“KEMBALI
KE FITRAH”
Dikampus
waktu itu begitu ramai, para mahasiswa baru sedang mengikuti pra ospek hari
pertama. Mereka semua memasuki ruangan dan berkumpul menjadi satu. Mahasiswa
fakultas kepariwisataan tak terkecuali, disana berdiri seorang wanita cantik dengan
rambut panjangnya. Fina namanya. Masih saja terdiam sendiri karena tak satupun
dikenalnya. Tiba-tiba seseorang menepuknya dari belakang dan mengajaknya
berkenalan, seorang wanita dengan pakaian yang sopan dari atas sampai bawah.
“gue Lia, loe siapa?”
“nama ku
Fina”, jawabnya singkat.
Sambil
menjabat tangan akhirnya mereka menjadi teman sekelas karena Fina dan Lia juga
berada pada fakultas yang sama. Bulan pertama begitu datar saja semuanya,
mereka semua belum saling kenal dan belum terlalu memahami sifat satu sama
lain.
Bulan kedua
hal-hal baru mulai terjadi. Segala hal yang sebelumnya datar sekarang menjadi
begitu berliku dan menukik. Tak disangka pertemuannya dengan Lia menjadi awal
dari segalanya.
Hari itu
dosen memberikan tugas berkelompok untuk mengerjakan tugas. Tugas patisery
menjadi tugas pertama mereka saat itu. Mereka berkelompok menjadi 4 orang. Tak
terkecuali dengan Fina. Dia bergabung menjadi satu kelompok dengan Lia, Rara
dan Stevany. Pertemanan dimulai sejak saat itu. Mereka masih belum mengenal
satu sama lain, bahkan belum saling cerita masalah pribadi mereka. Selain
dulunya dari SMA yang berbeda ada juga yang dari luar kota, dia adalah Stevany.
Siang itu
mereka berempat berkumpul ditempat kos Stevany. Untuk mendiskusikan tugas
mereka.
“mau bikin
apa ini?” Tanya Lia
“gue pikir
buat tugas pertama kita bikin yang simple tapi unik”, kata Fina
“iya gue
setuju, entar biar gue yang ngurus penghitungan bahan-bahannya, mama gue usaha kue dia pasti tahu banyak soal
bahan-bahan pembuat kue”, Rara berkata.
Mereka
memutuskan membuat kue dengan nama yang unik pula atas usul Fina. ‘blackforest
pumpkin’. Selain ingin menggabungkan menu modern dengan bahan-bahan asli
Indonesia cost control pun bisa ditekan. Minggu depan sudah dikumpulkan hasil
mereka, dan kelompok mereka berhasil membuat senang dosennya karena walaupun
dengan rasa yang oriental namun tetap menggoda dilidah. 2 bulan selanjutnya
baru kejadian aneh mulai terjadi. Salah satu teman mereka jarang masuk
akhir-akhir ini. Stevany sudah jarang berkumpul dengan mereka bertiga lagi dan
jarang membalas sms dari Fina. Sampai akhirnya Fina mendatangi tempat kosnya
namun kamarnya dikuncil, terlihat Stevani sedang keluar, Fina menunggunya
hingga dua jam lamanya namun tak muncul juga batang hidung Stevani. Ahirnya dia
memutuskan untuk pulang dan mengirim sms pada Stevani bahwa dia telah
menunggunya ditempat kos. Setelah dia berjalan sampai digerbang kos, mobil jazz
berwarna putih berhenti didepanya. Keluarlah seorang wanita dengan pakaian yang
minim dan dalam keadaan sangat payah, tak lain dia adalah temannya sendiri,
Stevany. Setelah mobil itu meluncur pergi Stevany berjalan kearahnya dengan
setengah sadar. Sedang Fina yang melihatnya dengan shock segera menghampiri
temannya itu.
“Van, kamu
dari mana. Kamu kelihatan lelah sekali, kamu sakit?” pertanyaanya bertubu -
tubi dilontarkannya kepada Stevany, namun Stevany hanya tersenyum saja
mendengarnya. Lalu Fina mengantarnya sambil menggandeng tubuh Stevany menuju
kamar kosnya. “Van loe bisa cerita ke gue kalau ada masalah?”
Melihat
tubuh Stevany begitu memprihatinkan saat itu dia memutuskan untuk menemani dan
membuatkan susu hangat untuk Stevany. Sampai sore hari Fina pamitan untuk
pulang kepada Stevany.
“kalau ada
apa-apa loe bisa kabarin gue Van, besok loe gak usah masuk dulu kalau masih
sakit”. Setelah itu Fina langsung pulang dengan menaiki taxi.
Hal-hal
terjadi begitu cepat. Tanpa diduga oleh Fina sebelumnya. Sepulang kuliah dia
menuju salah satu hotel bintang 3 tempat bekerja kakaknya. Dia menunggu di
ruang tunggu didepan information desk. Dia meliat sosok yag tak asing baginya.
‘Lia’ dia menebak dalam hati. ‘Sedang apa dia disini?’
“mbak tolong
bilang sama kakak saya, saya tinggal sebentar ke toilet”, setelah beresan
kepasa receptionist dia langsung membuntuti Lia. Dia masuk bersama 2 pria
didalam. Dengan tangan salah satu pria itu yang meraba raba perut Lia, sedang
Lia hanya membiarkannya saja. Pria satunya juga sudah membuka kancing atas baju
Lia setelah sampai didepan kamar hotel. Lalu mereka bertiga segara memasukkan
Lia kedalam kamar. Fina hanya terdiam melihat itu semua. Setelah semuanya
berakhir dengan tertutupnya kamar hotel, lalu dia kembai ke ruang tunggu untuk
menemui kakaknya yang bekerja sebagai marketing di hotel tersebut. Setelah
urusannya selesai dia segera kembali pulang dengan berbagai pertanyaan yang
belum terpecahkan.
Hari
berikutnya pukul 9 pagi Fina sampai di
depan kampusnya. Ketika itu dia dipanggil oleh Lia.
Dia melihat
seorang laki-laki berbisik ditelinga Lia dengan pelan. Setelah itu Lia
menghampirinya, sedang pria itu pergi.
“hey loe
baru nyampek?” Tanya Lia
“iya, itu
cowok loe?” Tanya Fina
“iya Fin dia
cowok gue, dan gue sayang banget sama dia”.
“udah berapa
lama hubungan kalian?” Tanya Fina
“lumayan
lama, tujuh tahunan lah”, sambil berjalan menuju kelas mereka, cerita mereka
terputus saat seorang lelaki menghentikan langkah mereka.
“hey, loe
yang namanya Fina. Titipan buat loe nih”
Kata seorang
cowok yang begitu tampan didepannya. Dan membuat mereka berdua melongo
“iya gue
Fina, dari siapa?”
“dari abang
loe, buka aja katanya loe butuh ini sekarang”, sambil menyodorkan buku tebal
kepada Fina
“oh iya gue
lupa ini buku gue ketinggalan dimeja makan tadi pagi, makasih ya”
Setelah
menyerahkan buku itu pria itu bergegas pergi meninggalkan mereka berdua.
“loe kenal
senior Fin?” Tanya Lia
“enggak, gue
aja gak kenal siapa dia”
“dia lumayan
cakep juga”, katanya
Fina hanya
tersenyum saja, karena dia juga tak bisa mengelak laki-laki tadi membuatnya
salah tingkah.
Ketika
istirahat mereka bertiga menuju ke kantin, Fina, Lia dan Rara mereka bertiga
nongkrong didepan penjual bakso.
“Stevany
kemana ya?” Tanya Rara
“dia lagi
sakit Ra, kemarin gue udah samperin ke tempat kosnya”, jawab Fina
“sakit apa
dia?”
“gimana
kalau nanti kita jengukin dia sambil bawain makanan”, usul Lia
“iya nanti
pulang kuliah kita langsung kesana, pakek mobil gue ajah” Rara menawarkan mobilnya.
Setelah
pelajaran usai hari itu mereka bertiga segera meluncur menuju tempat kos
Stevany sambil membawa banyak makanan untuk Stevany.
Ketika
mereka sampai didepan tempat kos Stevany langsung saja mereka ke kamar Stevani
didalam. Mereka mengetuk pintu kamar berulang kali sambil meneriakan nama
Stevany, namun tak ada jawabannya dari dalam, padahal pintu kamar dalam keadaan
tidak terkunci. Lalu mereka bertiga memutuskan untuk membuka saja kamar
Stevany, dan hasilnya nihil.
“kenapa di
gak ada dikamarnya? Kalau keluar kenapa gak dikunci pintunya?” Tanya Lia
“apa mungkin
dia kerumah sakit?” kata Fina
“gue telepon
dulu kali yah”, lalu sambil memencet tombol hape Rara mencoba menghubungi
Stevany. Tak ada jawaban satupun dari sepuluh panggilan Rara.
“kita pulang
aja,baragkali dia sedang ada keperluan diluar”, ajak Fina
“dan kita
titipin aja makanan ini ke ibu kos” sambil menenteng satu keresek besar
ditangannya lalu Rara menitipkannya pada ibu kos.
Setelah
mereka bertiga menitipkan makanan ke ibu kos Rara mengantar masing – masing
temannya kerumah. Sampai didepan rumah Fina dikagetkan oleh banyaknya mobil
didepan rumahnya, dia berjalan menuju ruang tamu, dan menemui seluruh keluarga
besarnya telah berkumpul diruang tamu. Dia memberi salam saudara nya yang sudah
datang kerumahnya namun dia kaget satu hal. Ada beberapa orang yang dia belum
mengenalnya di ruang tamu itu.
“sayang kamu
mandi dulu ya, dandan yang cantik” kata mamanya kepadanya
“iya ma”
jawabnya, lalu dia segera ke kamarnya dan membersihkan dirinya. Lama dia
didalam kamarnya lalu mamanya menyusul ke kamarnya. Sambil mengetok pintu Fina,
“sayang, mama boleh masuk?” kata mamanya
“masuk aja
ma”
“sini mama
bantu dandannya, kamu pakai baju ini saja, lebih cantik kalau pakai ini”.
Sambil menunjuk gaun kuning di almarinya. Lalu mamanya membantu dia sampai siap
untuk keluar.
“ma?”
“iya
sayang?”
“siapa orang
diruang tamu tadi?”
“nanti kamu
juga tahu”
“kenapa mama
harus mendandani aku kayak gini, gak biasanya”, sambil mengerutkan keningnya
Mamanya
hanya tertawa saja tak menjawab pertanyaan putrinya.
“nah.. sudah
cantik, ayo kita keluar bersama”, ajak mamanya.
Sampai
diruang tamu mamanya memperkenalkan putrinya pada beberapa orang yang tak
dikenal oleh Fina. Seorang bapak dan lelaki muda dihadapannya yang sedari tadi
memandanginya.
“halo om,
saya Fina”, sambil menjabat tangan om itu
“kamu cantik
sekali Fina, ini anak om”, om itu memperkenalkan anaknya sambil menyuruh
anaknya untuk berdiri menjabat tangan Fina.
“Fina”,
katanya pendek
“aku Roy”,
sambil tersenyum sangat manis kepadanya.
Setelah
saling memperkenalkan keluar masing – masing mereka meluncur pada sebuah hotel
untuk dinner. Setelah memesan makanan pada pelayan restoran mereka menunggu
menu pesanan mereka siap. Dan mereka saling mengobrol mengenai perusaahan
mereka, entah Fina masih belum mengerti arti semua ini, sampai tiba- tiba sang
om tadi bertanya mengenai hari baik.
“untuk apa
ma?” Tanya Fina pada mamanya
“kalian akan
tunangan sayang”, sambil melempar senyuman pada Roy
Sungguh
sangat kaget Fina mendengar penjelasan mamanya. Setelah mereka selesai dinner
Fina langsung izin untuk pulang duluan
“maaf
semuanya Fina ada kerja kelompok sama temen kuliah, Fina balik duluan”
“gimana
kalau Roy mengantarmu?” kata om tadi
“ga papa om,
Fina sudah bareng sama temen Fina kok”, tolaknya
Lalu Fina
segera meninggalkan hotel itu. Dia langsung menaiki taxi menuju rumahnya. Dia
terus berfikir tentang apa yang dialaminya hari ini. sampai lamunannya terhenti
karena melihat sesosok yang dikenalnya, walaupun samar-samar. Seorang pria
dipinggir jalan bersama anak-anak jalanan. Sambil bernyanyi dan mengajarkan
menulis pada sebuah papan kecil dan kapur tulis.
“stop pak”,
Fina menghentikan taxi nya
Lalu dia
turun dan menghampiri lelaki tadi, dia berdiri begitu lama sampai lelaki itu
mendatanginya
“loe ngapain
disini?” sapa lelaki itu
“loe yang
ngasihin buku waktu itu”, sambil mengingat ingat wajahnya
“iya, loe
masih belum jawab”
“ehh..gue
tadi beli martabak disekitar sini lalu gue gak sengaja lewat sini”, jelasnya “loe
sendiri ngapain?”
“loe gak
lihat gue lagi main-main”, jawabnya ketus
“sama
anak-anak jalanan”
“mereka
lebih tulus daripada temen-temen gue yang doyan foya – foya” jawabnya
“gue boleh
ikut?”
“kalau loe
gak keberatan bersama anak-anak jalanan ini?”
“nggak kok,
nggak keberatan sama sekali”
Mereka
berdua sama sama bernyanyi malam itu, mengajari anak - anak jalanan bernyanyi
dan menuliskan huruf abjad. Tak terasa waktu sudah semakin malam.
“rumah loe
dimana?” Tanya cowok tadi
“di Ciputra
Gold L4”, jawabnya
“ayo gue
anterin pulang”
Mereka
berdua meluncur pulang, dimobil mereka saling diam. Selain tak saling kenal,
tak satupun dari mereka yang bertanya duluan, tak tahan dengan kesunyian malam
itu Fina pun membuka obrolan
“loe kenal
abang gue?”
“nggak Cuma
gak sengaja ketemu aja waktu itu”
“loe udah
tahu nama gue, tapi enggak sebaliknya”
“emm”, dia
hanya bergumam sedikit saja. Lalu Fina menanyakan namanya dengan jelas
“nama loe
siapa, kita udah menghabiskan malam bersama dan berkendara selama 10 menit
namun gue belum kenal loe” tambahnya
“gue Rico”
“udah
semester berapa?”
“baru
semester 5”
“semester 5
baru????? Wahhh loe mau lanjutin pendidikan ke S2 ya?”
“lihat nanti
saja, gue orangnya let it flow aja”
“owww”
Akhirnya
mereka sampai dirumah Fina.
“thanks udah
anterin Ric” lalu Fina berjalan memasuki rumahnya.
Ketika dia
memasuki rumahnya orang tuanya sudah menunggunya diruang tamu
“ Fina
duduk!” perintah papanya
“ada apa
pa?”
“kamu dari
mana malam-malam begini?”
“emm Fina
tadi da…rr.”
“meninggalkan
acara dinner bersama orang penting, HAH! Kamu gak MIKIR!” dengan suara lantang.
Tak terasa air mata Fina menetes di pipinya.
“sudahlah
pa, Fina baru pulang kasihan dia capek, biar dia istirahat”, bela mamanya
“kamu besok
jangan keluar malam lagi, CEPAT MASUK !”, perintah papanya
Fina lagsung
saja menuju kamarnya.
Pagi masih
begitu gelap dia keluar mencari udara segar sambil memakai sepatu sportnya.
Berlari menuju danau dekat rumahnya. Matanya masih sembab akibat semalam, dia
menangis sampai tertidur dan paginya dia ingin menghibur dirinya sendiri. Dia
tipe wanita yang tak mudah putus aja dan hanya diam saja tanpa melakukan apa –
apa. Setelah lama berlari dia berhenti pada sebuah bangku di taman dekat danau.
Dia duduk sendirian menikmati teriknya mentari pagi itu. Tak sengaja matanya
menatap bunga yang begitu indah berwarna merah. Fina mendatanginya dan
memegangnya. “aku iri sama kamu, kamu bisa mekar dan menikmati cahaya mentari
ini tanpa beban dipundakmu”
Tiba-tiba
saja dia dikagetkan oleh seorang lelaki dibelakangnya
“loe bicara
sama bunga?”
“Rico, sejak
kapan loe disitu, loe ngikuti gue ya?”
“siapa juga
yang ngikuti loe, gue biasanya disini. Loe yang ngapain disini?”
“ehh.. gue
lagi cari udara seger aja”
“nih..” Rico
menyodorkan handuk kecil kepada Fina
“buat ngelap
keringat loe tuh” tambahnya
“makasih ya”
“gue boleh
duduk disini?” Tanya Rico
“duduk aja”
sambil meemgangihanduk yang diberikannya tadi
“loe ada
masalah ya? Dimana temen-temen loe?”
“gue lagi
pengen sendiri aja, menikmati keelokan bunga yang mekar itu dipagi hari”,
sambil melihat bunga yang sedang mekar didekat danau itu.
“kenapa loe
gak metik bunga itu kalau loe suka?”
“gue terlalu
egois untuk itu Ric”
“gue juga
ingin orang lain bisa menikmati keindahan bunga itu sama seperti gue” jawabnya
Setelah
matahari sudah semakin menyengat mereka berdua memutuskan untuk kembali pulang
“gue anterloe
pulang?” kata Rico
“hehh, iya
boleh” jawabnya
Rico pun
mengantar Fina pulang
“loe gak ada
kuliah hari ini?” Tanya Fina
“gue tinggal
ngurusi skripsi doang”
“gue siang
ini ada kuliah tapi Cuma 1 mata pelajaran”
“mau gue
anter?”
“loe ngak
sibuk emangnya”
“ada
kesibukan sih tapi masih bisa buat nganter loe kuliah” jawabnya
“gue jemput
nanti dirumah loe, kalau udah siap loe sms gue aja, ini nomor gue” sambil
memberikan hapenya kepada Fina.
Setelah tiba
dirumahnya Fina buru-buru mandi dan berganti pakaiannya. Setelah itu dia
mengirim pesan kepada Rico, setelah beberapa menit menunggu akhirnya Rico sudah
tiba didepan rumahnya. Setelah Rico mengantar Fina kekampus dia meluncur pergi
lagi.
Dikampus
begitu heboh dengan video porno yang diduga pelakunya adalah mahasiswa kampus
tersebut.
“itu heboh
apaan sih?” Tanya Fina pada orang yang berlalu lalang didepannya. “temen loe
tuh Fin, kasian banget dia” jawabnya
Lalu segera
dia berlari menuju Lia, khawatir terjadi sesuatu pada teman-temannya.
“eh loe
lihat Lia gak?” Tanyanya pada orang yang dijumpainya didekat kantin kampus
“gue lihat
dia didalem kelas tadi”
“oke makasih
ya”
Segera dia
berlari menu kelasnya, lega sekali dia menemukan Lia dan Rara dikelas. Dia
segera memeluk Lia dan rara. “kalian ada masalah apa, kenapa heboh sekali
didepan?” tanyanya pada dua sahabatnya itu
“Stevany…
Stevany…” sambil terisak Rara tak mampu melanjutkan perkataannya.
“dia gadis
panggilan om om kaya, ini sebabnya dia jarang kuliah dan jarang ada dikosnya”,
jelas Lia
Fina
terduduk kaget mendengar penjelasan Lia. Setelah pulang kuliah mereka bertiga
langsung meluncur ke tempat kos Stefany.
Stevany yang
tesungkur dibawah ranjang tempat tidurnya sambil bersimpuh darah. “Van… Vann
loe kenapa” teriak Fina histeris melihat keadaan sahabatnya
“Van ngomong
Van….!!!” Sambil terisak Rara tak tega melihat keadaan temannya
Stevany
dibawa ke rumah sakit dengan segera
“dokter
gimana keadaan sahabat kita dok?” Tanya Fina pada dokter yang baru saja keluar
dari ruangan UGD tempat Stevany mendapat pertolongan
“lebih baik
kalian jangan masuk kedalam” kata sang dokter
“kenapa
dokter, kenapa dengan Stevany??”
“sahabat
kalian terkena AIDS”
“APAH??”
kagetlah Fina mendengar penjelasan dokter sambil terus meneteskan air matanya
“tapi kita
mau melihat sahabat kami dokter”, kata Lia
“baiklah
kalau kalian memaksa ingin melihat teman kalian, tapi sebaiknya kalian memakai
sarung tangan dan masker”. Kata dokter memberi penjelasan. Setelah mereka
bertiga diizinkan masuk oleh perawat mereka segera memasuki ruang UGD tempat
Stevany dirawat. Mereka bertiga menunggui Stevany dirumah sakit, sedang
keluarganya dari luar kota baru tiba besok pagi. Malam sekitar pukul 12 Stevany
mengalami kejang, dan menghembuskan nafas terakhirnya, bahkan dia belum sempat
melihat keluarganya. Ketika paginya keluarganya datang langsung saja mayatnya
dibawa kembali pulang untuk dikuburkan. Namun mereka memakai jasa rumah sakit
yang berpakaian pelindung lengkap agar tak tertular oleh virus mematikan
tersebut.

Sebulan
setelah kematian Stevany. Hari-hari dikampus seperti biasa. Ketiga teman itu
masih bersama namun sekarang tanpa kehadiran Stevany. Beberapa bulan kuliah
semakin sering dengan banyaknya tugas dari dosen. Membuat mahasiswa fakultas
pariwisata mengernyitkan dahi. Setelah dosen
memberi tugas lalu meninggalkan kelas. Datanglah Lia ke bangku Fina. “eh
Fin loe mau gak keluar entar malem? Loe juga Ra ikutan ya?” ajak Lia
“kemana
emangnya?” Tanya Rara
“nongkrong sama
temen-temen gue”
“gue mau
nemenin mama ke salon, sory Lia”, kata Rara
“loe ikut ya
Fin, biar gak terlalu penat juga”, sambil membelai rambut Fina agar dia
menyetujuinya
“emm gue
piker-pikir dulu ya” katanya
Setelah
kuliah selesai mereka berhamburan untuk pulang. Sampai dirumah telepon
bordering di ruang keluarga. Ketika melihat mamanya menangkat telepon Fina
bertanya kepadanya, “siapa ma yang telepon?”
“dari Rara
katanya temen kamu sayang”, jawab mamanya
“oh iya ma”,
lalu Fina mengambil alih telepon dari mamanya
“ada apa
Ra?”
“loe beneran
ikut Lia keluar malam ini?” katanya
“gak tau Ra,
emang kenapa?”
“gue saranin
jangan deh Fin, perasaan gue gak enak”
“hahaha. loe
ini, Lia kan temen kita sendiri gimana loe bisa punya fikiran kayak gitu”
“tapi…”
“yauda nanti
gue kabari lagi ya. Tuttt…tutttt lalu Fina langsung menutup teleponnya dan
pergi ke kamarnya.
Malam
sehabis isya Fina masih bersantai di kamarnya tiba-tiba ketukan dari luar
mengagetkannya. “sayang ada temanmu kampus mencarimu”, teriak mamanya dari luar
kamar
“iya ma”
Fina keluar
menemui temannya yang sudah menunggunya diluar.
“loe udah
siap Fin?” Tanya Lia
“emang kita
mau kemana Lia?”
“Cuma
nongkrong ke café depan kampus aja kok”, jawabnya
“tunggu ya gue
ganti baju dulu”
“oke gue
tungguin loe diluar aja Fin”
Fina masuk
kamarnya untuk berganti pakaian, menggunakan jeans dan kaos oblong yang
dibalutnya dengan cardigan karena malam begitu dingin. Setelah sampai disebuah
café tiba-tiba saja Lia berubah arah.
“kenapa
balik Lia?”
“ternyata
temen gue udah pindah tempat nongkrong Fin, kita puter arah ga papa kan?”
“iyaudah”
Sama sekali
tak menaro curiga kepada sahabatnya itu, dia hanya mengikuti kemana Lia membawa
mobilnya melaju. Sampai pada sebuah tempat yang sama sekali Fina tak pernah
menginjakannya dan tak ingin mendatanginya. Sesaat sebelum Lia mengajaknya
turun Fina sedang mengirim sms kepada Rico,
‘gue
tadi diajak Lia di café depan kampus
tapi
kemudian Lia putar arah menuju diskotik ‘ROSE’,
loe
dimana?’
begitulah isi pesan singkat Fina kepada Rico malam itu sebelum
dia turun dari mobil dan memasuki diskotik itu
“loe tunggu disana yah Fin gue ambil minum dulu”
“tapi Lia…”
Belum habis perkataannya Lia segera pergi meninggalkannya
sendirian
“minum nih, Orange juice doang”, dia menyerahkan minuman sesaat
dia kembali kepada Fina
Tanpa ragu dia meminumnya, tak lama kemudian dia sedikit pusing
dengan kepalanya. “dan seseorang membopongnya ke suatu ruangan, ingin rasanya
melawan namun tak kuasa dia menahan kantuknya. Setelah dia tak ingat apa-apa
lagi yang terjadi. Lelaki itu berjumlah 3 orang salah satunya adalah pacar Lia
sendiri, sedang Lia menunggunya diluar sambil terisak. Lelaki itu mulai merobek
cardigan yang dikenakan oleh Fina, membuka kancing celananya dan segera saja
melakukan aksi bejatnya kepada tubuh Fina. Sejam kemudian 2 lelaki keluar dari
ruangan, ketika melihat itu Lia langsung menyusul kedalam, menyadari kekasihnya
masih didalam bersama sahabatnya itu. “loe belum puas? Sudah ayo keluar”, dengan
suara payau habis memangis.
“udah sana loe banyak bacot”, sambil mendorong tubuh Lia keluar.
Tak lama setelah itu datangnya Rico bersama Rara, ketika itu Rara
menelepon Rico mengatakan kekhawatirannya kepada Fina, dan Rico pun curiga
dengan pesan singkat yang diterimanya dari Fina, karena Fina bukanlah tipe
gadis yang doyan keluar ke tempat begituan.
“segera saja Rico
mendobrak pintu tersebut, sedang diluar Rara menampar keras keras pipi Lia,
“udah gue duga kalau ada yang gak beres. loe itu brengsek, loe hancurin masa
depan sahabat loe sendiri, punya otak nggak loe?” sambil menangis melihat
kelakuan temannya itu, lalu Rara segera pergi meninggalkannya menemui Rico
didalam yang menghajar kekasih Lia hingga babak belur. Melihat keadaan Fina
tanpa sadar dan telanjang membuat Rara semakin shock, “apa yang loe lakuin ke
Fina, JAWAB LIA, BRENGSEK LOE”, sambil menampar berkali - kali pipi Lia.
“maafin gue, maafin.. gue gak punya niat sama sekali untuk ini”,
jelasnya sambil terisak.
“DIEM LOE, LOE BAHKAN BUKAN MANUSIA!”, bentaknya sekali lagi
Lalu Lia pergi meninggalkan mereka bertiga karena tak tahu lagi
harus berkata dan betindak apa. Rico segera membawa pergi Fina yang masih tak
sadarkan diri, dibawanya dia kerumahnya bersama dengan Rara.
“kasih minyak ini, biar dia cepet sadar”, sambil menyodorkan
minyak kayu putih pada Rara. Rara langsung mengoleskan minyak itu dihidung
Fina, tak lama kemudian Fina sadar sedikit demi sedikit, melihat Fina berusaha
membuka matanya Rico semakin lega. “Rara, Rico.. kenapa aku?” dia masih terlihat
ling lung, dan tak ingat dengan kejadian tadi.
“lalu dia membuka selimut yang tadi diselimutkannya ke tubuh
Fina, dia terkaget melihat dirinya seperti itu dan pakaiannya yang robek sedang
darah mengalir dari daerah ‘V’ nya. “HAH.. Rara kenapa dengan gue??” teriaknya
histeris.
“sabar Fina, loe pasti kuat. Sabar Finaaa”, Rara langsung memeluk
tubuh sahabatnya itu, tak tahan melihat itu Rico lantas keluar dari kamarnya,
menangis di toilet dengan kran terbuka agar Fina dan Rara tak mendengar suara
tangisannya. Sedang Fina dan Rara menangis sambil berpelukan tanpa berkata
sepatah kata. “kenapa di begitu tega? kenapa, kenapa Ra loe bilang ke gue. Gue
salah apa?” sambil menangis menjadi-jadi
“bukan loe yang salah Fin, dia aja yang brengsek, loe yang sabar
Fin. Gue ada disini buat loe”, Rara terus mengelus pundak Fina yang menangis
sampai tak bisa lagi berkata-kata.
Ketika sudah selesai menangis Rico keluar dari kamar mandi dan
mencari lelaki busuk itu seorang diri. Dia melajukan mobilnya dengan kencang menuju
diskotik itu lagi dan tak lama kemudian benar dugaannya bahwa ketiga cowok tadi
masih berada disitu. Sebelum bersiap menghajar untuk yang kedua kalinya dia
ditahan oleh tangan seorang wanita dibelakangnya
“Lia…”, terkaget dia melihat sosok sahabat penghianat itu
memegang pergelangan tangannya. Namun Rico menghempaskannya.
Dia tak mungkin memukul seorang wanita, akhirnya dia tak menghiraukan
Lia dan bergegas menuju lelaki tadi.
“plis dengerin gue sebentar saja plis”, sambil terisak. Rico
akhirnya berhenti untuk mendengar penjelasan dari Lia.
“gue sama pacar gue udah menjalin kasih selama tujuh tahun
lamanya, ketika itu gue masih SMP, sampai pada sekolah menengah atas, pergaulan
gue semakin bebas. Gue dipergoki sedang melakukan hubungan intim dengan temen
gue sendiri dalam keadaan gue masih pacaran sama cowok gue. Sejak saat itu
kejadian demi kejadian terus berlanjut, dia mau maafin segala penghianatan gue
dulu dengan syarat gue selalu nurutin dia. Nggak hanya menyediakan tubuh yang
sexy buat dia, tubuh gue udah berulang kali jadi pemuas hasratnya” , tak kuat
lagi dia melanjutkan perkataannya, dia hanya menangis dan menangis, sedang Rico
terdiam mendengar penjelasan Lia
“gue mohon, biar gue sendiri yang menghadapi dan melawan ketidak senonohan
cowok gue karena semua berawal dari kesalahn gue dimasa lampau”, tambahnya
sambil terus terisak.
“kalau cowok loe sayang sama loe gak seharusnya dia ngerusak loe
dan ngerusak persahabatan loe, gue Cuma pesen satu hal sama loe. Gue akan nglepasin
kalian semua asal loe jauhin Fina dan gak nyeret lagi dia kemasalah loe untuk
yang kedua kalinya, paham!”
Rico berlalu meninggalkan Lia sendirian di parkiran diskotik itu.
Malam begitu larut Fina terlalu takut untuk pulang tengah malam
begini, akhirnya dia memutuskan untuk menginap dirumah Rara, keesokan paginya
dia segera pulang kerumahnya. Pagi-pagi keluarganya sudah berkumpul diruang
makan, mama, papa beserta abangnya. Melihat raut wajah begitu sembab dan kacau
mamanya segera menghampirinya.
“sayang kamu kenapa?” tanyanya sambil mengelus halus pundak putrinya
itu
“Fina nggak papa kok ma, Fina mau masuk kamar dulu”, dia berjalan
menuju kamarnya. Setelah beberapa menit dia keluar lagi untuk menemui
keluarganya dan menceritakan apa yang sebenarnya terjadi seluruh anggota
keluarganya sudak pergi bekerja masing-masing. Dia menangis seorang diri dimeja
makan. Dia kembali lagi ke kamarnya dan menangis sendiri. Dia tertidur hingga
malam harinya. Mamanya sudah mengetok pintu berulang kali namun tak ada jawaban
dari dalam. Akhirnya mamanya memutuskan untuk membuka saja pintu Fina. “Sayang
keluarga om Iko dan Roy akan datang melamar,siapkan dirimu sayang”
Setelah berkata demikian dia langsung meninggalkan putrinya,
mendegar itu membuat Fina semakin drop dalam hati kecil dia berkata ‘kenapa
mereka sama sekali tak peduli akan keadaanku, apa yang sedang kualami dan
apakah aku mau menikah dengan Roy’ dia semakin menangis menjadi-jadi. Dia
keluar malam -malam melewati jendela kamarnya menuju danau dekat rumahnya,
menangis dikesendirian malam, melihat bunga yang kemarin dilihatnya begitu
cantik sekarang tampak kusut dan layu seperti dirinya. ‘Layumu bahkan tak
sehina diriku ini, aku sudah tidak gadis lagi, kenapa tak sekalian kau ambil
nyawaku Tuhan’ berkata dia pada bunga dihadapannya.

Hari telah berlalu kedatangan keluarga om Iko sudah dinanti untuk
melamar putri semata wayang mereka. Tak kunjung keluar dari kamarnya akhirnya
mamanya datang menyusul putrinya. “sayang cepatlah sebentar lagi mereka datang”,
kata mamanya
Papa, mama beserta abangnya sudah berpakaian rapi dan menyiapkan
semuanya untuk kedatangan keluarga om Iko. Acara malam ini hanya intim saja
antara kedua belah besan tanpa kedatangan saudara yang lain. Fina hanya pasrah
menerima takdirnya. Dia keluar dari kamar dengan keadaan yang sangat kacau,
namun lagi-lagi tak ada yang bertanya pada dia, apakah dia sakit dan menanyakan
kabarnya, bahkan tak ditanya sekalipun oleh calon suaminya. Acara malam itu
begitu singkat dan hanya menghasilkan tanggal untuk mempertemukan keluarga
besar kedua belah pihak. Hari-hari Fina semakin kacau, dia tak melanjutkan
kuliahnya, tak nafsu makan bahkan tak ingin bertemu dengan siapa-siapa.
Kulitnya terlihat begitu pucat badannya semakin kurus namun orang rumah tak ada
yang memperdulikannya. Sore ketika itu dia ingin membeli sesuatu di pasar
swalayan, tiba-tiba ia terhenti pada sebuah masjid yang sedang mengumandangkan
adzan. Fina dan keluarganya adalah penganut Kristiani. Dia memutuskan untuk
bertanya kepada seorang pria yang memakai peci yang hendak masuk kedalam
masjid,
“maaf pak, ini suara apa yah, kenapa saya begitu tenang
mendengarnya?” tanyanya pada lelaki paruh baya itu
“ini suara adzan nak, panggilan bagi seluruh umat muslim untuk
menunaikan sholat” jawabnya
“terimakasih pak”, sambil tersenyum
Lalu lelaki itu berlalu meninggalkan Fina.
Fina maih saja terpaku pada suara adzan itu, dia memberanikan
diri untuk memasuki area masjid. Setelah melihat berbagai gerakan yang
dilakukan seluruh jamaah disitu dia didatangi oleh wanita yang sudah tua. “nak
kau mau sholat juga?” tanyanya dengan suara yang lembut
“saya gak bisa sholat nek”, jawabnya malu
“tidak apa nenek akan mengajarimu”. Dengan senyuman ikhlas yang
diberikannya pada Fina yang semakin mendamaikan hati Fina. Setelah nenek itu
mengajari Fina gerakan sholat dia berjanji akan mengajari doanya kepada Fina.
“kau tak harus melafalkannya dalam bahasa arab nak, Allah Maha memahami,
meskipun kau berdoa dalam bahasa sehari-hari Allah akan mengabulkan
permintaanmu” jelasnya.
Setelah itu sang Imam memberikan ceramah kepada jamaahnya. Fina
yang sudah memakai mukenah pemberian nenek tadi akhirnya memutuskan untuk mengikuti
untuk mendengarkan ceramah dimasjid. “Assalamualaikum seluruh jamaah masjib
at-taubah” sapa sang imam memulai ceramahnya. “waalaikumsalam jawab seluruh
jamaah dengan kompak, terkecuali Fina yang hanya diam mendengar salam itu.
“setelah membaca sholawat atas nabi, ucapan syukur baru sang imam menginjak
pada suatu topik pembahasan, mengenai hukum menikah” setelah satu jam ceramah
itu pun usai, nenek itu sudah meninggalkan Fina sendirian di masjid, Fina
terduduk begitu lama dimasjid seorang diri.
“assalamualaikum nak”, sapanya dari belakang
Fina tak menjawab dan hanya melemparkan senyuman pada sang imam
yang tadi memberikan ceramah.
“emm maaf pak saya kristiani”, jawabnya dengan jujur.
Namun sang imam terheran melihatnya dengan memakai mukenah
ditubuhnya. Entahlah Fina tak ingin melepaskan kain yang membalut tubuhnya ini
dia hanya terdiam dihadapan imam.
Sambil tersenyum lalu sang imam memulai ceritanya, “nak ketika
itu datang seorang lelaki pada ibunya, dia menyuruh ibunya untuk mencarikan
seorang kyai yang dapat menjawab semua pertanyaanya, akhirnya sang ibu
mengabulkan permintaan anaknya. Dipertemukanlah sang anak dengan seorang kyai
yang dianggapnya paling taat. Lalu sang anak mulai melontarkan berbagai macam
pertanyaan kepada sang kyai, pertanyaan pertama,
Katanya Tuhan itu ada namun mengapa aku tak dapat melihatnya? Kedua, Katanya setan akan dimasukkan
kedalam api neraka bagaimana mungkin mereka akan tersakiti dengan api sedangkan
mereka sendiri terbuat dari api? Ketiga,
Apa yang dinamakan dengan takdir? Setelah mendengar pertanyaan itu lantas sang
kyai diam. Tiba-tiba saja dia menampar dengan keras pipi anak muda tadi. ‘Aduh!!’
Pemuda itu kesakitan. ‘Apa maksud anda menampar saya’. Lalu sang kyai menjawab.
Ketiga dari pertanyaanmu hanya satu jawaban saja, yaitu sebuah tamparan. Kau
berkata Tuhan tak ada karena kau tak dapat melihatnya, sekarang kau berkata
sakit coba kau tunjukan padaku dimana letak sakit itu. Pemuda itu menunjuk pada
pipinya yang sakit lalu kyai itu membantahnya, yang kau tunjukan itu adalah
pipi mu bukan rasa sakit. Lalu kyai itu melanjutkannya, kau bilang setan takkan
tersakiti kalau dimasukkan dalam api karena keduanya terbuat dari api, aku tadi
menamparmu dengan tanganku yang terbuat dari kulit dan pipimu sama-sama terbuat
dari kulit, bukankah kau merasakan kesakitan. Yang terakhir kau bertanya apa
itu takdir, aku menamparmu apa sebelumnya kau akan tahu?, pemuda itu
menggelengkan kepalanya. Itulah yang dinamakan dengan takdir, kau takkan pernah
tahu sampai kau benar-benar mengalaminya.”
Setelah menjelaskan panjang lebar lalu sang imam menarik nafasnya
dalam-dalam, “lalu pemuda tadi semakin mantap dengan Islam”
“pak tolong masukkan saya kepada Islam, saya pun ingin merasakan
kedamaian yang selama ini tak saya dapatkan” sambil memohon Fina berkata kepada
sang imam.
“apa kamu benar-benar yakin 100% ingin masuk islam?” Tanya imam
“tapi apakah Islam akan menerima seorang hamba yang hina
sepertiku?” jawabnya
“Islam menerima semua hamba yang datang dengan taubatan nasuhah,
yaitu tobat yang sebenar-benarnya”.
Mendengar penjelasan itu membuat hati Fina semakin bahagia, dia
segera pulang dan bergegas memberitahukan keputusannya kepada keluarganya. Dia
menunggu momen yang tepat untuk memberitahukan pada keluarganya namun dia tetap
memberutahukan kabar gembira itu kepada sahabatnya, Rara.
“gue cuma bisa berharap dengan keputusan loe bisa bikin loe
bahagia. Menemukan apa yang selama ini loe cari Fin”, berkatalah Rara. Karena
Rara pun seorang kristiani, namun dia tetap memberikan perhatiannya atas
keputusan Fina. Malam itu pun tiba, malam dimana dua keluarga besar akan
ditemukan. Semua orang sudah berkumpul diruang tamu sembari menunggu Fina
keluar. Lima menit berlalu kagetlah semuanya melihat perubahan Fina, dengan
dirinya yang memakai gamis berwarna biru dan dibalut dengan hijab yang menutupi
rambut dan dadanyanya. “FINA?????”
mamanya lalu pingsan melihat perubahan Fina.
Sedang papanya yang menahan amarahnya akibat perubahan putrinya.
Keluarga om Iko pun pulang tak melanjutkan acara yang sudah direncanakannya
kemarin. Setelah semuanya pulang barulah papanya memarahi Fina. Menarik paksa
jilbab Fina. “KAU APAKAN TUBUHMU INI?” HAHHH” dengan lantang sang papa berkata
kepada Fina, namun abangnya hanya terdiam saja tak berani melakukan pembelaan
terhadap adiknya.
“aku tak pernah merasa damai dengan ini semua pa, kalian bahkan
tak pernah memperhatikanku, aku sudah tidak perawan lagi pa….”, lalu air mata
Fina mengalir deras
“APAHHH KAU BILANG???” semakin emosi papanya mendengar pengakuan
putrinya
“tahukah kaliah apa yang sedang kualami, yang sedang aku
fikirkan. Bahkan tahukah kalian aku disini merindukan kalian, kalian terlaku
sibuk dengan urusan yang tak ada henti-hentinya. Pernahkah kalian fikirkankan
bagaimana perasaanku dirumah ini? pernahkah???”, sambil terisak Fina mencoba
membuka segala kekesalan yang selama ini dipendamnya
Papa dan abangnya lalu terdiam, “baiklah sekarang kau bukan anggota
keluarga kami lagi, cepat kau pergi dari sini”, usir ayahnya
Fina hanya manangis mendengar perkataan papanya namun dia tak
mampu berbuat apa-apa. Ini sudah keputusannya dan dia harus mengambil segala
resikonya. Dia membereskan semua pakaiannya dan memasukannya kedalam koper, dia
berjalan menyusuri jalanan hingga dia bertemu lagi dengan seorang nenek yang
ditemuinya kemarin di masjid.
“hendak kemana nak, sudah larut malam begini?”
Fina hanya menagngis saja tak menjawab pertanyaan nenek itu

Lalu sang nenek mengajaknya
di sebuah pondok. Diajarkannyanya cara bagaimana sholat dan melakukan ibadah
lainnya, sekarang Fina sudah menjadi seorang wanita muslimah yang sholehah. Fina
menjadi guru pada sebuah pondok, mengabdikan seluruh hidupnya pada Islam yang
indah. Dia sekarang tinggal disebuah tempat yang menerimanya dengan tangan
terbuka, menyediakan tempat berteduh baginya, dan memberinya pakaian dan
makanan untuk bertahan hidup. Tak terasa sudah dua tahun dia berada disana. Dia
melakukan aktifitasnya seperti biasanya. Membersikan dan mengepel seluruh area
masjid di pondok sebelum digunakannya untuk mengajar mengaji para santri.
“Fina ada yang mencarimu diluar”, kata teman Fina sesama wanita
yang menjadi pengajar di pondok Al- zalzalah.
“seorang lelaki tampan dan wanita”, katanya
Lalu Fina segera keluar dan tak percaya dengan siapa yang
dilihatnya.
Dia tak mampu berkata apa-apa lagi. Tak kuasa dia menahan tangisnya.
Ternyata mereka berdua adalah Rara dan Rico. Sahabatnya…
Berpelukanlah Fina dan Rara setelah dua tahun lamanya tak
berjumpa.
“apa kamu baik-baik saja Fin disini? Kamu sudah makan?” tanyanya
khawatir karena sebelumnya dia hidup dengan layak dibanding sekarang yang
tinggal disebuah bangunan yang sederhana dengan fasilitas yag kurang memadai.
“aku sungguh sangat kenyang Ra, aku lebih nyaman disini bersama
mereka wanita-wanita berjilbab yang terus memberiku arti akan makna kehidupan
sesungguhnya”, jawabnya sambil tersenyum pada sahabatnya itu.
Setelah itu Rico mengajaknya ke sebuah tempat. Tempat yang tak asing
bagi Fina. Fina kaget melihat bunga yang tumbuh semakin banyak di pinggir
danau. Semuanya tumbuh mekar dan berwarna warni, memancarkan aura yang begitu
harum. “sudah dua tahun aku tak kesini dan danau ini semakin indah, seakan ada
yang merawatnya” kata Fina kepada Rico.
“danau ini kupersembahkan untuk seorang wanita istimewa” kata
Rico.
Fina lalu menolehnya, “siapa?”
“seorang wanita yang sudah seagama denganku saat ini” jawabnya
“maksud kamu?”
Seorang wanita yang sudah menjulurkan jilbabnya menutupi
mahkotanya, seorang wanita yang mampu meninggalkan gemerlapnaya dunia yang
mampu meninggalkan harta berliannya, demi sesuatu yang memang tak ternilai
harganya. Yaitu sebuah kedamaian semata”, tersenyumlah Rico kepada Fina sembari
mengambil sebuah cincin disakunya yang sedari tadi disimpannya. Lalu
dipasangkannya cincin itu dijari manis Fina, Fina sungguh menikmati momen
termanis dalam hidupnya itu.
“seorang nenek yang menemuimu dan memberikan mukena padamu,
mengajarkanmu gerakan sholat dan menemuimu saat kau diusir keluargamu. Dia ada
nenek yang mendapatiku ketika aku sedang jatuh pula. Sehingga akupun
tersingkirkan dari keluargaku. Sama sepertimu
Mendengar penjelasan Rico dia pun kaget, namun dia semakin
bahagia. Karena dia menemukan seseorang yang selama ini dinantinya. Sang pelengkap
hidupnya. Suami yang akan menuntunnya untuk lebih dekat dengan Yang Kuasa, yang
menjadi Pelindungnya dan menjadikannya seorang wanita yang terlengkapi sudah…
(Bella Nosevia .A 25 Sept’14
20.59)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar