi 4 orang. Tak terkecuali dengan Fina. Dia bergabung menjadi satu kelompok dengan Lia, Rara dan Stevany. Pertemanan dimulai sejak saat itu. Mereka masih belum mengenal satu sama lain, bahkan belum saling cerita masalah pribadi mereka. Selain dulunya dari SMA yang berbeda ada juga yang dari luar kota, dia adalah Stevany.
Siang itu mereka berempat berkumpul ditempat kos Stevany. Untuk mendiskusikan tugas mereka.
“mau bikin apa ini?” Tanya Lia
“gue pikir buat tugas pertama kita bikin yang simple tapi unik”, kata Fina
“iya gue setuju, entar biar gue yang ngurus penghitungan bahan-bahannya,  mama gue usaha kue dia pasti tahu banyak soal bahan-bahan pembuat kue”, Rara berkata.
Mereka memutuskan membuat kue dengan nama yang unik pula atas usul Fina. ‘blackforest pumpkin’. Selain ingin menggabungkan menu modern dengan bahan-bahan asli Indonesia cost control pun bisa ditekan. Minggu depan sudah dikumpulkan hasil mereka, dan kelompok mereka berhasil membuat senang dosennya karena walaupun dengan rasa yang oriental namun tetap menggoda dilidah. 2 bulan selanjutnya baru kejadian aneh mulai terjadi. Salah satu teman mereka jarang masuk akhir-akhir ini. Stevany sudah jarang berkumpul dengan mereka bertiga lagi dan jarang membalas sms dari Fina. Sampai akhirnya Fina mendatangi tempat kosnya namun kamarnya dikuncil, terlihat Stevani sedang keluar, Fina menunggunya hingga dua jam lamanya namun tak muncul juga batang hidung Stevani. Ahirnya dia memutuskan untuk pulang dan mengirim sms pada Stevani bahwa dia telah menunggunya ditempat kos. Setelah dia berjalan sampai digerbang kos, mobil jazz berwarna putih berhenti didepanya. Keluarlah seorang wanita dengan pakaian yang minim dan dalam keadaan sangat payah, tak lain dia adalah temannya sendiri, Stevany. Setelah mobil itu meluncur pergi Stevany berjalan kearahnya dengan setengah sadar. Sedang Fina yang melihatnya dengan shock segera menghampiri temannya itu.
“Van, kamu dari mana. Kamu kelihatan lelah sekali, kamu sakit?” pertanyaanya bertubu - tubi dilontarkannya kepada Stevany, namun Stevany hanya tersenyum saja mendengarnya. Lalu Fina mengantarnya sambil menggandeng tubuh Stevany menuju kamar kosnya. “Van loe bisa cerita ke gue kalau ada masalah?”
Melihat tubuh Stevany begitu memprihatinkan saat itu dia memutuskan untuk menemani dan membuatkan susu hangat untuk Stevany. Sampai sore hari Fina pamitan untuk pulang kepada Stevany.
“kalau ada apa-apa loe bisa kabarin gue Van, besok loe gak usah masuk dulu kalau masih sakit”. Setelah itu Fina langsung pulang dengan menaiki taxi.
Hal-hal terjadi begitu cepat. Tanpa diduga oleh Fina sebelumnya. Sepulang kuliah dia menuju salah satu hotel bintang 3 tempat bekerja kakaknya. Dia menunggu di ruang tunggu didepan information desk. Dia meliat sosok yag tak asing baginya. ‘Lia’ dia menebak dalam hati. ‘Sedang apa dia disini?’
“mbak tolong bilang sama kakak saya, saya tinggal sebentar ke toilet”, setelah beresan kepasa receptionist dia langsung membuntuti Lia. Dia masuk bersama 2 pria didalam. Dengan tangan salah satu pria itu yang meraba raba perut Lia, sedang Lia hanya membiarkannya saja. Pria satunya juga sudah membuka kancing atas baju Lia setelah sampai didepan kamar hotel. Lalu mereka bertiga segara memasukkan Lia kedalam kamar. Fina hanya terdiam melihat itu semua. Setelah semuanya berakhir dengan tertutupnya kamar hotel, lalu dia kembai ke ruang tunggu untuk menemui kakaknya yang bekerja sebagai marketing di hotel tersebut. Setelah urusannya selesai dia segera kembali pulang dengan berbagai pertanyaan yang belum terpecahkan.
Hari berikutnya pukul 9 pagi  Fina sampai di depan kampusnya. Ketika itu dia dipanggil oleh Lia.
Dia melihat seorang laki-laki berbisik ditelinga Lia dengan pelan. Setelah itu Lia menghampirinya, sedang pria itu pergi.
“hey loe baru nyampek?” Tanya Lia
“iya, itu cowok loe?” Tanya Fina
“iya Fin dia cowok gue, dan gue sayang banget sama dia”.
“udah berapa lama hubungan kalian?” Tanya Fina
“lumayan lama, tujuh tahunan lah”, sambil berjalan menuju kelas mereka, cerita mereka terputus saat seorang lelaki menghentikan langkah mereka.
“hey, loe yang namanya Fina. Titipan buat loe nih”
Kata seorang cowok yang begitu tampan didepannya. Dan membuat mereka berdua melongo
“iya gue Fina, dari siapa?”
“dari abang loe, buka aja katanya loe butuh ini sekarang”, sambil menyodorkan buku tebal kepada Fina
“oh iya gue lupa ini buku gue ketinggalan dimeja makan tadi pagi, makasih ya”
Setelah menyerahkan buku itu pria itu bergegas pergi meninggalkan mereka berdua.
“loe kenal senior Fin?” Tanya Lia
“enggak, gue aja gak kenal siapa dia”
“dia lumayan cakep juga”, katanya
Fina hanya tersenyum saja, karena dia juga tak bisa mengelak laki-laki tadi membuatnya salah tingkah.
Ketika istirahat mereka bertiga menuju ke kantin, Fina, Lia dan Rara mereka bertiga nongkrong didepan penjual bakso.
“Stevany kemana ya?” Tanya Rara
“dia lagi sakit Ra, kemarin gue udah samperin ke tempat kosnya”, jawab Fina
“sakit apa dia?”
“gimana kalau nanti kita jengukin dia sambil bawain makanan”, usul Lia
“iya nanti pulang kuliah kita langsung kesana, pakek mobil gue ajah” Rara menawarkan mobilnya.
Setelah pelajaran usai hari itu mereka bertiga segera meluncur menuju tempat kos Stevany sambil membawa banyak makanan untuk Stevany.
Ketika mereka sampai didepan tempat kos Stevany langsung saja mereka ke kamar Stevani didalam. Mereka mengetuk pintu kamar berulang kali sambil meneriakan nama Stevany, namun tak ada jawabannya dari dalam, padahal pintu kamar dalam keadaan tidak terkunci. Lalu mereka bertiga memutuskan untuk membuka saja kamar Stevany, dan hasilnya nihil.
“kenapa di gak ada dikamarnya? Kalau keluar kenapa gak dikunci pintunya?” Tanya Lia
“apa mungkin dia kerumah sakit?” kata Fina
“gue telepon dulu kali yah”, lalu sambil memencet tombol hape Rara mencoba menghubungi Stevany. Tak ada jawaban satupun dari sepuluh panggilan Rara.
“kita pulang aja,baragkali dia sedang ada keperluan diluar”, ajak Fina
“dan kita titipin aja makanan ini ke ibu kos” sambil menenteng satu keresek besar ditangannya lalu Rara menitipkannya pada ibu kos.
Setelah mereka bertiga menitipkan makanan ke ibu kos Rara mengantar masing – masing temannya kerumah. Sampai didepan rumah Fina dikagetkan oleh banyaknya mobil didepan rumahnya, dia berjalan menuju ruang tamu, dan menemui seluruh keluarga besarnya telah berkumpul diruang tamu. Dia memberi salam saudara nya yang sudah datang kerumahnya namun dia kaget satu hal. Ada beberapa orang yang dia belum mengenalnya di ruang tamu itu.
“sayang kamu mandi dulu ya, dandan yang cantik” kata mamanya kepadanya
“iya ma” jawabnya, lalu dia segera ke kamarnya dan membersihkan dirinya. Lama dia didalam kamarnya lalu mamanya menyusul ke kamarnya. Sambil mengetok pintu Fina, “sayang, mama boleh masuk?” kata mamanya
“masuk aja ma”
“sini mama bantu dandannya, kamu pakai baju ini saja, lebih cantik kalau pakai ini”. Sambil menunjuk gaun kuning di almarinya. Lalu mamanya membantu dia sampai siap untuk keluar.
“ma?”
“iya sayang?”
“siapa orang diruang tamu tadi?”
“nanti kamu juga tahu”
“kenapa mama harus mendandani aku kayak gini, gak biasanya”, sambil mengerutkan keningnya
Mamanya hanya tertawa saja tak menjawab pertanyaan putrinya.
“nah.. sudah cantik, ayo kita keluar bersama”, ajak mamanya.
Sampai diruang tamu mamanya memperkenalkan putrinya pada beberapa orang yang tak dikenal oleh Fina. Seorang bapak dan lelaki muda dihadapannya yang sedari tadi memandanginya.
“halo om, saya Fina”, sambil menjabat tangan om itu
“kamu cantik sekali Fina, ini anak om”, om itu memperkenalkan anaknya sambil menyuruh anaknya untuk berdiri menjabat tangan Fina.
“Fina”, katanya pendek
“aku Roy”, sambil tersenyum sangat manis kepadanya.
Setelah saling memperkenalkan keluar masing – masing mereka meluncur pada sebuah hotel untuk dinner. Setelah memesan makanan pada pelayan restoran mereka menunggu menu pesanan mereka siap. Dan mereka saling mengobrol mengenai perusaahan mereka, entah Fina masih belum mengerti arti semua ini, sampai tiba- tiba sang om tadi bertanya mengenai hari baik.
“untuk apa ma?” Tanya Fina pada mamanya
“kalian akan tunangan sayang”, sambil melempar senyuman pada Roy
Sungguh sangat kaget Fina mendengar penjelasan mamanya. Setelah mereka selesai dinner Fina langsung izin untuk pulang duluan
“maaf semuanya Fina ada kerja kelompok sama temen kuliah, Fina balik duluan”
“gimana kalau Roy mengantarmu?” kata om tadi
“ga papa om, Fina sudah bareng sama temen Fina kok”, tolaknya
Lalu Fina segera meninggalkan hotel itu. Dia langsung menaiki taxi menuju rumahnya. Dia terus berfikir tentang apa yang dialaminya hari ini. sampai lamunannya terhenti karena melihat sesosok yang dikenalnya, walaupun samar-samar. Seorang pria dipinggir jalan bersama anak-anak jalanan. Sambil bernyanyi dan mengajarkan menulis pada sebuah papan kecil dan kapur tulis.
“stop pak”, Fina menghentikan taxi nya
Lalu dia turun dan menghampiri lelaki tadi, dia berdiri begitu lama sampai lelaki itu mendatanginya
“loe ngapain disini?” sapa lelaki itu
“loe yang ngasihin buku waktu itu”, sambil mengingat ingat wajahnya
“iya, loe masih belum jawab”
“ehh..gue tadi beli martabak disekitar sini lalu gue gak sengaja lewat sini”, jelasnya “loe sendiri ngapain?”
“loe gak lihat gue lagi main-main”, jawabnya ketus
“sama anak-anak jalanan”
“mereka lebih tulus daripada temen-temen gue yang doyan foya – foya” jawabnya
“gue boleh ikut?”
“kalau loe gak keberatan bersama anak-anak jalanan ini?”
“nggak kok, nggak keberatan sama sekali”
Mereka berdua sama sama bernyanyi malam itu, mengajari anak - anak jalanan bernyanyi dan menuliskan huruf abjad. Tak terasa waktu sudah semakin malam.
“rumah loe dimana?” Tanya cowok tadi
“di Ciputra Gold L4”, jawabnya
“ayo gue anterin pulang”
Mereka berdua meluncur pulang, dimobil mereka saling diam. Selain tak saling kenal, tak satupun dari mereka yang bertanya duluan, tak tahan dengan kesunyian malam itu Fina pun membuka obrolan
“loe kenal abang gue?”
“nggak Cuma gak sengaja ketemu aja waktu itu”
“loe udah tahu nama gue, tapi enggak sebaliknya”
“emm”, dia hanya bergumam sedikit saja. Lalu Fina menanyakan namanya dengan jelas
“nama loe siapa, kita udah menghabiskan malam bersama dan berkendara selama 10 menit namun gue belum kenal loe” tambahnya
“gue Rico”
“udah semester berapa?”
“baru semester 5”
“semester 5 baru????? Wahhh loe mau lanjutin pendidikan ke S2 ya?”
“lihat nanti saja, gue orangnya let it flow aja”
“owww”
Akhirnya mereka sampai dirumah Fina.
“thanks udah anterin Ric” lalu Fina berjalan memasuki rumahnya.
Ketika dia memasuki rumahnya orang tuanya sudah menunggunya diruang tamu
“ Fina duduk!” perintah papanya
“ada apa pa?”
“kamu dari mana malam-malam begini?”
“emm Fina tadi da…rr.”
“meninggalkan acara dinner bersama orang penting, HAH! Kamu gak MIKIR!” dengan suara lantang. Tak terasa air mata Fina menetes di pipinya.
“sudahlah pa, Fina baru pulang kasihan dia capek, biar dia istirahat”, bela mamanya
“kamu besok jangan keluar malam lagi, CEPAT MASUK !”, perintah papanya
Fina lagsung saja menuju kamarnya.
Pagi masih begitu gelap dia keluar mencari udara segar sambil memakai sepatu sportnya. Berlari menuju danau dekat rumahnya. Matanya masih sembab akibat semalam, dia menangis sampai tertidur dan paginya dia ingin menghibur dirinya sendiri. Dia tipe wanita yang tak mudah putus aja dan hanya diam saja tanpa melakukan apa – apa. Setelah lama berlari dia berhenti pada sebuah bangku di taman dekat danau. Dia duduk sendirian menikmati teriknya mentari pagi itu. Tak sengaja matanya menatap bunga yang begitu indah berwarna merah. Fina mendatanginya dan memegangnya. “aku iri sama kamu, kamu bisa mekar dan menikmati cahaya mentari ini tanpa beban dipundakmu”
Tiba-tiba saja dia dikagetkan oleh seorang lelaki dibelakangnya
“loe bicara sama bunga?”
“Rico, sejak kapan loe disitu, loe ngikuti gue ya?”
“siapa juga yang ngikuti loe, gue biasanya disini. Loe yang ngapain disini?”
“ehh.. gue lagi cari udara seger aja”
“nih..” Rico menyodorkan handuk kecil kepada Fina
“buat ngelap keringat loe tuh” tambahnya
 “makasih ya”
“gue boleh duduk disini?” Tanya Rico
“duduk aja” sambil meemgangihanduk yang diberikannya tadi
“loe ada masalah ya? Dimana temen-temen loe?”
“gue lagi pengen sendiri aja, menikmati keelokan bunga yang mekar itu dipagi hari”, sambil melihat bunga yang sedang mekar didekat danau itu.
“kenapa loe gak metik bunga itu kalau loe suka?”
“gue terlalu egois untuk itu Ric”
“gue juga ingin orang lain bisa menikmati keindahan bunga itu sama seperti gue” jawabnya
Setelah matahari sudah semakin menyengat mereka berdua memutuskan untuk kembali pulang
“gue anterloe pulang?” kata Rico
“hehh, iya boleh” jawabnya
Rico pun mengantar Fina pulang
“loe gak ada kuliah hari ini?” Tanya Fina
“gue tinggal ngurusi skripsi doang”
“gue siang ini ada kuliah tapi Cuma 1 mata pelajaran”
“mau gue anter?”
“loe ngak sibuk emangnya”
“ada kesibukan sih tapi masih bisa buat nganter loe kuliah” jawabnya
“gue jemput nanti dirumah loe, kalau udah siap loe sms gue aja, ini nomor gue” sambil memberikan hapenya kepada Fina.
Setelah tiba dirumahnya Fina buru-buru mandi dan berganti pakaiannya. Setelah itu dia mengirim pesan kepada Rico, setelah beberapa menit menunggu akhirnya Rico sudah tiba didepan rumahnya. Setelah Rico mengantar Fina kekampus dia meluncur pergi lagi.
Dikampus begitu heboh dengan video porno yang diduga pelakunya adalah mahasiswa kampus tersebut.
“itu heboh apaan sih?” Tanya Fina pada orang yang berlalu lalang didepannya. “temen loe tuh Fin, kasian banget dia” jawabnya
Lalu segera dia berlari menuju Lia, khawatir terjadi sesuatu pada teman-temannya.
“eh loe lihat Lia gak?” Tanyanya pada orang yang dijumpainya didekat kantin kampus
“gue lihat dia didalem kelas tadi”
“oke makasih ya”
Segera dia berlari menu kelasnya, lega sekali dia menemukan Lia dan Rara dikelas. Dia segera memeluk Lia dan rara. “kalian ada masalah apa, kenapa heboh sekali didepan?” tanyanya pada dua sahabatnya itu
“Stevany… Stevany…” sambil terisak Rara tak mampu melanjutkan perkataannya.
“dia gadis panggilan om om kaya, ini sebabnya dia jarang kuliah dan jarang ada dikosnya”, jelas Lia
Fina terduduk kaget mendengar penjelasan Lia. Setelah pulang kuliah mereka bertiga langsung meluncur ke tempat kos Stefany.
Stevany yang tesungkur dibawah ranjang tempat tidurnya sambil bersimpuh darah. “Van… Vann loe kenapa” teriak Fina histeris melihat keadaan sahabatnya
“Van ngomong Van….!!!” Sambil terisak Rara tak tega melihat keadaan temannya
Stevany dibawa ke rumah sakit dengan segera
“dokter gimana keadaan sahabat kita dok?” Tanya Fina pada dokter yang baru saja keluar dari ruangan UGD tempat Stevany mendapat pertolongan
“lebih baik kalian jangan masuk kedalam” kata sang dokter
“kenapa dokter, kenapa dengan Stevany??”
“sahabat kalian terkena AIDS”
“APAH??” kagetlah Fina mendengar penjelasan dokter sambil terus meneteskan air matanya
“tapi kita mau melihat sahabat kami dokter”, kata Lia
“baiklah kalau kalian memaksa ingin melihat teman kalian, tapi sebaiknya kalian memakai sarung tangan dan masker”. Kata dokter memberi penjelasan. Setelah mereka bertiga diizinkan masuk oleh perawat mereka segera memasuki ruang UGD tempat Stevany dirawat. Mereka bertiga menunggui Stevany dirumah sakit, sedang keluarganya dari luar kota baru tiba besok pagi. Malam sekitar pukul 12 Stevany mengalami kejang, dan menghembuskan nafas terakhirnya, bahkan dia belum sempat melihat keluarganya. Ketika paginya keluarganya datang langsung saja mayatnya dibawa kembali pulang untuk dikuburkan. Namun mereka memakai jasa rumah sakit yang berpakaian pelindung lengkap agar tak tertular oleh virus mematikan tersebut.
*     
Sebulan setelah kematian Stevany. Hari-hari dikampus seperti biasa. Ketiga teman itu masih bersama namun sekarang tanpa kehadiran Stevany. Beberapa bulan kuliah semakin sering dengan banyaknya tugas dari dosen. Membuat mahasiswa fakultas pariwisata mengernyitkan dahi. Setelah dosen  memberi tugas lalu meninggalkan kelas. Datanglah Lia ke bangku Fina. “eh Fin loe mau gak keluar entar malem? Loe juga Ra ikutan ya?” ajak Lia
“kemana emangnya?” Tanya Rara
“nongkrong sama temen-temen gue”
“gue mau nemenin mama ke salon, sory Lia”, kata Rara
“loe ikut ya Fin, biar gak terlalu penat juga”, sambil membelai rambut Fina agar dia menyetujuinya
“emm gue piker-pikir dulu ya” katanya
Setelah kuliah selesai mereka berhamburan untuk pulang. Sampai dirumah telepon bordering di ruang keluarga. Ketika melihat mamanya menangkat telepon Fina bertanya kepadanya, “siapa ma yang telepon?”
“dari Rara katanya temen kamu sayang”, jawab mamanya
“oh iya ma”, lalu Fina mengambil alih telepon dari mamanya
“ada apa Ra?”
“loe beneran ikut Lia keluar malam ini?” katanya
“gak tau Ra, emang kenapa?”
“gue saranin jangan deh Fin, perasaan gue gak enak”
“hahaha. loe ini, Lia kan temen kita sendiri gimana loe bisa punya fikiran kayak gitu”
“tapi…”
“yauda nanti gue kabari lagi ya. Tuttt…tutttt lalu Fina langsung menutup teleponnya dan pergi ke kamarnya.
Malam sehabis isya Fina masih bersantai di kamarnya tiba-tiba ketukan dari luar mengagetkannya. “sayang ada temanmu kampus mencarimu”, teriak mamanya dari luar kamar
“iya ma”
Fina keluar menemui temannya yang sudah menunggunya diluar.  
“loe udah siap Fin?” Tanya Lia
“emang kita mau kemana Lia?”
“Cuma nongkrong ke café depan kampus aja kok”, jawabnya
“tunggu ya gue ganti baju dulu”
“oke gue tungguin loe diluar aja Fin”
Fina masuk kamarnya untuk berganti pakaian, menggunakan jeans dan kaos oblong yang dibalutnya dengan cardigan karena malam begitu dingin. Setelah sampai disebuah café tiba-tiba saja Lia berubah arah.
“kenapa balik Lia?”
“ternyata temen gue udah pindah tempat nongkrong Fin, kita puter arah ga papa kan?”
“iyaudah”
Sama sekali tak menaro curiga kepada sahabatnya itu, dia hanya mengikuti kemana Lia membawa mobilnya melaju. Sampai pada sebuah tempat yang sama sekali Fina tak pernah menginjakannya dan tak ingin mendatanginya. Sesaat sebelum Lia mengajaknya turun Fina sedang mengirim sms kepada Rico,
‘gue tadi diajak Lia di café depan kampus
tapi kemudian Lia putar arah menuju diskotik ‘ROSE’,
loe dimana?’
begitulah isi pesan singkat Fina kepada Rico malam itu sebelum dia turun dari mobil dan memasuki diskotik itu
“loe tunggu disana yah Fin gue ambil minum dulu”
“tapi Lia…”
Belum habis perkataannya Lia segera pergi meninggalkannya sendirian
“minum nih, Orange juice doang”, dia menyerahkan minuman sesaat dia kembali kepada Fina
Tanpa ragu dia meminumnya, tak lama kemudian dia sedikit pusing dengan kepalanya. “dan seseorang membopongnya ke suatu ruangan, ingin rasanya melawan namun tak kuasa dia menahan kantuknya. Setelah dia tak ingat apa-apa lagi yang terjadi. Lelaki itu berjumlah 3 orang salah satunya adalah pacar Lia sendiri, sedang Lia menunggunya diluar sambil terisak. Lelaki itu mulai merobek cardigan yang dikenakan oleh Fina, membuka kancing celananya dan segera saja melakukan aksi bejatnya kepada tubuh Fina. Sejam kemudian 2 lelaki keluar dari ruangan, ketika melihat itu Lia langsung menyusul kedalam, menyadari kekasihnya masih didalam bersama sahabatnya itu. “loe belum puas? Sudah ayo keluar”, dengan suara payau habis memangis.
“udah sana loe banyak bacot”, sambil mendorong tubuh Lia keluar.
Tak lama setelah itu datangnya Rico bersama Rara, ketika itu Rara menelepon Rico mengatakan kekhawatirannya kepada Fina, dan Rico pun curiga dengan pesan singkat yang diterimanya dari Fina, karena Fina bukanlah tipe gadis yang doyan keluar ke tempat begituan.
 “segera saja Rico mendobrak pintu tersebut, sedang diluar Rara menampar keras keras pipi Lia, “udah gue duga kalau ada yang gak beres. loe itu brengsek, loe hancurin masa depan sahabat loe sendiri, punya otak nggak loe?” sambil menangis melihat kelakuan temannya itu, lalu Rara segera pergi meninggalkannya menemui Rico didalam yang menghajar kekasih Lia hingga babak belur. Melihat keadaan Fina tanpa sadar dan telanjang membuat Rara semakin shock, “apa yang loe lakuin ke Fina, JAWAB LIA, BRENGSEK LOE”, sambil menampar berkali - kali pipi Lia.
“maafin gue, maafin.. gue gak punya niat sama sekali untuk ini”, jelasnya sambil terisak.
“DIEM LOE, LOE BAHKAN BUKAN MANUSIA!”, bentaknya sekali lagi
Lalu Lia pergi meninggalkan mereka bertiga karena tak tahu lagi harus berkata dan betindak apa. Rico segera membawa pergi Fina yang masih tak sadarkan diri, dibawanya dia kerumahnya bersama dengan Rara.
“kasih minyak ini, biar dia cepet sadar”, sambil menyodorkan minyak kayu putih pada Rara. Rara langsung mengoleskan minyak itu dihidung Fina, tak lama kemudian Fina sadar sedikit demi sedikit, melihat Fina berusaha membuka matanya Rico semakin lega. “Rara, Rico.. kenapa aku?” dia masih terlihat ling lung, dan tak ingat dengan kejadian tadi.
“lalu dia membuka selimut yang tadi diselimutkannya ke tubuh Fina, dia terkaget melihat dirinya seperti itu dan pakaiannya yang robek sedang darah mengalir dari daerah ‘V’ nya. “HAH.. Rara kenapa dengan gue??” teriaknya histeris.
“sabar Fina, loe pasti kuat. Sabar Finaaa”, Rara langsung memeluk tubuh sahabatnya itu, tak tahan melihat itu Rico lantas keluar dari kamarnya, menangis di toilet dengan kran terbuka agar Fina dan Rara tak mendengar suara tangisannya. Sedang Fina dan Rara menangis sambil berpelukan tanpa berkata sepatah kata. “kenapa di begitu tega? kenapa, kenapa Ra loe bilang ke gue. Gue salah apa?” sambil menangis menjadi-jadi
“bukan loe yang salah Fin, dia aja yang brengsek, loe yang sabar Fin. Gue ada disini buat loe”, Rara terus mengelus pundak Fina yang menangis sampai tak bisa lagi berkata-kata.
Ketika sudah selesai menangis Rico keluar dari kamar mandi dan mencari lelaki busuk itu seorang diri. Dia melajukan mobilnya dengan kencang menuju diskotik itu lagi dan tak lama kemudian benar dugaannya bahwa ketiga cowok tadi masih berada disitu. Sebelum bersiap menghajar untuk yang kedua kalinya dia ditahan oleh tangan seorang wanita dibelakangnya
“Lia…”, terkaget dia melihat sosok sahabat penghianat itu memegang pergelangan tangannya. Namun Rico menghempaskannya.
Dia tak mungkin memukul seorang wanita, akhirnya dia tak menghiraukan Lia dan bergegas menuju lelaki tadi.
“plis dengerin gue sebentar saja plis”, sambil terisak. Rico akhirnya berhenti untuk mendengar penjelasan dari Lia.
“gue sama pacar gue udah menjalin kasih selama tujuh tahun lamanya, ketika itu gue masih SMP, sampai pada sekolah menengah atas, pergaulan gue semakin bebas. Gue dipergoki sedang melakukan hubungan intim dengan temen gue sendiri dalam keadaan gue masih pacaran sama cowok gue. Sejak saat itu kejadian demi kejadian terus berlanjut, dia mau maafin segala penghianatan gue dulu dengan syarat gue selalu nurutin dia. Nggak hanya menyediakan tubuh yang sexy buat dia, tubuh gue udah berulang kali jadi pemuas hasratnya” , tak kuat lagi dia melanjutkan perkataannya, dia hanya menangis dan menangis, sedang Rico terdiam mendengar penjelasan Lia
“gue mohon, biar gue sendiri yang menghadapi dan melawan ketidak senonohan cowok gue karena semua berawal dari kesalahn gue dimasa lampau”, tambahnya sambil terus terisak.
“kalau cowok loe sayang sama loe gak seharusnya dia ngerusak loe dan ngerusak persahabatan loe, gue Cuma pesen satu hal sama loe. Gue akan nglepasin kalian semua asal loe jauhin Fina dan gak nyeret lagi dia kemasalah loe untuk yang kedua kalinya, paham!”
Rico berlalu meninggalkan Lia sendirian di parkiran diskotik itu.
Malam begitu larut Fina terlalu takut untuk pulang tengah malam begini, akhirnya dia memutuskan untuk menginap dirumah Rara, keesokan paginya dia segera pulang kerumahnya. Pagi-pagi keluarganya sudah berkumpul diruang makan, mama, papa beserta abangnya. Melihat raut wajah begitu sembab dan kacau mamanya segera menghampirinya.
“sayang kamu kenapa?” tanyanya sambil mengelus halus pundak putrinya itu
“Fina nggak papa kok ma, Fina mau masuk kamar dulu”, dia berjalan menuju kamarnya. Setelah beberapa menit dia keluar lagi untuk menemui keluarganya dan menceritakan apa yang sebenarnya terjadi seluruh anggota keluarganya sudak pergi bekerja masing-masing. Dia menangis seorang diri dimeja makan. Dia kembali lagi ke kamarnya dan menangis sendiri. Dia tertidur hingga malam harinya. Mamanya sudah mengetok pintu berulang kali namun tak ada jawaban dari dalam. Akhirnya mamanya memutuskan untuk membuka saja pintu Fina. “Sayang keluarga om Iko dan Roy akan datang melamar,siapkan dirimu sayang”
Setelah berkata demikian dia langsung meninggalkan putrinya, mendegar itu membuat Fina semakin drop dalam hati kecil dia berkata ‘kenapa mereka sama sekali tak peduli akan keadaanku, apa yang sedang kualami dan apakah aku mau menikah dengan Roy’ dia semakin menangis menjadi-jadi. Dia keluar malam -malam melewati jendela kamarnya menuju danau dekat rumahnya, menangis dikesendirian malam, melihat bunga yang kemarin dilihatnya begitu cantik sekarang tampak kusut dan layu seperti dirinya. ‘Layumu bahkan tak sehina diriku ini, aku sudah tidak gadis lagi, kenapa tak sekalian kau ambil nyawaku Tuhan’ berkata dia pada bunga dihadapannya.
*     
Hari telah berlalu kedatangan keluarga om Iko sudah dinanti untuk melamar putri semata wayang mereka. Tak kunjung keluar dari kamarnya akhirnya mamanya datang menyusul putrinya. “sayang cepatlah sebentar lagi mereka datang”, kata mamanya
Papa, mama beserta abangnya sudah berpakaian rapi dan menyiapkan semuanya untuk kedatangan keluarga om Iko. Acara malam ini hanya intim saja antara kedua belah besan tanpa kedatangan saudara yang lain. Fina hanya pasrah menerima takdirnya. Dia keluar dari kamar dengan keadaan yang sangat kacau, namun lagi-lagi tak ada yang bertanya pada dia, apakah dia sakit dan menanyakan kabarnya, bahkan tak ditanya sekalipun oleh calon suaminya. Acara malam itu begitu singkat dan hanya menghasilkan tanggal untuk mempertemukan keluarga besar kedua belah pihak. Hari-hari Fina semakin kacau, dia tak melanjutkan kuliahnya, tak nafsu makan bahkan tak ingin bertemu dengan siapa-siapa. Kulitnya terlihat begitu pucat badannya semakin kurus namun orang rumah tak ada yang memperdulikannya. Sore ketika itu dia ingin membeli sesuatu di pasar swalayan, tiba-tiba ia terhenti pada sebuah masjid yang sedang mengumandangkan adzan. Fina dan keluarganya adalah penganut Kristiani. Dia memutuskan untuk bertanya kepada seorang pria yang memakai peci yang hendak masuk kedalam masjid,
“maaf pak, ini suara apa yah, kenapa saya begitu tenang mendengarnya?” tanyanya pada lelaki paruh baya itu
“ini suara adzan nak, panggilan bagi seluruh umat muslim untuk menunaikan sholat” jawabnya
“terimakasih pak”, sambil tersenyum
Lalu lelaki itu berlalu meninggalkan Fina.
Fina maih saja terpaku pada suara adzan itu, dia memberanikan diri untuk memasuki area masjid. Setelah melihat berbagai gerakan yang dilakukan seluruh jamaah disitu dia didatangi oleh wanita yang sudah tua. “nak kau mau sholat juga?” tanyanya dengan suara yang lembut
“saya gak bisa sholat nek”, jawabnya malu
“tidak apa nenek akan mengajarimu”. Dengan senyuman ikhlas yang diberikannya pada Fina yang semakin mendamaikan hati Fina. Setelah nenek itu mengajari Fina gerakan sholat dia berjanji akan mengajari doanya kepada Fina. “kau tak harus melafalkannya dalam bahasa arab nak, Allah Maha memahami, meskipun kau berdoa dalam bahasa sehari-hari Allah akan mengabulkan permintaanmu” jelasnya.
Setelah itu sang Imam memberikan ceramah kepada jamaahnya. Fina yang sudah memakai mukenah pemberian nenek tadi akhirnya memutuskan untuk mengikuti untuk mendengarkan ceramah dimasjid. “Assalamualaikum seluruh jamaah masjib at-taubah” sapa sang imam memulai ceramahnya. “waalaikumsalam jawab seluruh jamaah dengan kompak, terkecuali Fina yang hanya diam mendengar salam itu. “setelah membaca sholawat atas nabi, ucapan syukur baru sang imam menginjak pada suatu topik pembahasan, mengenai hukum menikah” setelah satu jam ceramah itu pun usai, nenek itu sudah meninggalkan Fina sendirian di masjid, Fina terduduk begitu lama dimasjid seorang diri.
“assalamualaikum nak”, sapanya dari belakang
Fina tak menjawab dan hanya melemparkan senyuman pada sang imam yang tadi memberikan ceramah.
“emm maaf pak saya kristiani”, jawabnya dengan jujur.
Namun sang imam terheran melihatnya dengan memakai mukenah ditubuhnya. Entahlah Fina tak ingin melepaskan kain yang membalut tubuhnya ini dia hanya terdiam dihadapan imam.
Sambil tersenyum lalu sang imam memulai ceritanya, “nak ketika itu datang seorang lelaki pada ibunya, dia menyuruh ibunya untuk mencarikan seorang kyai yang dapat menjawab semua pertanyaanya, akhirnya sang ibu mengabulkan permintaan anaknya. Dipertemukanlah sang anak dengan seorang kyai yang dianggapnya paling taat. Lalu sang anak mulai melontarkan berbagai macam pertanyaan kepada sang kyai, pertanyaan pertama, Katanya Tuhan itu ada namun mengapa aku tak dapat melihatnya? Kedua, Katanya setan akan dimasukkan kedalam api neraka bagaimana mungkin mereka akan tersakiti dengan api sedangkan mereka sendiri terbuat dari api? Ketiga, Apa yang dinamakan dengan takdir? Setelah mendengar pertanyaan itu lantas sang kyai diam. Tiba-tiba saja dia menampar dengan keras pipi anak muda tadi. ‘Aduh!!’ Pemuda itu kesakitan. ‘Apa maksud anda menampar saya’. Lalu sang kyai menjawab. Ketiga dari pertanyaanmu hanya satu jawaban saja, yaitu sebuah tamparan. Kau berkata Tuhan tak ada karena kau tak dapat melihatnya, sekarang kau berkata sakit coba kau tunjukan padaku dimana letak sakit itu. Pemuda itu menunjuk pada pipinya yang sakit lalu kyai itu membantahnya, yang kau tunjukan itu adalah pipi mu bukan rasa sakit. Lalu kyai itu melanjutkannya, kau bilang setan takkan tersakiti kalau dimasukkan dalam api karena keduanya terbuat dari api, aku tadi menamparmu dengan tanganku yang terbuat dari kulit dan pipimu sama-sama terbuat dari kulit, bukankah kau merasakan kesakitan. Yang terakhir kau bertanya apa itu takdir, aku menamparmu apa sebelumnya kau akan tahu?, pemuda itu menggelengkan kepalanya. Itulah yang dinamakan dengan takdir, kau takkan pernah tahu sampai kau benar-benar mengalaminya.”
Setelah menjelaskan panjang lebar lalu sang imam menarik nafasnya dalam-dalam, “lalu pemuda tadi semakin mantap dengan Islam”
“pak tolong masukkan saya kepada Islam, saya pun ingin merasakan kedamaian yang selama ini tak saya dapatkan” sambil memohon Fina berkata kepada sang imam.
“apa kamu benar-benar yakin 100% ingin masuk islam?” Tanya imam
“tapi apakah Islam akan menerima seorang hamba yang hina sepertiku?” jawabnya
“Islam menerima semua hamba yang datang dengan taubatan nasuhah, yaitu tobat yang sebenar-benarnya”.
Mendengar penjelasan itu membuat hati Fina semakin bahagia, dia segera pulang dan bergegas memberitahukan keputusannya kepada keluarganya. Dia menunggu momen yang tepat untuk memberitahukan pada keluarganya namun dia tetap memberutahukan kabar gembira itu kepada sahabatnya, Rara.
“gue cuma bisa berharap dengan keputusan loe bisa bikin loe bahagia. Menemukan apa yang selama ini loe cari Fin”, berkatalah Rara. Karena Rara pun seorang kristiani, namun dia tetap memberikan perhatiannya atas keputusan Fina. Malam itu pun tiba, malam dimana dua keluarga besar akan ditemukan. Semua orang sudah berkumpul diruang tamu sembari menunggu Fina keluar. Lima menit berlalu kagetlah semuanya melihat perubahan Fina, dengan dirinya yang memakai gamis berwarna biru dan dibalut dengan hijab yang menutupi rambut dan dadanyanya. “FINA?????”  mamanya lalu pingsan melihat perubahan Fina.
Sedang papanya yang menahan amarahnya akibat perubahan putrinya. Keluarga om Iko pun pulang tak melanjutkan acara yang sudah direncanakannya kemarin. Setelah semuanya pulang barulah papanya memarahi Fina. Menarik paksa jilbab Fina. “KAU APAKAN TUBUHMU INI?” HAHHH” dengan lantang sang papa berkata kepada Fina, namun abangnya hanya terdiam saja tak berani melakukan pembelaan terhadap adiknya.
“aku tak pernah merasa damai dengan ini semua pa, kalian bahkan tak pernah memperhatikanku, aku sudah tidak perawan lagi pa….”, lalu air mata Fina mengalir deras
“APAHHH KAU BILANG???” semakin emosi papanya mendengar pengakuan putrinya
“tahukah kaliah apa yang sedang kualami, yang sedang aku fikirkan. Bahkan tahukah kalian aku disini merindukan kalian, kalian terlaku sibuk dengan urusan yang tak ada henti-hentinya. Pernahkah kalian fikirkankan bagaimana perasaanku dirumah ini? pernahkah???”, sambil terisak Fina mencoba membuka segala kekesalan yang selama ini dipendamnya
Papa dan abangnya lalu terdiam, “baiklah sekarang kau bukan anggota keluarga kami lagi, cepat kau pergi dari sini”, usir ayahnya
Fina hanya manangis mendengar perkataan papanya namun dia tak mampu berbuat apa-apa. Ini sudah keputusannya dan dia harus mengambil segala resikonya. Dia membereskan semua pakaiannya dan memasukannya kedalam koper, dia berjalan menyusuri jalanan hingga dia bertemu lagi dengan seorang nenek yang ditemuinya kemarin di masjid.
“hendak kemana nak, sudah larut malam begini?”
Fina hanya menagngis saja tak menjawab pertanyaan nenek itu
*     
Lalu sang nenek mengajaknya di sebuah pondok. Diajarkannyanya cara bagaimana sholat dan melakukan ibadah lainnya, sekarang Fina sudah menjadi seorang wanita muslimah yang sholehah. Fina menjadi guru pada sebuah pondok, mengabdikan seluruh hidupnya pada Islam yang indah. Dia sekarang tinggal disebuah tempat yang menerimanya dengan tangan terbuka, menyediakan tempat berteduh baginya, dan memberinya pakaian dan makanan untuk bertahan hidup. Tak terasa sudah dua tahun dia berada disana. Dia melakukan aktifitasnya seperti biasanya. Membersikan dan mengepel seluruh area masjid di pondok sebelum digunakannya untuk mengajar mengaji para santri.
“Fina ada yang mencarimu diluar”, kata teman Fina sesama wanita yang menjadi pengajar di pondok Al- zalzalah.
“seorang lelaki tampan dan wanita”, katanya
Lalu Fina segera keluar dan tak percaya dengan siapa yang dilihatnya.
Dia tak mampu berkata apa-apa lagi. Tak kuasa dia menahan tangisnya. Ternyata mereka berdua adalah Rara dan Rico. Sahabatnya…
Berpelukanlah Fina dan Rara setelah dua tahun lamanya tak berjumpa.
“apa kamu baik-baik saja Fin disini? Kamu sudah makan?” tanyanya khawatir karena sebelumnya dia hidup dengan layak dibanding sekarang yang tinggal disebuah bangunan yang sederhana dengan fasilitas yag kurang memadai.
“aku sungguh sangat kenyang Ra, aku lebih nyaman disini bersama mereka wanita-wanita berjilbab yang terus memberiku arti akan makna kehidupan sesungguhnya”, jawabnya sambil tersenyum pada sahabatnya itu.
Setelah itu Rico mengajaknya ke sebuah tempat. Tempat yang tak asing bagi Fina. Fina kaget melihat bunga yang tumbuh semakin banyak di pinggir danau. Semuanya tumbuh mekar dan berwarna warni, memancarkan aura yang begitu harum. “sudah dua tahun aku tak kesini dan danau ini semakin indah, seakan ada yang merawatnya” kata Fina kepada Rico.
“danau ini kupersembahkan untuk seorang wanita istimewa” kata Rico.
Fina lalu menolehnya, “siapa?”
“seorang wanita yang sudah seagama denganku saat ini” jawabnya
“maksud kamu?”
Seorang wanita yang sudah menjulurkan jilbabnya menutupi mahkotanya, seorang wanita yang mampu meninggalkan gemerlapnaya dunia yang mampu meninggalkan harta berliannya, demi sesuatu yang memang tak ternilai harganya. Yaitu sebuah kedamaian semata”, tersenyumlah Rico kepada Fina sembari mengambil sebuah cincin disakunya yang sedari tadi disimpannya. Lalu dipasangkannya cincin itu dijari manis Fina, Fina sungguh menikmati momen termanis dalam hidupnya itu.
“seorang nenek yang menemuimu dan memberikan mukena padamu, mengajarkanmu gerakan sholat dan menemuimu saat kau diusir keluargamu. Dia ada nenek yang mendapatiku ketika aku sedang jatuh pula. Sehingga akupun tersingkirkan dari keluargaku. Sama sepertimu
Mendengar penjelasan Rico dia pun kaget, namun dia semakin bahagia. Karena dia menemukan seseorang yang selama ini dinantinya. Sang pelengkap hidupnya. Suami yang akan menuntunnya untuk lebih dekat dengan Yang Kuasa, yang menjadi Pelindungnya dan menjadikannya seorang wanita yang terlengkapi sudah…
(Bella Nosevia .A 25 Sept’14 20.59)



Tidak ada komentar:

Posting Komentar