Jumat, 10 Oktober 2014

KAU SEMPURNAKAN-KU
‘ku tak ingin kau tahu
Ku tak sanggup bila harus mengatakan padamu
Suara hatiku yang selalu bergemuruh
Menyebutkan namamu
Dan selalu kusebut dalam doa malamku
Semoga engkau mendapatkan kebahagiaanmu
Bersama sang pilihanmu
Meski kutahu
Bahwa aku sungguh mengharapkanmu’
Begitulah tulisan diary Rena pada malam itu, tertanggal 20 Agustus 2006, dia seorang siswi SMA di Sekolah Negeri kotanya. Ayahnya seorang pegawai Negeri dan ibunya sebagai Ibu Rumah Tangga.
“Rena, Sherly mencarimu!” teriak ibunya  dari luar. “iya bu, sebentar” langsung dia tutup diary nya dan bergegas menemui Sherly, teman dari SMP yang masih akrab hingga sekarang. Tamunya malam itu tidak sendirian bersana Ana dan Vanny yang menjadi temannya sejak sekolah menengah atas. Waktu itu Vanny lupa membawa telur sebagai perlengkapan masa orientasi yang mengakibatkan dia akan dihukum senior, seketika itu buru-buru Rena memberikan sebutir telur miliknya karena dia membawa lebih. Pertemanan dimulai sejak saat itu. Dan Ana salah satu anak pejabat yang dikucilkan teman-temannya karena kasus korupsi pernah menyambar ayahnya. Hanya Rena dan teman-temannya yang mampu menerima apa adanya sebagai seorang teman. Persahabatan mereka sangat erat, seperi terkoneksi dalam fikiran.
“nulis puisi lagi buat Arga?” goda Ana
“emmm, enggak kok Cuma lagi baca novel aja”, bantah Rena
“kalau bohong matanya gak usah lirik kesana kemari dong” tambah Sherly “mau sampai kapan suka diem-diem gini? Kalau kamu nyatain duluan gak jadi masalah kok, dia gak bakal tau kalau kamunya introvet gini”.
“aku cuma belum ngerasa pantes Sher, aku pengen dia tahu saat aku sempurna dan pantes disandingnya”. Sambil menghela nafas panjang. “udah yuk bahas PR aja, lagian kalau telat ngumpulin tugas Pak Herman, bakalan disuruh kumpulin daun kering. Mau???? Aku sih ogah”. Rena berjalan ke kamarnya dan diikuti ketiga temannya. Ibu Rena mangantarkan minuman dan camilan untuk menemani belajar mereka. Mereka memulai mengerjakan tugas masing-masing.
“membosankan, hanya belajar dan belajar, sungguh aku akan meloncati pendidikan kuliah” keluh Ana
“kalau males belajar gimana dengan cita-citamu yang jadi menteri pendidikan?” Tanya Rena
“itu hebatnya aku, aku akan jadi menteri pendidikan tanpa gelar sarjana”
“iyah dan kamu akan jadi menteri pendidikan yang lengser dalam satu hari saja masa jabatanmu, hahaha” ledek Sherly
“sungguh aku ingin jadi menteri pendidikan karena ingin mengubah system pendidikan di negeri kita. Emang dengan system sekarang ini Negara kita jadi Negara maju?”
Mereka saling bercanda dan meledek masing-masing. Memang Ana memiliki pandangan yang lebih unik untuk sistem pendidikan Negara ini. Namun tragisnya pendidikan Ana sendiri kurang dia perhatikan, terbukti dari rankingnya yang mencapai 10 terbawah.
 Jam menunjukan pukul 9 malam, ketiga teman Rena berpamitan kepada ibu Rena. Rena masih tetap melanjutkan belajarnya ketika teman-temannya pulang. “besok dilanjut lagi belajarya, sudah malam Ren.” Tegur ibunya
“iya bu tanggung, sebentar lagi”
Memang dari ketiga temannya dialah yang paling rajin, tak heran dia menjadi siswi yang disenangi guru-gurunya.  Pagi pun tiba, alarm Rena sudah berbunyi sejak semenit yang lalu, namun dia masih enggan membuka matanya.
“Rena bangun, siap-siap untuk sekolah Ren”, sambil menggedor ibunya membangunkan putri semata wayangnya.
“iya bu, Rena bangun” dengan malas dan masih tertutup matanya dia menggerayai meja untuk mematikan alarm yang mengusik tidurnya. Dia bergegas mandi dan memakai seragamnya.
“Ren sarapan dulu, ayahmu sudah menunggu”. Sambil berteriak ibunya memanggil karena Rena tak kunjung keluar dari kamarnya. Sambil tergopoh dia memasukkan buku-buku pelajarannya dan bersiap untuk sarapan.
 “hari ini kamu naik bis saja, ayah ada sedikit urusan sehingga tidak bisa mengantarmu. Ini uang saku mu”.  Ayahnya sambil menyodorkan 50ribu diatas meja makan.
“iya yah, Rena berangkat dulu yah, ibu” sambil mencium tangan kedua orang tuanya.
Sesampainya disekolah dia bertemu Ana, yang baru saja turun dari mobil diantar oleh sopir pribadinya. “Ren, kamu diantar siapa, kenapa jalan sampai sini?” Tanya Ana
“ayahku lagi ada urusan jadi aku naik bis tadi”
“kenapa gak ngabarin aku aja kan bisa sekalian bareng”
“udah ngak papa, yang penting udah nyampek sekolah, udah yuk masuk keburu telat jam pertama” ajak Rena. Sherly dan Vanny yang sudah dari tadi duduk manis dibangku mereka masing-masing.
“baik anak-anak bawa kedepan buku kalian”. Sambutan dipagi hari yang langsung meminta buku PR para murid tiada lain adalah Pak Herman. Semuanya sudah mengumpulkan kedepan tinggal Rena saja yang masih sibuk dengan tasnya. “Ren buruan kumpulin buku kamu”. Bisik Ana
“kayaknya buku aku ketinggalan dimeja belajar, aku lupa masukinnya tadi pagi, gimana ini?”
“Rena mana buku kamu?” Tanya pak Herman yang membuatnya menghentikan pencarian bukunya di tas
Akhirnya Rena menerima hukuman mengumpulkan daun kering dilingkungan sekolahnya. ‘kenapa bisa ketinggalan, padahal aku sudah mengerjakannya semalam’ kata hatinya
Dia terus mengumpulkan daun kering sebanyak yang dia temukan.
“hay! hukuman dari pak Herman yah?” suara dari belakang yang mengaketkannya.
“i… iyah” jawabnya terbata karena dia tak mengenal sosok yang dipandangnya, dan jantungnya yang tiba-tiba berdebar kencang ketika melihat cowok didepannya.
“mau aku bantuin, aku sedang dihukum juga keluar kelas, daripada gak ada kerjaan”
“iya boleh”
Mereka berdua mengumpulkan daun kering itu bersama, sunyi tak ada yang berkata. Bahkan tak terdengar pun suara nafas mereka. Hanya degupan jantung Rena yang bergejolak entah mengapa.
“aku  Jay, nama kamu siapa?”
“namaku Rena” jawabnya singkat
“kamu anak 11 IPA 2 kan?”
Rena mengangguk, dan berpikir bagaimana cowok itu mengenalnya padahal dia tak pernah berjumpa bahkan bebicara.
“sudah cukup banyak daunnya kamu bisa membawanya pada pak Herman”
“terimakasih”, Rena langsung beranjak meninggalkan cowok tadi
‘jadi cewek itu anaknya, senang mengetahui bagian tubuhku diterima oleh cewek cantik’, batinnya
Keesokan harinya dia semakin sering bertemu dengan cowok misterius yang menolongnya kemarin, tapi hanya sekilat petir saja. Saat berpapasan atau tak sengaja melihatnya di lapangan saat cowok itu main bola.
“tahu gak siapa cowok itu?” Tanya Rena sambil menunjuk salah seorang cowok di lapangan.
“enggak pernah liat, kamu kenal?” Tanya Sherly
“enggak juga dia kemarin yang bantuin aku cari daun kering”
“dia lumayan keren, kalau dibandingin sama Arga beda tipis lah”, jawab Sherly
“bagiku tak ada bandingannya buat seorang Arga”. Jawabnya jutek
“gila! Sebegitu cintanya yah kamu sama Arga, sensi amat tiap kali sebut nama Arga”
“udah yuk ah Vannny sama Ana udah nunggu di kantin” ajak Rena
Mereka berdua pun berjalan menuju kantin, namun tak bisa dielakkan Rena masih memikirkan cowok misterius tadi, jantungnya pun tiba-tiba berdetak kencang, untuk kedua kalinya. Sesampainya di kantin Rena melihat Arga. “Sher, Arga sher Arga…….” Sambil tersenyum dia melihat  Arga didepannya
“siapa cewek disampingnya,dari potongan rambutnya kok mirip Ana yah?” kata Sherly
“gak mungkin lah Sher, mereka kan gak saling kenal”
“bisa aja kan Ren, lagian dunia ini luas mereka bisa aja ketemu dilain tempat”
“kamu bener sih Sher, tapi kalau mereka saling kenal kenapa Ana gak cerita. Dia tau aku ada rasa sama Arga”. Akhirnya Rena memutuskan untuk kembali kekelasnya. Entah dia sedikit kecewa dengan apa yang dilihatnya di kantin. “kamu aja ke kantin, aku mau balik dulu Sher”
“kamu yakin? Apa mau aku bawain makanan buat kamu?”
“ngak usah Sher, makasih”, Rena pun langsung menuju kelasnya. Berjalan sambil berfikir apa yang terjadi di kantin ‘apa mereka sudah saling kenal, kenapa begitu terlihat akrab di kantin’, bergejolak hatinya memikirkan kejadian di kantin. Dia terus saja berjalan padahal dia sudah melewati kelasnya. Dia pun tak sadar, berjalan hingga ruang perpustakaan. Sesampai didepan perpus dia pun akhirnya menyadari juga. Akhirnya dia memutuskan untuk masuk ke perpustakaan mencari bacaan yang dapat menghiburnya. Rena mencari - cari novel kesukaannya. Tiba-tiba seorang cowok dibelakang mengagetkannya
“suka baca novel?” tanyanya
“kamu??”, tiba-tiba berdebar lagi jantung Rena
“suka baca novel?” tanyanya lagi
“lumayan, kamu lagi ngapain disini?”
“ini, kamu pasti suka”, dia menyodorkan sebuah buku kepada Rena, lantas meninggalkannya
“Kau Sempurnakan-Ku” Rena mebaca judul buku yang dipegangnya. “menarik juga, kamu udah baca?”
“udah baru aja aku kembalikan ke perpus”, lantas dia meninggalkan Rena dan buku itu.
Rena mengambil buku itu dan meminjamnya untuk dibaca dirumah.
Sepulang sekolah dia membaca buku yang diberikan cowok tadi, sambil terus memikirkan apa yang menyebabkan jantungnya selalu berdetak saat bertemu cowok tadi.
Sore hari dia membantu ibunya memasak karena akan ada saudaranya yang akan datang dari Surabaya, sehingga ibunya masak sangat banyak dan menyiapkan berbagai minuman dan camilan untuk menyambut mereka.
“bu?”
“ada apa Ren?”
“ibu pernah ngak berdebar ketika melihat cowok?” tanyanya
“pernah” jawab ibunya
“siapa cowok itu bu?”
“tentu saja ayahmu, siapa lagi yang membuat ibu berdebar ketika melihat lelaki selain ayahmu. Dengar Ren kalau kamu berdebar melihat lelaki berarti dia itu jodoh kamu, lihatlah dia mampu membuat hatimu berdebar tanpa kau sadari” jelas ibunya “ayo cepat kamu bersihkan meja makan, saudaramu akan segera tiba”
Rena menyiapkan meja makan dan menata makanannya. Sore menjelang maghrib, mobil saudaranya tiba di halaman rumahnya. Rena segera memberitahukan ibunya. Saudaranya pun segera turun dari mobil dan masuk rumah Rena. Ayah Rena pun pulang cepat hari itu. Ada sepupu Rena juga yang sangat dekat dengannya, mereka saling bercerita kesibukan masing-masing dan bercerita soal pacar, maklum umur mereka tak terpaut jauh.
“bang, aku mau cerita nih”
“cerita apa dek, cerita saja sama abang, siapa tau abang bisa kasih saran”. Kata abangnya
“aku suka sama cowok udah lama bang tapi aku takut buat ngungkapin perasaanku ke dia”
“apa dia senior disekolahmu?”
“iya bang dia kakak kelasku”
“emang kamu yakin dia gak punya cewek?” Tanya abangnya
Langsung saja Rena tersentak mendengar pertanyaan abangnya, kenapa juga dia tak berfikir sejauh itu “tapi aku tak pernah melihat dia bersama cewek bang”
“belum tentu yang kamu lihat benar, gimana kalau dia menggandeng cewek saat kamu tak melihatnya, sebaiknya kamu selidiki benar-benar baru melakukan pendekatan, percuma saja kalau suka tapi dipendam, malah akan menyakiti dirimu sendiri” kata abangya
Rena memikirkan kata-kata abangnya, ‘bener juga kata abang, besok aku akan mulai menyelidikinya’ batinnya
“makasih ya bang”. Sambil memeluk abangnya
Keesokan harinya Rena mulai menyelidiki Arga dan memberanikan dirinya untuk mendekati Arga. Sesuai saran abangnya.
“boleh duduk disini?” Rena menatap Arga dan duduk disampingnya dikantin
“silahkan aja, gak ada yang nempatin juga”, jawab Arga
“kakak kenapa sendirian?” Rena memberanikan untuk memulai percakapan
Sejak saat itu Rena mulai tidak canggung lagi untuk mendekati Arga
Sudah sebulan Rena selalu ke kantin bareng Arga, dan diantar pulang Arga.
Rena menelepon teman-temannya dan bercerita mengenai pendekatannya dengan Arga. Sore-sore mereka berempat keluar untuk jalan-jalan disebuah mall.
“serius kamu deketin Arga, kenapa gak dari dulu aja?” Tanya Vanny
“udah sedekat apa kalian?” Tanya Sherly
“kamu yakin dia bakalan ngrespon kamu?” tambah Ana
“bisa ngak Tanyanya satu-satu”, sambil cengar cengir Rena menjawab pertanyaan teman-temannya
“memang susah buat memulainya tapi kalau aku gak bergerak perasaanku akan terpendam selama-lamanya”, jawabnya
Rena dan Arga sudah sering bareng, disekolah maupun janjian keluar untuk jalan-jalan. “kak, apa kakak sudah punya cewek?” tanyanya sambil malu-malu
Arga tak segera menjawab pertanyaan Rena malah mengajak Rena pergi untuk makan ice cream. Rena pun tak berani bertanya untuk kedua kalinya karena takut Arga akan marah dan tak mau lagi pergi bersama.
Hari itu hari kamis, waktunya jam olahraga untuk kelas Rena. Mereka semua bermain bola basket, Rena sungguh sangat tidak bisa dalam pelajaran ini, dia memilih untuk menunggu di UKS pura-pura sakit daripada mengikuti jam olahraga. Di UKS sangat sepi saat itu, ‘gak biasanya UKS sepi kayak gini, biasanya ada satu dua siswa yang sakit di UKS. Diapun memasuki ruangan dan membuka hp nya memainkan musik untuk mengisi waktunya sambil menunggu jam pelajararan olahraga usai. Terdengar suara kaki memasuki ruangan UKS.
“kamu sakit?” Tanya cowok itu
Berdebar lagi jantung Rena, sungguh Rena tak kuat menahan semua itu, dia langsung meninggalkan ruangan tanpa menjawab pertanyaan cowok itu. Dia pun duduk ditaman sendirian.
“Ren kamu kan sakit kenapa gak di UKS saja?” tegur teman sekelasnya saat menjumpai Rena sedang duduk ditaman.
“iyah aku lagi sakit perut nih, pengen cari udara segar biar cepet sembuh”, jawab Rena asal
Akhirnya jam pelajaran telah usai, teman-temannya mendatangi Rena ditaman. “kamu tumben nunggu disini, biasanya juga di UKS enak bisa tidur”, kata Ana
“iyah lagi suntuk aja di UKS, ketemu cowok misterius itu lagi”
“dia lagi … apa kalian pernah ada hubungan sebelumnya, kalian bisa kayak jodoh gini yah”
“ngaco aja” jawab Rena kesal
“habisnya kamu malah berebar saat bertemu cowok itu kan, bukannya Arga” jawab Sherly
“entahlah, aku sendiri bingung”
“mending kamu sama dia aja, toh Arga belum juga ngrespon kan” kata Ana
“An kamu jangan ngomong gitu dong, udah sejauh ini usaha Rena” bela Sherly
Udah 3 bulan lamanya Rena jalan bareng Arga tanpa kejelasan status, dan membuat Rena semakin risih dengan keadaan yang digantungkan Arga. Rena mengajak keluar Arga dan berencana untuk menanyakan perasaan Arga padanya. Malem pun tiba, Arga sudah menjemput Rena dirumahnya
“kak, aku mau menanyakan sesuatu”
“apa Ren?”
“kakak belum sempat menjawab pertanyaanku saat itu, soal status kakak”
Arga pun terdiam, “Ren aku senang sekali bisa jalan sama kamu, kamu cewek yang baik dan menyenangkan. Aku bisa jalan sama kamu karena aku gak bisa jalan dengan cewek aku”, jawab Arga
Mendengar pernyataan Arga hati Rena langsung hancur, bagai disambar petir disiang bolong. Tak terasa air mata itu menetes dipipi Rena. Tanpa basa basi lagi Rena langsung keluar dari mobil dan berlari sekencang-kencangnya. Dia berhenti disebuah café untuk menenangkan hatinya. Dia menangis terngiang jawaban Arga yang diluar dugaannya. Disana ia bertemu cowok misterius itu lagi, dan lagi-lagi dia berdebar tak menentu. Cowok itu menyodorkan sapu tangan miliknya kepada rena. Rena langsung mengambil dan mengusap air matanya tanpa melihat siapa yang memberinya. Setelah dia menoleh untuk berterimakasih cowok itu sudah tidak ada. Rena pulang sendirian, dan menangis dikamarnya.
‘sehari dua hari aku melihatmu
Tiga hari empat hari aku tertarik padamu
Lima hari enam hari eku menyukaimu
Dan seterusnya aku memujamu
Namun dihari ini kau patahkan hatiku
Entah apa yang membuatmu tak menyukaiku
Sudah kulakukan hal terberat dalam hatiku
Ingat saat aku mendekatimu, duduk bersamamu
Sudah aku impikan dimalamku
Untuk bersanding dan menggenggam tangamu
Siapa gadis itu, yang beruntung memiliki hatimu lebih dulu
Apakah ku tak sebaik dia
Apakah ku tak secantik dia
Apakah ku tak sepantas dia
Yang bisa memilikihatimu, dan selalu menggenggam tulus tanganmu’
Dia menutup diarynya dan menangis semalam suntuk.
Dia tiba disekolah dengan mata sembab “sudahlah Ren biarkan saja, mungkin dia bukan lelaki tepat buatmu” hibur Sherly
“kamu baik Ren, kamu akan bertemu pria baik diluar sana. Kamu hanya perlu menunggu” tambah Vanny
“tapi cinta pertamaku Arga Van, kenapa dia gak bilang dari dulu kalau dia sudah punya cewek, dan menggantungkanku selama ini. Kenapa dia begitu tega. Apakah aku punya salah sama dia?” sambil terisak dia tidak kuat menahan air matanya jatuh.
Teman-temannya menghibur Rena agar dia bisa ceria lagi dan mampu melupakan cowok yang sudah menyakitinya, cowok yang juga menjadi cinta pertamanya.
“dimana Ana yah, gak biasanya dia ngilang gini?” Tanya Vanny saat menyadari salah satu temannya tak ada.
“mungkin dia dikelas, dia tak ikut bersama kita saat kekantin tadi.” Jawab Sherly
Mereka bertiga kembali kekelas.
“Ren lihat”. Tunjuk Sherly pada seorang cewek yang bersama Arga dipinggir lapangan
“siapa dia?”
“apa mungkin dia ceweknya Arga?” kata Sherly
Tak lama Rena langsung berlari menuju mereka berdua. Dan sangat kaget melihat siapa cewek yang bersama Arga. “ANA” kata Rena sambil membelalak karena dia sangat kaget
“apa maksud kalian?” Tanya Rena
“aku mau jelasin sesuatu Ren”, kata Ana
“aku minta maaf Ren sebelumnya, semua berjalan tak terduga dan aku tak bermaksud menyakitimu” jelas Arga
“semua sudah jelas sekarang, terimakasih atas semuanya, terutama kamu Ana, pasti sulit bagimu untuk bermuka dua. Berbahagia diatas kesakitan temanmu, dan menyembunyikan rahasiamu”
“aku bisa jelasin Ren”
“kamu yang harus mendengar penjelasanku, begitukah arti teman menurutmu, HAH sungguh indah sekali” Rena langsung pergi meninggalkan mereka berdua.
“tak kusangka Ana bisa begitu” sambil mengelus pundak Rena, Sherly mencoba menenangkan Rena
“kenapa dia bisa menyembunyikan hubungan mereka dan berbuat seperti ini padamu Ren”
“sudahlah Van untuk hal seperti ini gak ada yang perlu dijelaskan lagi, memang mereka berdua yang sudah keterlaluan” jawab Sherly. Sedang Rena yang masih saja menangis menerima perlakuan ini.
Sesampainya dirumah ternyata Ana sudah menunggunya di depan rumahnya. Rena pun tak menghiraukannya dan bergegas masuk
“Ren aku mohon, aku perlu bicara”
“sudahlah An, kamu sudah berhasil kok, sudah berhasil membuatku patah hati” jawabnya
“aku mohon Ren, ini akan menjadi terakhir kalinya aku berbicara denganmu”
Rena tak menghiraukan sama sekali dan segera masuk rumahnya. Ana tetap menunggunya diluar hingga sore menjelang. “kenapa kamu tidak membiarkan masuk temanmu Ren?” Tanya ibunya
“dia sudah bukan temanku lagi bu”
“gak ada yang namanya bukan teman lagi Ren, ingat kalian selalu bersama-sama. Jangan biarkan keegoisanmu membuatmu menyesal pada akhirnya”. Saran ibunya
Setelah berpikir panjang akhirnya Rena pun mendatangi Ana yang sedari tadi menunggunya diluar. Ketika Rena berjalan keluar pagar dia tak mendapati Ana disitu, dia mencari-cari, namun yang ditemukan hanya selembar kertas dibawah batu. Rena membukanya perlahan

‘dear Rena temanku
Mungkin kamu sudah tak menganggap demikian
Namun aku bener-bener mengatakan penyesalanku yang setulus-tulusnya padamu
Andai aku bisa memperbaiki segalanya untuk memperbaiki persahabatan kita
Sudah setahun lamanya kita bersama, bercerita dan mengerjakan tugas bersama
Namun ada satu hal yang aku belum bersiap untuk menceritakan padamu
Bukan karena aku pelit, namun aku belum sempat
Waktu sungguh tak tepat ketika aku akan bercerita padamu
Aku dan Arga sesungguhnya sudah bersama sejak SMP
Namun kau tahu bagaimana keluarga Arga memandang keluargaku
Dan alesan itu yang menjadikan kita harus diam-diam begini
Aku tak bisa jalan, makan, dan pergi bersama dia, seperti yang kamu lakukan sama Arga
Ketika aku hendak mengatakannya padamu kulihat kau sangat bahagia ketika melihat Arga dari jauh
Dan besoknya kau mengatakan kalau kau menyukai Arga
Sungguh aku sangat dilema, aku berpikir bahwa mungkin aku bisa sedikit berbagi denganmu sebuah cinta.namun aku tahu itu sangat tolol kedengarannya.
Membiarkan kekasih kita menggandeng teman kita sendiri
Kalau ada sesuatu yang bisa kulakukan untuk memperbaiki semuanya,
andai saja….. kau mau lagi berbicara dan menerimaku sebagai teman
salam dari temanmu
Ana
Begitulah isi surat yang dituliskan Ana untuk Rena, Rena bingung harus bagaimana, disisi lain sebenarnya niat Ana baik namun bagaimana mungkin dia tak mempermainkan perasaan Rena. Membuatnya melambung tinggi dan menjatuhkannya serendah-rendahnya. Rena merobek dan membuang surat itu. Entah dia harus berbut apa untuk Ana.
Pagi ketika sekolah Rena bertemu Ana didepan sekolahnya bersama Arga. Sungguh sangat teriris hati Rena melihat keduanya. Dia pun berlari ke teman, menyendiri untuk menenangkan dirinya dan bisa menerima kenyataan pahit ini. Ternyata Ana membuntutinya dibelakang. Ana menepuk bahu Rena,
“aku siap melepaskan Arga jika itu membuatmu lebih baik”
Rena menghela nafas panjang, “aku sudah berkorban perasaan untukmu, kamu akan lebih menyakitiku jika pengorbananku sia-sia” dia berhenti sejenak menghela nafas lagi, “jaga hubungan kalian, kalian sudah sejauh ini
“tapi aku gak bisa bersenang-senang diatas kesedihan temanku sendiri Ren, maafin aku”
“pada awalnya aku sudah menduga saat pertama melihat kedekatan kalian dikantin, namun aku menyangkalnya sendiri hanya untuk menenangkan hatiku. Arga adalah teman masa kecilku dulu. Dia sangat baik dan mengajarkanku rasa suka. Membuatku bisa menulis sajak-sajak indah sepanjang malam, memberiku mimpi indah, dan mengusir mimpi buruk yang mengusikku. Aku berpikir dia cinta pertamaku dan aku harus mendekatinya.” HAHHH Rena menghela nafas begitu panjang dan melanjutkan ceritanya lagi, sementara Ana menyembunyikan tangisnya
“aku sangat sedih ternyata cewek beruntung itu adalah sahabatku sendiri, awalnya aku berpikir kamu juga tak pantas mendapatkan hati Arga seperti aku. Namun aku menyadari bahwa cinta bukan soal kesempurnaan. Aku merelakan Arga untuk hal yang dicintainya jauh membuatku terlihat dewasa, daripada memaksanya untuk mencintaiku.”
Rena lalu tersenyum pada Ana dan memeluknya.
“terimakasih Ren, kamu benar-benar memahamiku sepenuhnya. Terimakasih sekali lagi” sambil terisak Ana memeluk temannya itu
“cepat kamu samperin Arga dia sudah menunggumu terlalu lama, jangan biarkan lagi dia menggandeng cewek lain lagi. Jangan biarkan dia menyakiti hatimu yang sudah banyak berkorban”. Ana pergi meninggalkan Rena sendirian di taman. Rena tak kuasa membendung tangisannya. Dia menangis begitu lama, dia berlari menuju belakang sekolah yang tidak satupun siswa akan mememukannya. Setelah dia puas mencurahkan kekesalannya dengan menangis dia pun menghapus air matanya dan berbalik badan untuk kembali kekelasnya. Tak disangka – sangka berdiri cowok itu dengan membawa sapu tangan. Rena pun tak tahu harus berkata, betindak apa saat itu. Dengan keadaan yang masih basah kuyub dengan air mata
“kamu betah banget nangis”. Kata cowok itu
“kamu menghabiskan 2 jam disini untuk menangis tanpa berkata dan tanpa jeda sungguh luar biasa”, cowok tersebut berkata
Entah Rena sangat tenang dengan kehadiran cowok itu, “jay, bagaimana kamu bisa tahu aku disini?”
“aneh sekali kamu manggil aku dengan sebutan nama”
“kenapa?” Tanya Rena
“entahlah, rasanya ini sangat membahagiakan bagiku, mendengarmu memanggil namaku”
Rena pun tersenyum.
“ayo aku tunjukan sesuatu” Jay menarik tangan Rena dan mengajaknya pergi ke suatu tempat.
“ini masih jam pelajaran bagaimana bisa kamu keluar kelas?” Rena pun menghentikan langkahnya
“dan ini masih jam pelajaran bagimana bisa kamu keluar kelas hanya untuk menangis dibelakang gedung sekolah” balas Jay
Rena mengikuti langkah Jay. Entah akan dibawa kemana Rena. Dia berjalan……berjalan menyusuri jalan. Tak berkata dan bertanya seakan dia membiarkan Jay untuk membawanya pergi dari kepedihan hatinya. Tiba disuatu tempat yang tak asing baginya, entahlah apa Rena pernah kesini sebelumnya. Hatinya begitu tenang melihat air yang tenang juga di danau itu. Memantulkan bayangan pohon-pohon disekitarnya, dan Jay membawanya pada bangku dipinggir danau itu.
“indah sekali Jay, kenapa aku merasa seperti sudah kesini sebelumnya. Indah sekali Jay”
Jay tak mengatakan apapun, dia ikut terhanyut menikmati pemandangan danau ini
“aku tak pernah melihat danau ini begitu indah seperti hari ini”
“mengapa demikian?” Rena penasaran
“mungkin ada bidadari yang sudah kuimpikan menemaniku di sisi danau ini, terlihat danau pun ikut bahagia” sambil tetap memandangi danau itu.
“terimakasih Jay, apa kamu selalu membawa sapu tangan tiap hari. Kenapa kebetulan sekali”
“terkadang kamu tak menyadari seseorang dibelakangmu lebih memperhatikanmu karena saking sibuknya kamu dengan hal yang kamu perhatikan sendiri”
Rena terdiam, mencerna kata-kata yang keluar dari mulut Jay. Mereka sangat lama terduduk di bangku danau. Rena mengajak Jay untuk menemaninya pergi ke suatu tempat. Disebuah rumah yang semasa kecil ia habiskan waktunya. Rena menceritakan menganai hal lucu dari dirinya, menceritakan kekesalannya, dan semuanya. Dia begitu terbuka saat itu kepada Jay. Jay menemukan sesuatu yang tak asing baginya. Dia mengambilnya, membolak baliknya untuk mengingat-ingat benda itu.
“itu pemberian Arga, kamu bisa membuangnya”. Suara Rena mengagetkannya
“sudah 10 tahun lalu, ketika dia berikan itu kepadaku, aku berharap bisa membukanya bersama-sama”
Jay masih terdiam, mencoba membukanya. Kotak dari kardus. Dia membukanya pelan-pelan sambil meniup debu yang mengotorinya. Dia sudah sangat ingat sekarang.
“kamu masih menyimpan kotak ini?” Tanya Jay
“maksud kamu?” Rena berfikir hanya dia dan Arga saja yang mengetahui kotak itu
Rena mengambil kotak itu dan membukanya. Tiba-tiba saja Jay melarangnya.
“kamu bilang tak ingin membukanya jika tak bersama Arga kan, lebih baik kamu buang saja”. Lantas Jay pergi meninggalkan Rena. Rena bingung dengan sikap Jay yang tiba-tiba aneh, padahal hari ini dia sudah merasa sangat dekat bisa bercerita panjang lebar dan menghabiskan waktu bersama Jay. ‘apa yang membuat Jay melarangku membuka kotak ini’, batinnya
Rena memutuskan membuka kotak itu dengan perlahan. Dia sangat kaget ketika membuka kotak yang sudah berumur 10 tahun itu. Disitu tertulis dengan agak buram karena termakan waktu “Jay love Rena”. Terbelalak mata Rena membaca tulisan 10 tahun itu yang terukir indah. Fikirannya bercampur aduk, ‘jadi Jay yang memberikan kotak ini 10 tahun lalu’. Segera Rena mengejar Jay namun dia tak kunjung menemukannya. Dia melihat lagi tulisan itu yang terukir di batu. Tertanggal 13 nov’1996. Tepat 10 tahun yang lalu, tepat bertepatan pada hari ini. Hari dimana kotak itu diberikan kepada Rena dan tepat untuk pertama kalinya dia merasa begitu tenang bersama Jay.
Rena mengetahui dimana menemukan Jay, dia berjalan menuju danau. Namun Jay tak ada disana. Rena tetap menunggu dan berharap jay bisa menemukannya sama seperti dia menemukannya dibelakang gedung sekolah. Jam menunjukan pukul 5 sore, sudah 2 jam lebih dia menanti kehadiran Jay, namun tak kunjung terlihat juga. Rena pulang dengan kecewa. Berfikir sepanjang jalan mengingat siapa sebenarnya Jay yang begitu memperhatikannya.
Keesokan paginya dia berangkat kesekolah, berharap bisa bertemu Jay di lapangan tempat Jay biasanya bermain bola bersama teman-temannya. Dia tak menemukan Jay di lapangan, mencari kepenjuru sekolahan. Entah dimana Jay sekarang.
Setibanya dirumah dia terlihat begitu murung tak seperti biasanya. Ibunya menghampirinya di kamarnya. “kemu terlihat murung saja Ren, cerita ke ibu”
“enggak bu, Rena Cuma lagi mikirin ujian semester depan saja”
“kamu anak ibu mana mungkin kamu bisa membohongi ibu yang sudah 9 bulan mengandungmu”
Rena akhirnya menceritakan kejadian yang menimpanya, mulai dari persahabatannya bersama Ana, mengenai Arga cowok yang disukainya, dan tentang Jay, cowok misterius yang selalu memperhatikannya.
“kamu sudah benar untuk memafkan temanmu, memang ada suatu kondisi yang kita coba menghindarnya namun tetap terjadi pada kita. Semua itu semata untuk membuat kita semakin dewasa” ibunya diam lalu menceritakan lagi sesuatu yang terjadi dulu saat Rena sakit ketika masih duduk dibangku SD
“waktu kamu kelas 3 SD kamu sakit, penyakit yang mengharuskanmu untuk tranfusi ginjal, kamu tahu sangat mahal untuk mencarikanmu pendonor. Kamu berbaring dirumah sakit sudah seminggu, gaji ayahmu tak cukup untuk memberimu kesembuhan, sampai pada suatu ketika datang seorang anak lelaki bersama ibunya. Yang mengagetkan kita semua. Anak lelakinya, dia masih seumuran denganmu ingin memberikan ginjalnya padamu. Kita semua menolak, namun alasan anak lelaki tadi sungguh membuat kita berdecak kagum. Dia berkata ‘kita tak bisa mengatur siapa yang menjadi tulang rusuk kita, namun kita bisa mengatur siapa orang yang berhak menerima sebagian tubuh kita, dan aku memilih Rena untuk memiliki sebagian tubuhku yang berharga’. Dilakukanlah operasi setelah cek kesehatan anak lelaki itu. Kita mencoba memberi imbalan kepada lelaki itu namun dia menolaknya. “kami tak ingin dibayar karena sesuatu hal seperti ini, tubuh ini adalah titipan, akan sangat beruntung jika seseorang bisa mengambilnya agar bertahan hidup” katanya. Dia bukan saudara ataupun teman yang kita kenal, namun perbuatannya sungguh terpuji, mereka tak pernah kembali lagi ketika operasi selesai. Banyak orang yang lebih memperhatikan kita bahkan lebih memperhatikan kita dari pada kita sendiri. Maka kamu jangan egois hanya mementingkan perasanmu semata” ibunya menghentikan ceritanya
“ibu tak mengingat sedikitpun tentang keluarga itu?” Tanya Rena
“tidak, namun anak lelaki itu memberikan kotak dari kardus, ibu tak membukanya. Seingat ibu, ibu letakkan disamping ranjang rumah sakit. Entahlah mungkin sudah terbuang oleh suster”. ‘kotak kardus’ rena mengingatnya lagi. Rena pun mengambil kotak tadi dan menunjukannya pada ibunya. “apakah kotak seperti ini yang ibu maksud?”
Ibunya memegang kotak itu. “iya kalau ibu tidak salah ini persis kotak yang diberikan lelaki itu”.
Rena pun kaget dengan pernyataan ibunya, dia memikirkan hal ini sepanjang malam. ‘jadi inilah yang membuatku selalu berdebar ketika bertemu denganmu, mengapa kamu tak pernah bilang kalau kamu penyelamat hidupku, kaulah puisiku selama ini, namun keterbatasanku menyadari hal yang tak kuketahui. Jay dimana kamu?’
Paginya dia sekolah seperti biasa, “Ren jalan yuk” ajar Sherly
“iya Ren kamu murung terus akhir-akhir ini, kita mau menghiburmu”. Tambah Vanny
“Ren” sapa Ana tiba-tiba
“An aku mohon kamu pergi dari sini, kamu sudah cukup membuat kami kecewa dengan ketidakjujuranmu”. Usir Vanny
“sudahlah Van, ada apa An?” Tanya Rena ramah
“aku mau pamit, aku akan pindah di Semarang, ayahku pindah tugas disana. Aku ingin kamu menerima ini” Ana menyodorkan kaos bertuliskan ‘friend never die’
“terimakasih An, tapi aku gak menerima pemberianmu” tolak Rena
“kecuali kamu memeluk kita lagi sebelum kamu pergi”, tambah Rena dengan senyum simpul dibibirnya.
Langsung berpelukanlah mereka berempat, masing-masing mengucapkan maaf, dan pergilah Ana dari sekolah untuk pindah ke Semarang mengikuti ayahnya.
Rena melihat Arga dilapangan, sambil tersenyum, dan mengingat masa itu, masa dimana dia sangat memujanya. Dia berjalan, menyusuri lorong sekolah, tibalah dia di perpustakaan. Berdiri tepat saat dimana Jay memberikan buku itu. Berjalan lagi di taman, dan dimana-mana selalu terlihat bayangan Jay. ‘sungguh kamu tak ingin memberiku kesempatan Jay, bahkan untuk mengucapkan terimakasih kepadamu’
Sudah sebulan Rena tak bertemu Jay, dia semakin sibuk dengan kegiatannya disekolahan, dia sengaja menyibukkan dirinya agar tak teringat pada Jay. Suatu ketika organisasinya, Rena tergabung dalam Pecinta Alam disekolahnya memilih lokasi untuk materi bifak. Dia mengusulkan untuk mengunjungi danau, danau dimana dirinya dan Jay menghabiskan waktu sebelum Jay menghilang entah kemana. Dia beserta semua peserta sudah berada di danau itu. Sungguh sangat mengecewakan Rena tak menemukan apapun untuk mengetahui dimana Jay berada. ‘setidaknya aku bisa mengenang hari itu bersamamu jay, aku menunggu kehadiranmu’
Sudah sore menjelang, kegiatan Pecinta Alam berakhir dan mereka semua kembali pulang. “Ren balik yuk udah sore”, ajak temannya
“iyah nanti aku nyusul”, dia masih menikmati sore yang indah di danau itu.
Ketika itu pukul 2 siang, seorang wanita menghampirinya saat dia minum es degan dipinggir jalan bersama vanny dan Sherly.
“apa kamu yang bernama Rena?” Tanya wanita sebaya itu
“saya Rena bu, ada apa ya?”
Ibu itu pun mengajak Rena kerumahnya. Rena menemukan foto didinding yang sangat dikenalnya. “ibu, ibunya Jay?” tanyanya dengan mata berbinar karena bahagia telah menemukan tempat tinggal Jay
“iya, saya ibunya Jay”
“tolong katakan dimana Jay sekarang bu? Aku ingin berterimakasih kepadanya karena sudah menolong nyawa saya, juga saya ingin berterimakasih kepada ibu atas kebaikan ibu merelakan anak ibu berkorban demi saya”.
Ibu itu memulai pembicaraannya, “Jay sangat aneh, ketika itu 10 tahun yang lalu, dia bermimpi bertemu denganmu, dalam mimpi itu katanya dia melihat bidadari yang menemaninya disebuah danau, untuk anak sekecil itu dia sudah bisa memberikan kebahagiaan untuk orang yang dicintainya. Dia selalu bercerita tentangmu. Aku senang sekali, orang yang menerima organ tubuh Jay sebaik kamu”.
“sekarang Jay dimana bu?” Tanya rena
“dia bersama ayahnya di Bandung” dia bilang akan pulang liburan nanti. Sambungnya
Liburan sudah tiba Rena sengaja tak ikut kedua orang tuanya ke Surabaya karena dia ingin menemui Jay, namun penantiannya sia-sia saja, Jay tak kunjung pulang. Dia selalu menunggu Jay dan ingin mengucapkan terimakasih atas kebaikannya, menanti dan menanti sampai akhirnya dia lupa bahwa dirinya masih menanti Jay.
Ujian Nsional akan dilaksanakan minggu depan, semua murid kelas 3 diharap hanya dirumah dan belajar, tak terkecuali Rena. Dia sangat serius dalam belajar. Sesekali Vanny dan Sherly datang kerumahnya untuk menyelesaikan soal bersama. Bagi ketiganya persiapan sangat matang sehingga tak menemui kendala saat mengerjakan soal ujian. Empat hari setelah ujian nasional kelas 3 berencana untuk berlibur ke Raja Ampat selama 3 hari. 3 hari yang menjadi hari terakhir Rena dan teman-teman sekelasnya untuk bersama, karena masing-masing dari mereka akan melanjutkan kehidupan masing-masing, melanjutkan ke jenjang kuliah, bekerja, atau menikah. Semua sudah menjadi pilihan tiap pribadi.
“kamu akan melanjutkan studymu di Surabaya saja yah Ren, kamu tinggal bersama tantemu disana”, kata ibunya saat makan malam bersama.
“iya bu, aku dengar di Surabaya juga kampusnya tak kalah bagus daripada disini”
“Lusa ayah akan mengantarmu ke Surabaya, kamu akan ditemani abangmu mencari dan mendaftar di Universitas disana”. Tambah ayahnya
Rena mulai mengemas pakaiannya dan barang-barang yang perlu dibawa, tak terasa dia sudah mengisi satu koper penuh dan satu lagi tas besar. Ibunya membantu dia untuk mempersiapkan perlengkapannya selama di Surabaya.
Tibalah hari keberangkatan Rena ke Surabaya. “Rena pamit bu, doakan agar semuanya lancar”. Sambil mencium tangan ibunya
Ayahnya yang sedari tadi menunggu dimobil karena sudah pukul 8, takut ketinggalan pesawat. “ayo Ren” ajak ayahnya
Setelah perjalanan selama berjam- jam akhirnya tibalah dia di kota pahlawan, tante, om dan abangnya telah menantinya di bandara. Tibalah dirumah tantenya, dia membereskan semua baju-bajunya dan segera mencari kampus untuknya. Rena memilih fakultas Psikologi untuk melanjutkan jenjang karirnya disalah satu kampus swasta di Surabaya.
Lima tahun berlalu begitu cepat di Surabaya, dia hendak kembali ke Jakarta. Setibanya dirumah dia langsung mengistirahatkan badannya.
“Ren tadi ada seseorang memberikan ini untukmu”, ibunya memberikan sepucuk surat tertanda dari Jay
Rena buru-buru mengambilnya dari tangan ibunya dan membacanya. “tertanggal 13 Nov 2012, aku tunggu di danau hari ini” hanya begitu saja surat dari Jay,
“pelit sekali aku pikir dia akan menulis banyak kalimat ternyata hanya sebaris kalimat ini saja” kesalnya
Langsung Rena ganti pakaian dan segera menemui Jay
“Ren kemana kamu? Istirahat sana besok baru keluar apa kamu tidak capek perjalanan dari Surabaya”, cegah ibunya
“hanya sebentar bu”
Rena pun bergegas mengendarai mobil ayahnya menuju danau. Dia berjalan perlahan, berharap seseorang itu benar-benr akan ditemuinya. Dia melihat sosok lelaki bertubuh tinggi dan atletis sedang menunggunya di bangku pinggir sungai. Perlahan dia lalu memegang bahunya, saat lelaki itu menoleh ternyata dia benar lelaki yang ditunggunya selama ini, yang membuatnya tak bisa berpindah ke lain hati, dan selalu menunggu dan menunggunya hingga detik ini. Mereka berdua duduk berdampingan dibangku ini.
“kemana saja selama ini”, Tanya Rena ketus
“hanya pergi sebentar”, jawabnya enteng yang semakin membuat Rena kesal
“sebentar katamu, 5 tahun sebentar bagimu, namun tanpa kabar tanpa tahu kamu ada dimana”
“15 tahun yang lalu aku memimpikan hal ini dan sekarang bertepatan dengan hari dimana aku memberikan kotak itu aku benar-benar bersamamu duduk didanau ini”
Rena mendengarkan semua yang akan dijelaskan Jay padanya
“kamu hadir dalam mimpiku 15 tahun yang lalu, kamu membuatku percaya akan kehadiranmu didunia ini untukku. Ketika aku melihat kamu menyukai lelaki lain itu aku tetap menunggu, menunggu … menunggu hingga saatnya kau sadar, bahwa ada lelaki yang bahkan lebih lama menantimu”. Jelasnya lagi
Hari itu begitu indah sekali, dua sejoli yang menghabiskan waktu sore hari bersama, menghitung mundur waktu tenggelamnya matahari, ikut tenggelam pula masa masa penantian mereka.
“Rambutmu tergerai indah
Bersama pantulan sinar mentari yang membuat rambutmu nan berkilau
Menerpa hatiku tanpa ampun
Menundukkan perasaanku padamu
Kau tatap dalam-dalam mataku
Kau ucapkan kata-kata cinta padaku
Menggenggam lembut jemariku
Kau belahan hidupku
Selalu indah saat memimpikanmu
Meski hanya mimpi semata
Kuyakin Tuhan punya rencana untuk kita” (13 November 1996, Jay untuk Rena teman SD ku)

(Bella nosevia A. September 2014)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar