“2
Kacang 2 Kulit”
by: Bella Nosevia Aswandi
Hujan kali ini benar-benar kejamnya. Petir
bertubi-tubi menyambar. Seperti lampu disko di siang bolong. Suara menggelegar
mulai terdengar gemanya. Menahan seorang gadis cantik di halte entah sedang
menunggu siapa. Tik tok.. tik tok.. dia memainkan mulutnya mengusir kebosanan.
Badan kurusnya sedikit basah terciprat air hujan yang menyentuh tanpa permisi.
Akhirnya dia mengeluarkan ponsel dalam tasnya. “aku di Halte dekat taman”.
Setelah itu dia segera menutup lagi ponselnya. Tak beberapa lama pajero putih
menghampirinya, dia langsung masuk dan mobil itu melaju diantara
buliran-buliran air hujan yang turun dengan anggunnya. Pemandangan berbeda
terlihat. Seorang gadis yang sedari tadi memperhatikan gerak gerik gadis di
halte itu. Memandang dengan sebuah mata berbinar seakan dia berkata , “maukah
kau bertukar tempat denganku”. Dia masih saja terdiam ditempatnya. Dibalik
pohon samping halte yang cukup rindang itu sambil membawa sepeda ontel dan
keranjang gorengannya. Dia dikejutkan dengan petir yang membangunkan dari
lamunannya. Petir itu cukup kerasnya. Sambaran cahaya pun begitu terangnya
sehingga dia segera bangkit dan melihat kehidupan nyatanya. Kehidupan yang sudah dijalani
semenjak 16 tahun terakhir. Dia 3 bersaudara dan sebagai anak pertama dari
orang tua tunggal dengan keterbatasan ekonomi yang menyulitkannya. Tinggal disebuah
gang kumuh dekat sungai yang airnya begitu keruh. Tak bisa dibayangkan apabila
hujan datang, seperti saat ini. luapan sungai dengan sampah-sampah yang
mengambang sudah menjadi pemandangan yang tak asing baginya. Pemandangan yang
tak pernah berubah sejak dulu, aroma menyengat yang tak pernah berganti sedikit
wangi semenjak16 tahun yang lalu. Namun dia tetap menginginkan sedikit
kehidupannya berubah entah hanya ingin melihat ibunya memasak daging untuknya
dan kedua adiknya atau sekedar ingin melihat adik-adiknya memakai pakaian yang layak.
Seenggaknya tanpa lubang dan berwarna terang. Namun itu hanya sebuah keinginan,
keinginan yang tetap bertahan diantara himpitan ekonomi yang hampir mencekik
keluarga sederhana itu.
Hari dimana dimulainya bekerja dan kebanyakan orang
malas menemui hari ini. Hari yang bagi orang kantor inilah saatnya membuka buka
lembaran kertas kerja mereka. Bagi siswa adalah hari dimana mereka harus berbaris
dilapangan untuk melakukan upacara bendera. Di keluarga sederhana terlihat
sudah bangun sejak sebelum adzan shubuh terdengar. Sesi membantu ibunya didapur
mempersiapkan dagangannya untuk dijual disekolahannya. Dan membantu kedua
adiknya untuk mandi dan memakai seragamnya, namun adiknya yang terakhir masih
belum sekolah jadi bisa menemani ibunya berjualan berkeliling di sekitar
komplek perumahan. Sesi sekolah di SMA terdekat diperkampungan di sekolah
swasta yang begitu sederhana pula. Tak bertingkat dan bangunan tak layak pakai.
Namun hanya sekolah itu yang mampu dijangkaunya. Meskipun dia memiliki otak
yang cerdas namun tak cukup untuk menyekolahkannya di SMA favorit. Masih
terlalu gelap pagi itu, Sesi sudah berjalan sambil membawa keranjangnya menuju
sekolahan. Sedang jauh diseberang sana seorang putri baru saja terbangun dari
tidur nyamannya, dipenuhi bantal dan guling yang empuk, AC yang begitu dingin,
lampu tidur dengan cantik mewarnai suasana hangat di kerajaan kecil miliknya.
Lila gadis beruntung yang selalu diperhatikan Sesi. Pukul 06.35 Lila segera
menuju kamar mandi pribadi didalam kamarnya. Setelah itu memakai bedak yang
dioleskan ke muka halusnya dan membuat wajah beningnya semakin merona. Lila
sudah diperbolehkan membawa mobil sendiri oleh papanya. Honda Jazz putih
menjadi kepemilikannya sebagai hadiah ulang tahun yang ke-16 bulan lalu.
“sayang sarapan dulu”, teriak mamanya dari meja
makan. Setelah memasukkan buku-buku, dan gadget dia segera bergegas ke meja
makan untuk sarapan bersama orang tuanya. Sarapan dan makan malam bersama
selalu diusahakan bersama-sama oleh keluarga itu. Untuk tetap menjaga
keharmonisan dan keawetan keluarga mereka. Diantara hiruk pikuk globalisasi
yang terjadi di era genting seperti saat ini. 10 menit setelah usai sarapan
segera dia berangkat ke sekolahnya. Dia masih dikelas pertama di SMA favorit
kotanya. Namun sudah banyak yang mengenalnya karena dia anak pengusaha sukses
ternama. Ulang tahunnya yang tak hanya mengundang teman-teman dekatnya saja,
namun orang tuanya sengaja mendungang seluruh siswa disekolah SMA favotir itu
agar putrinya mendapat banyak teman dan
tak mengalami kesulitan di masa-masa terindah itu. Lila melajukan mobilnya
dengan kencang. Lila melewati juga sekolah di pinggir jalan namun gedung bangunannya
dan tata letak ruangannya sungguh tak diperhitungkan. Sebentar saja dia menoleh
dan melihatnya seketika dia kembali sibuk dengan setir mobilnya di jalanan yang
tak begitu padat. Namun dua pasang mata diseberang sana yang tak hentinya
memandang kemewahan yang mengitari gadis dibalik setir mobil mewah yang bahkan
ia tak tahu merk apa mobil itu. Bel berbunyi membuat Sesi terpaksa meninggalkan
pemandangan mewah sesaat itu dan kembali ke kehidupannya sendiri. 10 menit
sudah keterlambatan Lila, namun gerbang terbuka tiba-tiba. Terlihat senyum
ramah satpam sekolahnya sambil menyapa Lila dengan ramahnya. Selain bergaul
dengan teman-teman sebayanya Lila juga baik kepada lainnya, bahkan seorang
satpam sekolahnya. Menjalani hari-hari sempurna dan tak ada keinginannya yang
tak terkabulkan satupun Lila merasa hidupnya biasa saja. Ketika dia sedang
berada didalam kelasnya kepala sekolah memanggilnya dengan muka yang tak
bahagia.
“Lila kamu harus tabah”
“ada apa bu?”
Setelah menjelaskan keadaan mengenai kecelakaan orang
tuanya yang jasadnya masih belum ditemukan disungai saat berangkat menuju
kantornya Lila menjadi lemas seakan Guntur terdahsyat didunia ini sedang
menyambar tubuh kecilnya yang berarti ini. membuat kakinya lemas tak lagi mampu
menopang badannya sendiri. Dan mata seakan memaksanya untuk tertutup dan dia
pun tak sadarkan diri. Dengan guncangan yang begitu beratnya dia sampai
pingsang 3 jam lamanya. Setelah matanya terbuka dia segera menyadari apa yang
terjadi dan menagis sejadi-jadinya. Datang beberapa polisi menghampirinya di
UKS sekolahnya. Mengabarkan bahwa jasad kedua orang tuanya tlah ditemukan,
namun Lila dilarangnya untuk melihat.
“izinkan saya melihat mama papa saya pak. Untuk yang
terakhir kalinya”. Suaranya payau tak jelas oleh isakanya
“aku mohon pak, saya akan kuat”. Dengan muka penuh
harap akan melihat kedua malaikat yang senantiasa menjaganya dibumi ini. Lila
meninggalkan sekolahnya dan mengantar jenazah orang tuanya kerumah duka. Sanak
saudara dari jauh pun turut hadir dipemakaman kedua orang tuanya. Lila masih 16
tahun masih difikirkan dengan siapa dia akan ikut tinggal. Ketika dirumahnya
begitu ramai 2 pasang mata itu lagi-lagi mengintainya. Dengan mata yang ia
sadar tlah mengucurkan air mata pula. Kepindahan Lila menuju kota lain ikut dengan
paman bibinya dan melanjutkan sekolah disana. Rumah yang penuh kenangan itupu
ditinggalkan. Tak kuasa dia kembali lagi kerumah itu. Rumah yang biasanya
ditinggalinya bersama orang tuanya. Sesi merasa getaran dalam hatinya. Dia
merasa melihat perputaran roda kehidupan seseorang. Memandang dengan jelas
segala kemewahan yang selama ini dia idam –idamkan berbalik menjadi kepergian
orang-orang tercinta dan kepedihan. Dia menjalani kebiasaan rutinnya, bangun
pagi, membantu ibunya dan berjualan gorengan disekolahnya. Beberapa bulan
berlalu. Suatu siang yang terik dia melewati rumah. Rumah besar nan mewah yang
tak berpenghuni. Rumah milik seorang gadis yang selama ini selalu dilihatnya
dengan mata berbinar dan penuh kemewahan. Dia berdiri didepan rumah tersebut.
Didepan gerbang yang terkunci dengan gembok besar yang menguncinya. Dia menaiki
pagar tersebut dan mencoba masuk kedalam. Tak kuasa dia melihat betapa
berantakannya suasana didalam, dia membersihkan debu yang berserakah dimeja,
menyapu dan mengelap perabotan yang masih tinggal ditempatnya masing-masing.
Dia begitu lega telah membuat rumah kumal itu menjadi cantik seperti sedia
kala, seperti yang lalu ketika rumah itu masih berpenghuni. Akhirnya kebiasaan
seperti itu selalu ia lakukan sepulang sekolah. setahun berlalu, sebuh taxi
berhenti didepan ruamah kosong itu. Seorang wanita dengan rambut pendek
berwarna pirang turun dari mobil sambil membawa 2 koper besar di kedua
tangannya. Melepas kacamata hitamnya dan membuka gembok pagarnya. Memasuki
rumah dengan perlahan sambil mebuka perlahan pintu utama rumah itu. Lila kaget
melihat rumah itu bersih, sedang kenyataan berkata rumah itu sudah tak
berpenghuni selama setahun lebih. Dia masih mendapati barang-barang dan foto-foto
di dinding seperti sedia kala. Memegang dengan lembut foto dirinya dan kedua
orang tuanya. Duduk disofa sambil membuka-buka album keluarganya. Dengan
senyuman dia menanggapi kelucuan foto di album tersebut. Dan berubah menjadi
tangis tipis tipis disela senyumnya. Siang hari ketika Sesi hendak membersihkan
rumah kosong itu dia mendapati seorang wanita cantik duduk diteras rumah.
Seorang yang begitu ia kenal. Mata dan kulit mulus yang dimilikinya. Yang
selalu dipandangnya dengan perasaan kagum itu. Yah.. wanita itu tlah kembali
lagi. Sudah siap lagi untuk meninggali rumah itu. Seminggu lamanya Lila sudah
tinggal disitu, namun membuat Sesi heran. Harusnya dia sudah kembali kesekolah
lamanya, karena dia seharusnya masih kelas 3 SMA sekarang. Dia tetap melewati
rumah itu dengan sembunyi-sembunyi mengintai apa yang dilaukan Lila dirumah dan
tak pernah keluar rumah itu. Dia mendapati Lila menanam mawar merah dihalaman
rumahnya. Dan menyiraminya setiap pagi siang malam, seakan Lila mencoba
menghabiskan waktunya dengan hal itu. Keesokan paginya Sesi melewati rumah iu
lagi. Dia masih ingin mencari tahu sebab Lila melakukan itu selama beberapa
hari ini dan tak melakukan hal lain. Dia mendapati muka Lila semakin pucat rona
mulai memudar yang biasa terlihat di pipi halusnya. Siang hari Sesi kembali
diam-diam mengawasi Lila dirumah. ‘ini waktunya dia menyirami bunga-bunganya,
kenapa dia tidak juga muncul’ batin Sesi. Dia menunggu beberapa lama namun Lila
tak kunjung keluar rumah. Akhirnya Sesi memberanikan diri untuk masuk rumah
dengan gerbang yang tak digembok. Dia mencari-cari dimana kamar Lila. Tak
terdengar suara apapun, hanya hembusan angin dijendela yang sengaja dibuka Lila
agar udara segar masuk dan mengusir udara kotor didalam rumahnya. Dia mendapati
Lila berbaring di kamarnya, Sesi mencium aroma harum ketika diujung pitu kamar
Lila, dia melihat bunga-bunga tertata rapi didalam kamar Lila, bunga mawar yang
beberapa hari ini Lila rawat dihalaman rumahnya di tatanya dan dirangkai begitu
cantiknya untuk menghiasi kamarnya. Sesi mendekat kepada Lila. Lila kaget
melihat seorang gadis tak dikenalnya
memasuki rumahnya tanpa izin.
“aku membawakanmu makanan, makanlah”, Sesi mengambil
keresek hitam didalam tasnya. Gorengan jualannya sengaja ia sisakan untuk Lila.
Namun dia masih ragu apakah Lila mau memakan makanan seperti itu. Namun diluar
dugaannya. Dengan lahapnya Lila menghabiskan makanan itu, bukan karena dia
lapar atau suka, namun dia rindu. Rindu atas makanan yang biasa mamanya siapkan
di setiap sarapan dan makan malam. Hari-hari berjalan semakin berat bagi Lila,
dia semakin pucat entah sakit apa yang dideritanya. Sesi yang melihat itupun
tak sanggup lagi, walau dia tak berani bertanya bahwa penyakit apa sesungguhnya
yang ia derita. Ketika sakitnya semakin parah Sesi memanggil tukang becak dekat
rumahnya untuk membawa Lila kerumah sakit, seketika ia tahu bahwa kerusakan
hati adalah sakit yang Lila derita selama ini, dan menjelaskan banyak hal.
Itulah sebabnya Lila tak kembali kesekolahnya dan tak keluar rumah. Karena dia
sedang sakit dan bersiap-siap untuk menghadap sang Ilahi, bertemu dengan orang
tuanya. Bersama-sama kembali menghabiskan makan pagi bersama – sama di surga. 2
hari lamanya Lila berbaring ditempat tidur dirumah sakit. Bau menyengat obat
segera menyadarkannya dari tidurnya. Ketika suster datang memeriksanya dia
bertanya mengapa dia dirawat disni. Dan mengapa dia merasa tubuhnya semakin
membaik dan pulih seperti sedia kala. Suster tak menjawabnya dan hanya
memberikan sebuah surat kepadanya. Dia perlahan membukanya, dia berfikir apakah
ini tagihan rumah sakit? Atau apapun itu.
Dear, gadis yang selalu kuintai
Sebelumnya perkenalkan, aku Sesi. Kau pasti heran dengan
suratku ini kan
Ketika kau kehujanan di halte itulah saat pertama aku
melihatmu, melihatmu sebagai seorang anak yang jauh lebih beruntung
dibandingkan aku. Lalu semenjak itu,selalu kuintai kamu. Sampai suatu saat kecelakaan
orang tuamu yang mengharuskan kau pergi dari kota ini. setahun kutak berjumpa
denganmu. Kudatangi selalu rumahmu. Maaf sebelumnya, aku lancang masuk rumahmu.
Namun jujur aku hanya ingin membersikannya saja. Agar saat kau kembali kau bisa
istriahat dengan nayaman. Nyaman seperti dulu lagi. Ingat waktu itu. Saat hujan
turun dengan lebatnya. Aku berdiri didepan sekolahku karena menunggu hujan
reda. Kau turun dari mobilmu dan memberikan segera payang untukku. Kau
berbasah-basahan mendatangiku hanya untuk sebuah payung. Tak sadarkah kau? Kau
begitu baik padaku. Jika saja waktu itu aku tak segera pulang mungkin aku sudah
kehilangan adikku. Adikku sedang sakit dan menungguku dirumah untuk kubawa ke
rumah sakit. Dengan payungmu aku bisa segera pulang dan membawa adikku berobat.
Syukurlah adikku tak terlambat diobati. Aku mau mengucapkan terima kasih banyak
untukmu. Aku donorkan hatiku untukmu. Semoga bisa membalas jasamu padaku. Mulai
hiduplah dengan baik lagi. Aku akan selalu mengintai kamu dimanapun kamu
berada. Karena aku tak jauh darimu. Aku dihatimu
Sesi